Namaku Erikha Rein,anak kedua dari pasangan Will Rein dan Carlista Sari,kakakku bernama Richi Rein(ketua osis di smu purnama bakti,aktif di sekolah dan pastinya dia vocalis band Enew).
yah,keluarga kami sebenarnya broken karena perceraian tetapi Mami selalu ada buat kami.
Seiring waktu aku dan kakakku sangat ingin Mami bahagia karena sepertinya Mami menyimpan masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone pak Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Di Sekolah Richi selalu menjadi sorotan,apalagi sekarang setelah iklannya menghias layar kaca,rasanya semua mata menyorot tajam kearahnya,ada yang mendukungnya namun tidak sedikit juga yang mencela.
Richi tidak mengambil dengan hati karena ini sudah menjadi resiko,pesan Papi hanya satu tidak perlu mendengarkan hal buruk jika ingin tetap bertahan.
Meski sebenarnya teman-teman bandnya sangat marah mendengar Richi selalu dicela geng lain disekolahnya.
"Chi,beneran kamu gak mau balas?mereka udah keterlaluan!"kata Dimas.
"Biarin ajalah,capek tenaga ngurusin mereka.Kalau kita lawan pastinya mereka akan kembali dengan masa lebih banyak."jawab Richi.
"Iya juga sih,yang ada orang tuanya ikut-ikutan."kata Dimas lagi.
Richi menepuk bahu Dimas"Sabar."katanya.
"Harusnya aku yang bilang gitu,kok malah sebaliknya."jawab Dimas.
Semua teman sekelas yang ikut berkumpul tertawa mendengar kata Dimas.
Mama Haya dan Papa Syarif berencana tetap tinggal disini,karena permintaan putrinya.Mereka akan banyak menikmati waktu bersama putri bungsunya.
Mama Haya menoleh kekanan dan kekiri,takut ada yang mencuri dengar.
"Pa kemari kulihat ada berkas dan buku tabungan atas nama Gasa.Apa Papa sudah tahu?"tanya Mama Haya.
"Papa gak tahu,cuma Didi pernah cerita Preman Kampung itu berusaha bertanggung jawab.Tanggung jawab seperti apa Papa juga gak tahu."jawab Papa.
"Apa dia tahu Lista masih mempertahankan anaknya?"tanya Mama.
"Entahlah Ma,itu urusan mereka.Kita ndak usah ikut campur."jawab Papa.
Papa Syarif sudah tidak ambil pusing lagi dengan anak gadisnya,masa lalunya memang kelam namun dia bisa membuktikan bahwa dia mampu berdiri sampai sekarang.
Sukses dalam karir dibidangnya,pintar mendidik anak-anaknya.
Lista melihat kedua orang tuanya berada didekat kolam ikan,keduanya asyik bercengkrama bahkan Papa masih senang godain Mama.
"Ehm,ingat umur."kata Lista.
"Emang kamu aja yang boleh mesra-mesraan sama pasangan."kata Papa.
"Pa,aku gak pernah mesra-mesraan didepan anak."jawab Lista.
"Salah sendiri,coba sekali-sekali kamu lakukan didepan anak-anakmu."kata Papa.
"Iya yang ada anak-anak kabur."jawab Lista.
"Kok kamu gak kabur sekarang?"tanya Papa.
"Ih,Papa ini."kata Lista malah mendekat dan duduk dekat Mamanya.
Lista mengambil makanan ikan yang ada didepannya dan menebarkan kekolam.Puluhan ikan berkumpul menyerbu biji warna merah dan menelannya
"Pa,menurut Papa gimana?apa harus kukembalikan berkas yang diberikan Gasa atau harus kusimpan?"tanya Lista.
"Kalian bicarakan baik-baik,untuk siapa berkas itu,untukmu atau Richi?Apa dia tahu kamu masih mempertahankannya?"tanya Papa.
Lista paham kemana arahnya,Papa sekarang lebih bijaksana beda dengan Papa yang dulu.
Mungkin karena memang usia,sudah waktunya Papa memperhatikan dirinya,hidup bahagia bersama Mama,berkumpul dengan cucunya.
Lista mencoba menghubungi Gasa,dalam beberapa kali panggilan akhirnya bisa tersambung.
"Halo."Sapa Gasa.
"Ini Lista,bisa kita ketemu sebentar?"tanya Lista.
"Dimana?tanya Gasa.
"Bukit Besar,aku jalan sekarang."jawab Lista.
"Sekarang?"tanya Gasa.
Lista memutuskan sambungan ponselnya,sementara Gasa masih kelimpungan karena baru bangun tidur.
"Sarah dimana bajuku?"tanya Gasa.
Sarah membuka pintu kamarnya karena mendengar suaminya berteriak memanggilnya.
"Ada apa?Aku sibuk."kata Sarah singkat.
Dilihat dari tangannya yang berbalut tepung dan tubuhnya yang masih memakai celemek menandakan dia sedang tidak bisa diganggu.
"Tidak ada."jawab Gasa.
Sarah kembali menutup pintu,sementara Gasa bergegas mandi dan merapikan dirinya.
Gas pergi begitu saja tanpa memperdulikan istrinya.
"Mau kemana kamu?"tanya Sarah.
