🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Apartemen Ren
Daliya keluar dari kamar kosnya dengan terburu-buru setelah menerima pesan singkat dari Ren.
Pak Narendra
Keluar.
Aku di depan.
Mata Daliya terbelalak ketika dilihatnya mobil Supercar milik Ren sudah duduk manis di depan gerbang kos-kosan, yang tentu saja langsung menarik perhatian dari seluruh penghuni, termasuk si pemilik kos. Mereka tampak melakukan aktivitas mereka sembari mencuri-curi pandang ke arah Ren yang berdiri dengan menyandarkan tubuhnya ke badan mobil.
"Pak!" Daliya langsung menarik tangan Ren dan memaksa lelaki itu masuk ke mobil. "Ngapain sih jemput-jemput saya segala?"
"Loh, memangnya salah jemput asisten saya sendiri?" tanya Ren tanpa beban.
"Salah! Pake banget!" Daliya melirik ke arah kosnya, tampak para penghuni yang semuanya perempuan itu sedang melihat ke arah mereka dengan heran. "Lihat tuh, bapak jadi pusat perhatian! Mana bawa Supercar pula!"
"Kenapa? Kamu nggak suka? Setahu saya semua perempuan yang saya kenal suka dengan pria yang bawa mobil mahal,"
"Suka sih memang suka Pak. Tapi nggak dibawa ke kos-kosan saya juga. Kesannya nggak cocok aja gitu! Memangnya bapak itu suka banget ya jadi pusat perhatian orang-orang?"
"Ya gimana ya?" Ren tampak mengelus wajahnya sendiri. "Dari lahir sudah begitu,"
Daliya menghela napas panjang. Orang ganteng yang tahu kalau dirinya ganteng itu memang menyebalkan.
"Terus, sekarang kita mau ngapain? Ini masih jam setengah tujuh. Nanti kita sampai kantor masih sepi nggak ada orang,"
"Siapa bilang kita mau ke kantor?" Ren menghidupkan mesin mobilnya. "Hari ini saya mau bawa kamu ke apartemen saya,"
"Apartemen bapak?" Daliya melotot, kemudian ia reflek menutup daddanya dengan kedua tangan. "Bapak mau ngapain saya?"
Ren menoleh ke arah Daliya dengan tatapan heran, tapi kemudian ia tertawa terbahak-bahak saat menyadari apa yang dipikirkan gadis itu. "Astaga, kamu pikir saya bos apaan? Saya cuma mau minta bantuan kamu karena saya pindahan hari ini,"
"Makanya, bilang yang jelas dong...," Daliya menurunkan kedua tangannya dengan malu. "Memangnya bapak mau minta bantuan apa?"
"Saya mau minta kamu bantu saya ngatur barang-barang di apartemen,"
"Hah? Kenapa minta tolong sama saya? Lagian saya nggak ahli soal begituan. Kenapa nggak minta tolong sama desainer interior aja sih?"
"Aduh ribet," ujar Ren sambil membelokkan mobilnya ke jalan raya. "Saya itu nggak suka kalau barang-barang saya dipegang orang lain sembarangan,"
"Lah?" Daliya menautkan alis sambil menunjuk dirinya sendiri. "Memangnya saya bukan orang lain?"
"Sebentar lagi kan bukan," jawab Ren sambil tersenyum lebar. "Udah ah, kamu itu cerewet banget. Tinggal ikut saja memang kenapa sih,"
"Habisnya bapak tuh nggak jelas! Saya kan kerja sama bapak waktu di kantor aja. Urusan di luar kantor bukan urusan saya lagi!" protes Daliya sambil membuka sunvisor dan memperhatikan hasil make-up nya di kaca kecil yang ada di sana. "Tuh kan, alis saya miring sebelah,"
Ren terkekeh. "Kamu walaupun nggak ada alisnya juga tetap cantik kok,"
Tangan Daliya yang sedang sibuk menggambar ulang alisnya seketika terhenti. Darahnya terasa berdesir saat ia mendengar kalimat itu diucapkan oleh Ren. Berbeda dengan Daliya yang salah tingkah, ekspresi Ren malah terlihat biasa-biasa saja.
Dasar raja gombal! Gerutu Daliya di dalam hati. Bikin aku deg-degan aja!
...----------------...
Setelah berkendara selama setengah jam, Ren menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung apartemen.
"Wow," Daliya tak henti-hentinya berdecak kagum saat melihat gedung mewah yang menjulang tinggi di hadapannya. Dari luar saja, Daliya bisa mengetahui kalau gedung itu pastilah tempat tinggal orang-orang elite yang super kaya, sangat berbeda 180 derajat dengan kos-kosan tempat dirinya tinggal.
"Yuk," Ren menarik tangan Daliya dan mengajak gadis itu masuk ke dalam lift. Daliya masih sibuk mengagumi setiap jengkal gedung itu yang terlihat mewah di matanya, tanpa menyadari kalau tangannya masih di dalam genggaman Ren.
"Wow," Daliya lagi-lagi berdecak kagum saat ia memasuki apartemen milik Ren. Apartemen itu sangat luas dengan dua kamar tidur. Daliya pergi ke balkon, dan ia bisa langsung melihat pemandangan kolam renang dari atas.
"Bagus kan? Melihat reaksi kamu, sepertinya nggak sia-sia aku membayar mahal," Ren berdiri di belakang Daliya sambil melipat tangannya di depan dadda. Ia berdecak sebal saat Daliya tak kunjung memperhatikan dirinya. "Hey, udah dong lihat-lihatnya. Sekarang bantuin aku,"
Daliya menoleh ke arah Ren dengan wajah sebal.
