Cerita ini berkisah tentang perjalanan ketiga saudara kembar...Miko, Mike, dan Miki dalam menemukan cinta sejati. Bisakah mereka bertemu di usianya yang sangat muda?
Ikuti kisah mereka bertiga ^^
Harap bijak dalam membaca...
Plagiat dilarang mendekat...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Ya? Kenapa? Maaf aku baru pulang dari bulutangkis. Memang terlambat pulang karena tadi masih mau main"
"Gak apa-apa"
"Kenapa? Kenapa?"
"Aku sudah izin papa dan mama kalau besok keluar"
"Ya? Terus? Diizinkan, bukan?" tanya Fandi dengan duduk dan meluruskan kedua kakinya.
"Diizinkan tapi tadi juga ada Winda"
"Ya?"
"Winda mendengar lalu..."
Devie menceritakan semuanya kepada Fandi tentang dirinya yang bohong.
"Entahlah. Secara spontan aku terpikir ide itu" kata Devie gelisah.
"Gak salah kalau kamu bohong begitu"
"Kita terlalu banyak bohong. Akhirnya juga bohong kepada papa dan mama yang tidak ada kaitannya sekalipun"
"Tentang ini lebih baik besok kita diskusi ketika bertemu. Kalau di telepon kurang menyenangkan"
"Apa lagi yang perlu didiskusikan?"
"Kamu mau gimana? Dipikirkan ya?"
Devie berpikir keras.
"...tapi aku gak berharap maunya kamu berakhir dengan aku. Hal itu bukan solusi" lanjut Fandi pelan.
"Ya. Aku gak mau berakhir dengan kamu"
Fandi tersenyum senang.
"Kalau dari aku antara bicara jujur atau bohong tapi mungkin kamu punya solusi lain"
"Ya. Aku coba memikirkan"
1 bulan kemudian
Sekolah kembali. Mike berusaha untuk melupakan Winda dan mencari target lain karena tahu bahwa Winda menyukai lelaki lain. Dalam waktu beberapa hari yang lalu Mike sudah sering mengajak jalan Winda hingga sekali dua kali akhirnya Winda mau. Ketika mereka jalan justru Winda menceritakan tentang dirinya yang menyukai Fandi.
"Apa yang lo lihat dari dia?"
"Pikiran dia dewasa dan gentleman" kata Winda dengan tersenyum malu.
Mike berhenti melihat Winda.
"Pembawaannya juga tenang. Kak Fandi juga bukan sosok yang sombong ketika dia punya segalanya"
"Bukankah gue juga begitu?" tanya Mike dengan melihat kembali Winda.
Winda melihat Mike lalu berpikir dan mengangguk.
"Ya. Lo memang beda dengan Miko yang sombong"
"Lalu?"
"Apa?"
"Cowok yang seperti Fandi banyak jadi menurut gue biasa saja"
"Lo cowok jadi gak bisa menilai sosok cowok"
"Gak juga. Gue bisa menilai Miko, Miki"
"Kenapa jadi membahas lo, sih?"
"Memangnya salah? Di sini cuma ada gue dan lo"
"Makanya gue cerita sama lo karena lo teman gue"
Akhirnya Mike tidak bicara apapun. Anehnya setiap Mike mau mencari target lain justru Winda yang menghubungi lebih dulu. Entah chat atau mengajak telepon. Kalau hal itu terjadi Mike kembali mengejar Winda.
"Besok gue antar lo ke sekolah"
"Bukankah tadi sudah?"
"Gak masalah gue antar lagi"
"Kenapa jadi setiap hari?"
"Gak setiap hari"
"Kenapa lo jadi sering mengantarkan gue? Lo juga harus sekolah. Kita gak sedang sekolah di temat yang sama. Lo masih harus bangun sangat pagi untuk mengantarkan gue"
"Justru gue yang tanya lo. Kenapa lo menolak?"
"Gue heran. Lo memaksa gue. Sebelum gue kenal lo selalu berangkat sendiri"
Mike berpikir keras.
"Terserah lo. Gue gak akan memaksa lo lagi"
Winda jadi merasa tidak enak karena terdengar dari suaranya kalau Mike kecewa.
"Gue akhiri. Mau tidur"
"Ya" kata Winda pelan.
Mike mengakhiri telepon dan melempar handphone.
"Kenapa lo sok jual mahal?" pikir Mike emosi.
