CEO GILA

Dengan rasa cemas dan gelisah Tian mengemudikan mobil nya untuk menuju rumah sakit tempat Thia di rawat secepat mungkin. Saat nya pikiran nya hanya di penuhi rasa bersalah, semua benar-benar di sesali nya, dia juga tak menyangka jika Thia mendengarkan semua ucapan nya pada orang tuanya waktu itu. Ditambah lagi tindakan Tian yang membuatnya kurang nyaman saat di kantor.

Tak sadar air mata Tian membasahi semua wajah tampannya itu. segala makian dia sampaikan pada dirinya sendiri karna kejadian hari itu. Sungguh kejadian yang menambah trauma nya. Seandainya Thia tau alasan Tian yang sebenarnya mengatakan hal itu pada orang tua nya. Itu benar-benar tidak tulus dari hatinya.

"Lo kenapa bisa segoblok ini sih Tian" katanya pada dirinya sendiri dia membanting setir mobilnya dengan penuh penyesalan.

Ternyata dari apa yang dirasakan Tian saat ini sangat tampak bahwa dua mencintai Tian dengan sangat tulus, hanya saja cintanya benar-benar diganggu oleh rasa trauma yang berasal dari background keluarga nya.

"Gue gak akan maafin diri gue sendiri kalau Thia sampe kenapa-kenapa!!!!" Gerutunya lagi

Tak terasa waktu pun membawanya tiba di rumah sakit Elisabeth III, dengan bergegas dia berlari masuk ke dalam dan menanyakan kepada resepsionis rumah sakit itu, setelah di tunjukan dia pun menuju ke ruangan rawat Thia.

Saat sampai di sana Papi Thia langsung menyadari kedatangan Tian.

"Bagaimana keadaan Thia sekarang pak?" tanya Tian dengan wajah penuh khawatir dan cemasnya.

"Dia masih belum siuman Tian" jawab papi Thia.

"Apakah saya boleh masuk pak?" tanya dia lagi.

"Yahhh silahkan, masuk saja"

Melihat Tian masuk kedalam ruangan itu, mami Thia pun memilih untuk memberikan waktu kepada Tian.

Tian menatap lesu sekali kearah Thia, dia tak sadar air matanya kembali jatuh, sungguh rasa sakit hati yang tak bisa dia bendung nya. Tangisnya pecah di atas tubuh Thia yang terbaring lemah itu.

"Hiksssssss hikssssssss Hiksssssssssssss" Tangis nya sangat pecah saat itu.

"Kenapa gue harus nyakitin Lo Thia!!!!" katanya dengan kesal pada dirinya sendiri

"Lo harus bangun, okeyyyyy, gue gak bakal maafin diri gue yang tolol ini kalau Lo sampe kenapa-kenapa!!!!!!" gerutunya lagi menyalahkan dirinya sendiri.

Sedangkan di luar ruangan itu papi dan mami Thia merasa sepertinya hubungan Tian dan Thia memang sudah dekat, sehingga mereka memutuskan untuk makan di kafe depan rumah sakit itu karna kebetulan mami nya Thia tidak ada makan sedari tadi pagi padahal ini sudah menunjukkan pukul 6 sore.

"Kita makan dulu aja yah mi, mami udah pucat sekali ini nanti yang ada mami malah sakit lagi" ajak papi nya

"Iya Pi, tapi jangan lupa nanti kabarin nak Tian yah biar dia gak langsung ninggalin Thia sendiri" kata mami nya

"Oke mi oke, papi nanti bakal telpon" kata papi nya karena mereka merasa segan masuk saat ini, suara tangisan Tian itu benar-benar terdengar jelas hingga ke telingan kedua orang tua Thia.

Didalam ruangan itu Tian tak berhenti menciumi tangan Thia dengan lembut, sangat jelas sekali Tian merasa sangat kehilangan.

Ini adalah sisi lain Tian yang tak bisa dia tunjukkan di depan umum, karna dia biasanya memang bersikap sarkas dan terkesan tak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Di tengah kekhawatiran nya dengan Thia dia menerima telepon masuk dari orang tua Thia.

"Halo nak Tian, saya tau kamu sedih karna keadaan Thia saat ini, tapi jangan terlalu berlarut, dan terimakasih sudah mengkhawatirkan putri kami yah nak Thia" kata mami nya

"Emmmm baik Tante, tapi Tante dimana ini kenapa nelpon Tian?" tanya Tian

"Tante dam om sedang makan nak, Tante minta tolong jangan tinggalkan Thia sendirian yahh sampai kami kembali ke sana lagi" ucap mami Thia meminta tolong

"Baik Tante Tian gak akan balek kok, selamat menikmati makanan Tante dan om yah" ucap nya, lalu panggilan telepon itu pun dihentikan.