Dasar, mengganggu kesenangan orang saja, batin Daliya.
"Memangnya saya harus bantuin apa sih Pak?" Daliya akhirnya menghampiri laki-laki itu.
"Kenapa masih manggil Pak sih? Kan sekarang kita lagi nggak di kantor," protes Ren.
"Ya gimana ya...," Daliya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Habisnya kamu kan atasan aku, jadi mau nggak mau aku reflek bersikap sopan sama kamu,"
"Aku nggak suka," ujar Ren sambil menatap tajam Daliya. "Kesannya kamu sama aku jadi jauh banget,"
Daliya balas menatap Ren, dan mereka saling menatap untuk beberapa saat. Ren mengikis jarak di antara mereka dengan melangkahkan kakinya mendekati Daliya. Tangannya terulur membelai wajah gadis itu, dan perlahan-lahan wajahnya semakin mendekat.
Ting, tong!
Bel pintu membuat aktivitas dua manusia itu terhenti. Daliya terhenyak, kemudian buru-buru ia memundurkan langkah menjauhi Ren.
"Eh, i-itu kayanya ada orang...," Daliya menunjuk ke arah pintu dengan gagap. Saat ini jantungnya sudah berdebar tak karuan.
"Haish," Ren mengumpat di dalam hati. Kenapa saat suasananya sudah mendukung malah ada yang mengganggu? Dengan terpaksa, lelaki itu melangkahkan kakinya menuju pintu dan membukanya.
"Permisi Pak," Ternyata itu adalah tukang angkut barang. "Lemarinya mau ditaruh dimana?"
"Hmmm...," Ren berpikir sejenak. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Daliya yang masih terdiam di belakang sana. "Menurut kamu taruh dimana?"
"Loh, kok malah tanya aku sih?" Daliya akhirnya beranjak menghampiri mereka. "Kan kamu yang punya apartemen,"
"Aku kan bawa kamu ke sini buat bantuin aku," ucap Ren. "Ayo cepetan, udah ditunggu nih,"
Daliya berdecak malas. Dia kan sudah bilang kalau tidak paham soal desain interior. Tapi karena Ren sudah terlanjur membawanya kesini, akhirnya mau tidak mau Daliya tetap membantu dengan memberikan pendapatnya.
"Nah, untuk kasurnya taruh di sini aja," Daliya mengarahkan para tukang. Saat ini mereka sedang mendekor kamar tidur Ren. "Untuk mejanya taruh di sini Pak,"
Sementara Daliya sibuk, Ren hanya berdiri di sudut ruangan sambil memperhatikan gadis itu. Ia tersenyum saat melihat betapa kerasnya usaha Daliya untuk mengatur barang-barang miliknya.
"Heh, ngapain diem di pojokan! Sini bantuin dong!" seru Daliya sambil melambaikan tangan pada Ren. "Aku lagi bantuin kamu loh ini!"
"Iya, iya," Ren melangkahkan kakinya mendekati Daliya. "Jangan galak-galak dong Nyonya...," godanya yang membuat Daliya langsung mendelik.
Akhirnya, setelah berjam-jam lamanya, barang-barang Ren sudah tertata rapi di dalam apartemen. Daliya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa empuk, meluruskan kakinya yang terasa pegal.
"Capek banget...," keluh Daliya. "Kamu harus naikin gaji aku dua kali lipat!" ujarnya. Ren terkekeh sambil membawakan segelas jus apel pada Daliya.
"Gampang itu, tiga kali lipat juga aku kasih," balas Ren yang membuat Daliya langsung menatap sinis lelaki itu. Ia mengubah posisinya yang semula rebahan menjadi duduk, dan membiarkan Ren menduduki tempat kosong di sampingnya.
"Sudah tahu duitmu banyak, kenapa nggak suruh ahli desain interior aja sih?" protes Daliya sambil menyeruput jusnya. "Tinggal telepon saja dan transfer uang, beres! Nggak perlu capek-capek begini,"
Ren lagi-lagi hanya terkekeh. Sebenarnya, Ren juga sudah kepikiran hal itu sebelumnya. Ia cuma bohong saat mengatakan tidak suka orang lain menyentuh barangnya, toh sebenarnya Ren adalah tipe manusia yang tidak mau repot. Seperti kata Daliya, tinggal telepon orang yang ahli, transfer uang dan beres. Tapi Ren memilih untuk tidak melakukannya.
"Kalau aku lakukan itu, aku nggak akan ada kesempatan buat berduaan begini sama kamu," gumam Ren lirih, lirih sekali sampai hanya dirinya sendiri yang mendengar. Ia melirik ke arah Daliya, tampak wanita itu sedang mengatur napas sambil menikmati jus apel di gelasnya.
Ting, tong!
Lagi-lagi, suara bel pintu mengganggu kebersamaan mereka berdua. Daliya dan Ren langsung kompak melihat ke arah pintu.
"Barang kamu masih ada yang belum masuk? Astaga Ren, barang-barang kamu banyak banget deh," Daliya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ren hanya tertawa dan beranjak untuk membuka pintu. Tapi, saat pintu sudah terbuka, mendadak Ren terdiam dengan badan mematung di depan pintu.
"Ren?" Daliya jelas heran dengan perubahan sikap Ren yang tiba-tiba. Ia beranjak dari kursi dan menghampiri Ren. "Ada apa sih?" Tanyanya heran sambil melihat ke arah pintu. Dalam beberapa saat, matanya terbelalak kaget.
Di depan mereka berdua, berdiri Mama Anita yang menatap mereka tak kalah kagetnya.
"Daliya?"
🙏🫶🫶🫶
punya dendam kah sama Ren
Dali ya 🌹
kocak🌹