aku sangat terkejut saat terbangun dari tidurku, semuanya tampak asing. Ruangan yang besar, kasur yang sangat luas serta perabotan yang mewah terlihat tampak nyata.
aku mengira semua ini adalah mimpi yang selalu aku bayangkan sehingga aku pun tertawa dengan khayalanku yang semakin gila sampai bermimpi sangat indah.
namun setelah beberapa saat aku merasa aneh karena semua itu benar-benar tampak nyata.
aku pun bergegas bangun dari kasur yang luas itu.
"kyaa!!" teriakku sangat kencang saat aku menatap cermin yang besar di kamar itu.
wajah yang tampak asing namun bukan diriku tapi aku sadar bahwa itu adalah aku.
semuanya sangat membingungkan.
aku pun mencubit pipiku dan terasa sakit sehingga aku tahu itu bukanlah mimpi.
"wajah siapa ini? bukankah ini sangat cantik seperti putri kerajaan" gumamku merasa kagum.
apakah semua ini benar nyata atau memang hanya sebuah mimpi indah?
🌸🌸🌸
nantikan kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Kami berkeliling mengitari halaman yang luas itu dengan santai dan perlahan. Pengalaman pertamaku menunggang kuda menjadi menyenangkan karena di bantu oleh Ivander.
Aku pun berfikir bahwa hal ini bisa menjadi hobi alih-alih belajar. Berhubung tidak ada alat komunikasi yang canggih dan hal lainnya yang biasa ku lakukan di zaman modern sehingga tidak ada salahnya mengisi waktu dengan kegiatan ini.
“Sayang, apa kamu lelah?” tanya Ivander sambil menempelkan dagunya ke pundakku dan melingkarkan tangannya ke atas perutku.
“Belum suamiku. Aku suka berkuda seperti ini tapi kalau kamu lelah, kita bisa beristirahat sejenak” jawabku.
“Baiklah kita akan berputar sekali lagi setelah itu kita istirahat ya” ucapnya dengan suara yang lembut.
Aku pun mengangguk mengiyakan ucapannya.
Aku sangat ingin melepaskan tangannya namun aku takut jika bergerak sedikit saja akan terjatuh sehingga aku pun membiarkannya tetap seperti itu.
Sesekali Ivander menghirup aroma tubuhku denga cukup lama dan terasa bibirnya menyentuh leherku saat dia melakukannya.
Sentuhannya sangat menggelitik namun tubuh ini merasakan perasaan yang senang dan bahkan bereaksi semakin aneh hingga aku pun menjadi lemah terhadap sentuhannya.
“Oh.. Casandra.. Apa ini yang kamu inginkan? Kamu merindukan sentuhan suamimu bukan? Hah! Apa benar boleh seperti ini? Apa kamu tidak masalah aku menerima semua yang seharusnya kamu terima? Bisa saja aku akan menyukai suamimu dan enggan pergi darinya dan tetap menginginkan dan menguasai tubuhmu meskipun aku tidak tahu caranya untuk kembali” dalam benakku.
Kami pun beristirahat di bawah pohon yang rindang setelah sebelumnya berputar sekali.
Para pelayan sudah mempersiapkan tempat di bawah pohon dengan membentangkan kain yang cukup tebal lalu menyediakan minuman segar dan beberapa camilan.
Sebelumnya mereka menawariku untuk duduk di kursi yang ada di sana namun aku memilih konsep seperti sedang piknik di halaman yang luas itu dan di bawah pohon besar yang rindang.
Tampaknya Ivander pun tidak mempermasalahkan tempatnya dan justru terlihat senang duduk di sampingku.
“Suamiku, apa sebelumnya kita pernah melakukan hal seperti ini?” tanyaku penasaran.
“Hmm.. tidak sayang. Kamu biasanya tidak melakukan hal seperti ini karena kamu selalu duduk di kursi dengan anggun” Ivander mengatakannya setelah sebelumnya berfikir sejenak dalam diamnya.
Saat mendengarkan jawabannya sepertinya kau sudah melakukan kesalahan yang sangat jelas.
Aku sangat berbanding terbalik dengan Casandra yang anggun dan tak pernah melakukan hal umum yang biasanya orang-orang di zaman modern lakukan.
“Kupikir Casandra mungkin pernah melakukannya ternyata tidak sama sekali. Huft .. setahuku dari novel atau komik yang pernah kubaca, ada hal semacam ini. Hmph! Casandra benar-benar orang yang berkelas” dalam benakku.
Aku terdiam dan berfikir untuk berhati-hati dalam melakukan berbagai hal yang akan membuat Ivander menyadari bahwa aku bukanlah istrinya.
“Istriku?” panggilnya sambil menyentuh tanganku.
“I, iya kenapa suamiku?”
“Aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi kamu melamun. Apa yang sedang kamu pikirkan, sayang?” Ivander mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya.
“Maaf aku sudah membuatmu melakukan hal yang tak biasa suamiku” ucapku merasa gugup.
“Tidak masalah sayang. Aku senang melakukan apapun asalkan ada kamu”
Dia pun tersenyum dan bersikap tenang tanpa memikirkan apapun dan hanya fokus terhadap diriku dan tanpa sadar aku menatap bahunya yang terlihat kokoh dan sangat nyaman jika di jadikan sandaran.
Tangannya beralih dan menyentuh wajahku kemudian ia mengarahkanku untuk bersandar di bahunya hingga aku sangat terkejut seolah Ivander dapat membaca isi pikiranku.
“Ternyata seperti ini rasanya bersandar di pundak seseorang? Rasanya nyaman dan seolah semua beban yang ada dalam pikiranku luruh dengan sendirinya” ucap dalam benakku.
Kami berdiam diri sejenak dalam ketenangan dan kenyamanan yang kurasakan darinya. Suasana yang tenang serta pemandangan yang indah dan juga udara yang sejuk menemani kebersamaan kami di bawah pohon itu.
Ivander menyentuh kepalaku lalu mengelusnya dengan lembut sehingga aku merasa sangat mengantuk karena sentuhannya dan tertidur di pundaknya.
“Eum.. istriku” ucapnya sambil memiringkan kepalanya untuk melihatku.
“Ternyata kamu tidur sayangku”katanya sambil terus membelaiku.
Saat itu aku merasa sangat nyaman berada di dekatnya dan tidak mengerti akan tertidur di sana.
*
*
Beberapa jam pun berlalu dan ketika aku terbangun ternyata aku sudah berada di dalam kamarku padahal yang ku ingat terakhir kali masih berada di halaman.
Kamarku yang luas tampak kosong karena tidak ada Ivander di sampingku.
Aku merasa sangat merindukannya padahal aku sudah menghabiskan waktu cukup lama bersamanya.
“Hah! Rasanya aku sudah gila.. kenapa aku terus memikirkan dia? Apa aku benar jatuh cinta atau karena reaksi dari tubuh ini saja?” gumamku bertanya-tanya.
Saat kegelisahan dan pertanyaan yang banyak itu muncul, aku hanya bisa mengira jawabannya tanpa tahu kebenarannya karena secara harfiah aku adalah Ellena namun aku berada dalam tubuh Casandra. Hal yang sangat membingungkan dan tak mudah untuk di pikirkan apalagi di jalani.
“Apa aku ceritakan saja ke Ivander? Tapi.. kalau dia tahu.. hmph! Aku sangat takut jika dia mengabaikanku bahkan mengurungku dan memintaku untuk membuat Casandra kembali” gumamku lagi.
Akhirnya aku pun memanggil Rose karena jika aku sendirian yang ada pikiranku kacau balau.
Dengan cepat Rose datang ke kamarku.
“Rose, bagaimana caranya aku ada di kamarku? Bukankah tadi aku sedang di halaman sana” tanyaku sangat penasaran.
“Tuan menggendong Nyonya kesini karena tidak mau membuat Nyonya terbangun” jawabku dengan senyum sumringah.
Rose terlihat sangat senang saat menceritakannya karena Ivander menggendongku dari depan seperti pengantin baru dan di lihat oleh semua orang yang berada di mansion ini.
Aku pun memahami apa yang ada dalam pikiran mereka seperti yang sering kubaca karen di tempat ini gosip dengan cepat bisa menyebar hanya dari mulut ke mulut. Meski berbeda dengan zaman moderen yang menggunakan teknologi untuk menyebarkan berita apapun namun disini tak kalah hebatnya meski dengan metode sederhana.
“Rose.. kamu bukan sedang meledekku kan?”
“Ti, tidak Nyonya. Saya tidak berani” jawabnya dengan panik.
“Haha.. jangan terlalu serius Rose. Tidak apa-apa kalau itu kamu, aku tidak masalah dengan hal itu” tawaku senang setelah menggodanya.
“Baik Nyonya”
Rupanya Ivander melakukan hal yang menurutku romantis.
Aku semakin berdebar saat mengetahui hal ini dan juga semakin merindukannya namun aku tidak mengharapkan hal lebih karena aku merasa tidak berhak melakukannya.
“Dia suaminya Casandra, aku hanya terjebak dalam tubuhnya saja” itulah kata-kata yang sering kuucapkan.
Aku selalu meyakinkan diriku dan menyadarkan diriku bahwa semua yang ku alami bukanlah hakku, sama sekali tidak boleh terlena.
Sampai sekarang aku masih belum tahu akan tetap berada disini atau akan kembali ke zaman moderen lagi.