Keesokan harinya. Miko, Mike dan Miki diantarkan supir menuju sekolah Miko lebih dulu. Winda tidak mau diantarkan akhirnya Mike ikut Miko dan Miki diantarkan supir. Sampai di sekolah Miko Mike berusaha tidak mengedarkan pandangan seperti sebelumnya karena mencari Winda.
Miko keluar dari mobil dan Miki melihat ke arah luar berharap bisa bertemu meskipun cuma kecil kemungkinan karena sebelumnya dia juga sudah melihat-lihat. Seketika tatapan Miki tertuju pada sebuah mobil dan seorang perempuan keluar dari mobil itu. Miki membelalakkan kedua matanya untuk melihat dengan jelas.
"Cewek itu?" pikir Miki.
Miki melihat Novita melambaikan sebentar tangannya kepada seseorang yang entahlah tidak diketahuinya. Miki merasa mobilnya sudah bergerak pergi meninggalkan sekolah Miko sehingga dirinya melihat terus ke belakang.
"Dia diantar siapa?" pikir Miki.
Akhirnya Miki melihat ke depan dan terus memikirkan Novita.
"Ternyata benar. Dia sekolah di tempat yang sama dengan Kak Miko" pikir Miki.
Pukul 09.15. Bel istirahat berbunyi. Silvia keluar dari kelasnya dan menuju kelas Miko untuk bertemu temannya. Kesempatan dirinya untuk bertemu Miko juga. Ketika dia akan masuk ke dalam kelas bertepatan dengan Miko yang keluar. Silvia segera memanggil dan Miko berhenti berjalan.
"Ehmm..."
Silvia berpikir keras untuk mencari topik pembicaraan.
"Lo mau menghabiskan waktu gue?" kata Miko dingin.
"Gue mau..."
Miko mau berjalan pergi.
"Miko, sebentar. Gue akan segera bicara"
Miko tidak jadi pergi.
"Sejak kapan lo mengatur waktu gue? Gue gak ada waktu untuk mendengarkan lo" kata Miko acuh.
"Gue cuma mau minta tolong diajarkan Fisika. Ya...Fisika saja" kata Silvia berharap.
"Kenapa harus gue? Lo bisa minta ajar dengan lain apalagi..."
Miko menaikkan ujung bibirnya ke atas dengan tatapan remeh.
"...Fisika saja gak bisa. Fisika itu gampang" lanjut Miko.
Silvia mengerutkan dahi.
"Makanya kalau gak bisa jangan masuk IPA atau gak perlu sekolah di sini tapi di sekolah lain yang cocok dengan lo" kata Miko dengan nada mengentengkan.
Silvia terkejut.
"Miko, lo keterlaluan. Maksud lo bicara dengan perkataan 'yang cocok dengan lo' apa? Sombong sekali cuma karena lo anak orang kaya. Ingat ya? Lo itu gak kaya...yang kaya orang tua lo. Pantas saja gak ada yang senang dengan lo" kata Silvia menekan suara karena kesal.
Silvia segera berjalan pergi dan dari kejauhan Rani berhenti berjalan melihat Silvia yang pergi begitu saja dengan wajah emosi. Rani melihat terus Miko.
"Miko, apa lagi yang kamu lakukan?" pikir Rani pelan.
Tidak sengaja Miko melihat Rani sehingga mata mereka bertemu. Rani berhenti melihat dengan pelan dan segera berjalan pergi lalu Miko mau memanggil tapi tidak jadi dan berpikir keras.
"Aku gak bangga..."
Miko jadi sedih memikirkan perkataan Rani.
"Lihat saja! Gue gak akan mendekati lo lagi!" pikir Silvia marah.
"Sil, lo berani marah dengan Miko?" tanya salah satu siswi dan berhenti berjalan.
Silvia berhenti berjalan dan melihat dia.
"Kenapa gak?! Jangan karena gue orang gak punya dia berani merendahkan gue!" kata Silvia marah.
"Kalau berurusan dengan Miko lo pasti mati"
"Gue gak peduli!" teriak Silvia.
Silvia segera berjalan pergi dan menabrak seorang siswi lalu merasa kesakitan dan memegang lengannya.
"Heh! Lo berani marah kepada Miko?! Jangan berurusan dengan Miko kalau gak..."
"Apa?! Apa?! Lo mau memberi gue pelajaran atau menampar?! Silahkan!" potong Silvia marah.
"Cewek gak tahu diri! Lo bisa masuk ke sini cuma karena beasiswa jadi lo gak level dengan kita!"
"Jadi yang dibanggakan adalah masuk dengan koneksi?"
Silvia dan siswi itu menoleh ke asal suara.
semangat💪