Gasa berbalik dan berjalan kearah istrinya,bukan Gasa namanya kalau tidak bisa membuat istrinya kembali tersenyum.
"Ah,aku lupa minta ijin sama istriku.Sarah sayang aku mau keluar sebentar."jawab Gasa mencolek hidung istrinya.
"Sudah sana pergi."kata Sarah.
"Yang,uang saku ada gak?"tanya Gasa.
"Gak ada."jawab Sarah.
Biasanya kalau Gasa sudah mulai bercanda bisa semua yang ada ditangan istrinya melayang kearahnya.
Gasa melajukan mobilnya dengan sedikit bar-bar,karena jalanan menuju Bukit Besar sangat lengah dijam-jam tertentu.
Gasa menghubungi ponsel Lista, belum sempat Lista menjawab panggilannya matanya sudah menangkap dimana mantan kekasihnya berada.
Gasa berjalan menuju tempat Lista berada,berusaha menarik nafas dalam karena jantung berdegup sangat kencang.
"Lis,kamu sudah lama disini?tanya Gasa.
Lista menoleh kearah suara,suaranya sangat familiar baginya.
Pandangannya datar kearah mantan kekasihnya.
"Lumayan."jawabnya.
"Ada apa?"tanya Gasa lagi.
"Aku ingin bertanya tentang berkas yang kamu titipkan kepada Didi."kata Lista.
"Berkas apa?tanya Gasa pura-pura lupa.
"Sebenarnya kamu memberikan kepadaku sebagai apa?"tanya Lista.
Gasa merasa sedikit kesal dengan pertanyaan Lista,namun ditahannya.
Gasa mengetuk meja dengan jari-jarinya.
"Bagimu itu jumlah yang tidak seberapa,tapi aku berusaha bertanggung jawab meski sudah sangat terlambat."jawab Gasa.
"Kamu yakin?"tanya Lista lagi.
"Itu bukan untukmu tapi untuk Richi."jawabnya tegas.
"Apa?"Lista bertanya.
"Kamu pikir aku tidak tahu,selama ini kamu menyembunyikan Richi,kamu menikah dengan laki-laki yang sebenarnya kamu tidak mengenalnya hanya agar ketika kamu melahirkan kamu punya suami."jawab Gasa sedikit menahan amarah.
Lista terdiam dengan kata-kata Gasa,karena semua yang dikatakannya benar adanya.
Dipalingkan wajahnya dari pandangan Gasa,tanpa terasa air matanya menetes membasahi kedua kelopak matanya.
Gasa melihat wajah mantan kekasihnya,tidak ada yang bisa dilakukan.
Besar keinginan untuk memeluknya,meski Gasa tidak begitu paham aturannya namun entah mengapa ada dorongan yang melarang untuk menyentuhnya.
"Lis,kamu gak papakan?"tanya Gasa.
Lista buru-buru menyeka air matanya,dengan senyumannya menoleh kearah Gasa.
"Gak papa kok."jawabnya.
"Berapa kali kubilang jangan menangisi laki-laki sepertiku,mubazir air matamu."kata Gasa.
"Bagaimana kabar Sarah?"tanya Lista.
"Kamu kangen pingin dijambak lagi?"tanya Gasa dengan canda.
"Apaan sih?aku serius bertanya."kata Lista.
"Lis,boleh gak sesekali aku pinjam Richi?"tanya Gasa.
"Masalah itu kamu minta ijin dulu sama Didi."jawab Lista.
"Masalah baru lagi!"kata Gasa.
Lista tahu permasalahanya,karena yakin Didi tidak akan dengan mudah mengijinkan Gasa membawa Richi.
"Sudah siang,aku pulang!"kata Lista sedikit tegas.
"Lis,terimakasih kamu sudah merawatnya dengan baik."kata Gasa.
Lista tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya,melangkah dengan pandangan kedepan tanpa memperdulikan lagi apa yang terjadi sebelumnya.
Gasa berusaha menahannya namun tidak memiliki kekuatan,dilangkahkan kaki mengejarnya dan Gasa berhenti tepat berada didepan mantannya.
"Tunggu dulu."katanya.
"Apa lagi?"tanya Lista.
"Aku lapar,aku belum makan dari semalam,temani aku makan sekali ini."kata Gasa.
Lista tidak percaya dengan kata-kata mantannya.
"Aku gak bisa."jawab Lista.
"Banyak tempat lain tapi mengapa kamu memilih tempat ini?"tanya Gasa.
"Aku membuka perasaanku disini dan aku juga ingin menutupnya disini."jawab Lista jujur.
Lista berjalan menerobos Gasa begitu saja,sepertinya Gasa juga tidak mau menyerah.
Diraihnya tangan Lista dan ditarik kedalam pelukannya.
Lista berusaha meronta sekuat tenaga namun sekuat-kuat tenaganya masih kalah.
"Jangan melawan,sebentar saja."kata Gasa.
Pelan-pelan Gasa mengendurkan pelukannya dan pergi meninggalkan mantannya yang masih berdiri tegak seperti lilin.
Gasa berjalan dengan senyum diwajahnya,baginya Lista memang tidak ditakdirkan bersama namun Gasa dan Lista memiliki Takdir yang tidak akan bisa putus.