Sebuah kejadian yang membuat seorang Anaya Putri (23tahun) harus hamil tanpa seorang suami. Naya harus merelakan kehormatannya ketika insiden tidak disengaja yang ditimbulkan karena salah alamat dan menjadi cinta satu malam bersama dengan pria asing.
Naya hidup sebatang kara, dia harus melahirkan, membesarkan dan merawat anaknya. Saat sang anak sudah besar, ternyata dia memiliki sifat yang sangat genius dan berusaha menyatukan kedua orangtuanya.
Mampukah Anaya menjalani kehidupannya?
Akankah kebahagiaan menyapanya di akhir kisah nanti? Dan siapa pria yang sudah membuat Naya menjadi berbadan dua?
YUK SIMAK KELANJUTANNYA 🥰
JANGAN LUPA SELALU MEMBERIKAN JEJAK MANIS DI SETIAP BAB NYA 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab #8
Anaya tidak henti-hentinya bersyukur karena kelahiran sang bayi yang sehat tanpa kekurangan apapun. Dirinya menatap bayi mungil yang ada di gendongannya, Naya mengelus pelan pipi bayinya dengan diiringi oleh tetesan air mata. Saat ini perasaan Anaya campur aduk, dia bahagia namun juga merasa sedih. Naya memperhatikan wajah bayinya dengan seksama, bayi itu terlihat sangat tampan dengan bola mata kecokelatan.
Cup!
Anaya mengecup dahi sang bayi, dia menghela nafas dan berjanji akan membahagiakan bayinya.
Ceklek!
Pintu ruangan Anaya terbuka dan ternyata Oma Asna juga Denis yang datang. Mereka masuk ke dalam lalu berjalan mendekati ranjang milik Naya.
"Alhamdulillah, cicit Oma udah lahir." ucap Asna merasa bersyukur dan mengambil alih menggendong sang bayi.
"Tampan sekali.'' Oma menyentuh pipi bayi Naya.
Naya hanya tersenyum melihat kebahagiaan yang tergambar di raut wajah milik Oma.
"Apa bayi kamu sudah di kumandangkan Adzan?"
Naya menggelengkan kepalanya.
Denis mengambil bayi mungil itu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga sang bayi dan mulai mengumandangkan Adzan dengan pelan.
Hati Naya terasa sesak ketika Denis melakukan itu, Naya berpikir harusnya sang Ayah jabang bayi-lah yang mengumandangkan Adzan, bukan orang lain. Naya terharu karena ternyata Denis peduli pada anaknya.
'Alhamdulillah, meskipun kamu lahir tanpa di dampingi seorang Ayah tetapi masih banyak orang-orang disekitar yang menyayangimu, Nak.' batin Naya dalam hati.
Denis telah selesai mengumandangkan Adzan dan dia tersenyum ke arah bayi Naya.
Oma pun mulai membuka suara ketika dia ikut terhanyut dalam kepedulian Denis yang mengumandangkan Adzan di telinga bayi Naya.
"Naya, apa kamu sudah menyiapkan nama untuk bayimu?"
Anaya segera mengangguk.
"Alvarendra Maulana yang artinya lelaki baik, sempurna. Aku ingin kelak jika Al sudah dewasa, dia akan menjadi anak yang baik Budi pekerti dan agama, sempurna dimata Allah serta semua orang." Naya tersenyum senang.
"Nama yang cukup bagus." sambung Denis tiba-tiba.
Denis masih betah menimang bayi mungil itu, dia bahkan sesekali mengecup pucuk kepala sang bayi. Jujur ada perasaan yang aneh dalam diri Denis, dia sangat ingin selalu dekat dengan bayi itu.
"Naya, apa boleh jika Oma membantu kamu menjaga Al?"
Naya menatap Oma. "Naya tidak ingin merepotkan Oma. Oma harus banyak istirahat, jangan terlalu kelelahan karena tidak baik untuk kesehatan."
"Apa menjaga bayimu akan membuat Oma kelelahan? Oma yakin jika kamu kerepotan mengurus Alvarendra nantinya, maka dari itu biarkan Oma membantu kamu dan kamu bisa mengurus warung juga." pinta Oma sekali lagi.
"Naya sudah berencana akan mencari anggota untuk membantu Naya di warung, Oma."
"Oma rasa tidak perlu, Naya. Bukannya Oma memandang rendah usaha kamu, tetapi kamu pikirkan sekali lagi daripada kamu mengeluarkan uang untuk menggaji orang lain sebaiknya kamu tabung saja uang kamu untuk biaya masa depan Al nantinya. Oma tahu jika rezeki sudah diatur oleh Allah tetapi ada baiknya jika kamu memikirkan lagi ucapan Oma ini."
Naya hanya terdiam sambil berpikir, ada benarnya juga yang Oma Asna katakan tetapi Naya bingung harus memilih mana. Di satu sisi dia tidak ingin merepotkan Oma tetapi disisi lain dirinya tentu lebih memilih menabung daripada menggaji.
"Naya akan memikirkannya nanti, Oma. Naya akan menutup warung sampai keadaan Naya pulih kembali."
Oma tersenyum dan mengelus lembut tangan Naya.
Mereka kembali menimang Alvarendra.
🌺🌺🌺🌺
Elvira mengepalkan kedua tangannya dengan erat, dia mengeraskan rahang dan menatap tajam ke depan. Dirinya sudah mengetahui jika Abi tidak sengaja melecehkan seorang wanita sembilan bulan yang lalu, El tidak menyangka jika Abi memiliki sifat Casanova tetapi El tidak peduli karena tujuannya hanya ingin memiliki Abimanyu.
Keluarga Abi dan Elvira belum tahu akan kebusukan yang telah Abi lakukan sementara Elvira, dia tahu dari orang suruhannya ketika El hendak mencari informasi lebih dalam tentang masa lalu seorang Abimanyu Pamungkas.
"Jadi dia akan mencari gadis itu? Tidak, aku tidak akan membiarkan Abi melangkah lebih jauh. Aku harus segera meminta Papa agar menikahkan aku dengan Abi sebelum semuanya menjadi kacau." Elvira mengangguk dan dia pergi dari kamarnya.
Elvira bergegas untuk pergi ke kantor milik Abi, dia yakin jika Abi pasti sedang berada di kantor karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
El mengendari mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi agar dia bisa bertanya tentang info yang di dapat dan mendesak agar Abi segera menikahinya.
Beberapa menit kemudian.
Elvira sampai di gedung mewah nan menjulang tinggi yaitu kantor milik Abi, El langsung turun dan masuk ke dalam kantor tersebut.
"Apa Abi ada di kantor?" El bertanya kepada security yang berjaga.
"Iya, Bu. Pak Abi ada di dalam, beliau sedang mengadakan rapat."
Elvira hanya mengangguk lalu pergi menuju ruangan Abi.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Elvira masuk ke dalam ruangan tersebut dan duduk di sofa yang dekat dengan meja kerja Abi.
Abi mengadakan acara rapat di ruangan sebelah dan khusus.
Setelah menunggumu selama tiga puluh lima menit, akhirnya Abi kembali ke ruangan dan dia terkejut saat mendapati Elvira yang sudah berada di ruangannya.
"Mau apa kamu datang kemari?" Abi berkata dengan nada ketus dan duduk di kursi kebesarannya.
Elvira sudah terbiasa dengan sikap cuek Abi, dia berjalan mendekati Abi dan duduk di seberang kursi milik Abi.
"Aku ingin bertanya hal penting padamu." El menatap Abi dengan lekat, Abi saat itu sibuk membuka dokumen yang berada di atas mejanya.
"Waktumu tidak banyak, lima belas menit dari sekarang." Abi berkata seraya membubuhkan sebuah tanda tangan di selembar kertas yang terlihat seperti dokumen penting.
"Untuk apa kamu sibuk mencari keberadaan gadis yang sudah kamu lecehkan itu?"
Abi mengehentikan aktivitas jarinya dan dia menatap Elvira.
"Tau apa kamu tentang masalah itu?" Abi meletakkan bolpoin dan menangkup kedua tangan di dagu, dia menatap Elvira hingga El menjadi gugup.
"Aku tahu semuanya, Abimanyu. Aku adalah calon istrimu dan aku tidak suka jika kamu berusaha mencari keberadaan gadis yang sudah kamu lecehkan itu! Seharusnya kamu sedikit saja mengerti perasaanku, entah gadis itu sudah pergi dengan pria lain kita juga tidak tahu. Kamu tidak perlu repot-repot mencari hal yang tidak penting dan tidak pasti sementara ada aku yang sudah pasti mau menikah denganmu." El berbicara panjang lebar dengan penekanan panjang.
Abi hanya tersenyum dan dia bersidekap.
"Apa menurutmu aku peduli dengan ocehanmu? Dengarkan aku, Elvira. Sudah berapa kali aku katakan jika aku sama sekali tidak tertarik denganmu ataupun menyukaimu, minta kepada orangtuamu agar menghentikan perjodohan konyol ini karena sampai kapanpun aku tidak akan mau menikahimu!" ucapnya sambil menunjuk wajah Elvira.
Elvira tidak terima dengan ucapan Abi yang seperti merendahkannya.
"Kamu tidak menganggapku?" El spontan beranjak dari kursi.
"Ya, sepertinya begitu. Jangan bertindak bodoh dan seakan-akan kamu adalah wanita murahan, Elvira. Aku akan membatalkan perjodohan ini dan pergilah jauh dari hidupku!" Abi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Lima belas menit sudah berlalu, angkat kaki dari ruanganku atau aku akan memanggil security untuk menyeretmu keluar?"
Elvira menghentakkan heelsnya dan dia pergi dari ruangan Abi dengan membawa segala amarahnya.
•
•
**TBC