"Apakah aku ditakdirkan tidak bahagia di dunia ini?"
Ryan, seorang siswa SMA yang kerap menjadi korban perundungan, hidup dalam bayang-bayang keputusasaan dan rasa tak berdaya. Dengan hati yang terluka dan harapan yang nyaris sirna, ia sering bertanya-tanya tentang arti hidupnya.
Namun, hidupnya berubah ketika ia bertemu dengan seorang wanita 'itu' yang mengubah segalanya. Wanita itu tak hanya mengajarinya tentang kekuatan, tetapi juga membawanya ke jalan menuju cinta dan penerimaan diri. Perjalanan Ryan untuk tumbuh dan menjadi dewasa pun dimulai. Sebuah kisah tentang menemukan cinta, menghadapi kegelapan, dan bangkit dari kehancuran.
Genre: Music, Action, Drama, Pyschologycal, School, Romance, Mystery, dll
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ravien Invansia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Klan Hiryuu
Ivan menendang kaleng kosong di ujung gang setelah pergi ke tempat lebih tertutup, daerah pinggiran kota. Suaranya kaleng kosong terdengar tajam di antara tembok sempit.
teng
"Bosannya hari ini," keluhnya, memandang kaleng itu berguling menjauh.
Rei menghembuskan asap rokok, tatapannya kosong menembus langit yang mulai mendung. "Ya, nggak ada yang seru."
Suara langkah kaki perlahan terdengar mendekat.
tap
tap
tap
Dua sosok muncul di ujung gang. Seorang pemuda dengan rambut abu-abu mencolok yang kontras dengan kulitnya yang pucat, serta seorang gadis berkulit gelap dengan rambut hitam yang diikat rapi. Mereka berjalan mendekat, mata mereka tertuju tajam pada Rei dan Ivan.
Ivan menyipitkan mata, merasa asing dengan dua pendatang ini. "Siapa tuh? Anak baru?" bisiknya ke arah Rei.
Rei memandang mereka waspada, menurunkan rokoknya. "Belum pernah lihat mereka."
Pemuda itu berhenti beberapa langkah di depan mereka, menatap tajam dengan sorot mata kehijauan yang dingin. "Rei, akhirnya ketemu juga," suaranya terdengar tenang namun penuh maksud.
Rei menaikkan alis, matanya tajam. "Kamu kenal aku?"
Gadis di sebelahnya menatap dengan tatapan kosong tapi mata yang memancarkan ketegasan, dia menyeringai tipis. "Tentu saja. Nama kamu cukup dikenal di tempat asal kami."
Ivan melangkah maju, mencoba menilai situasi. "Hei, kalian siapa? Mau apa sama Rei?"
Pemuda itu menoleh sekilas pada Ivan sebelum kembali menatap Rei. "Aku Andre, ini Senna. Kami datang untukmu, Rei."
Rei berdiri, membuang rokoknya ke tanah.
plesk
"Buatku? Rasanya kita nggak pernah kenal."
Senna melipat tangan, ekspresinya tetap datar. "Mungkin kamu lupa, tapi kami tahu siapa kamu sebenarnya."
Rei tersenyum sinis. "Oh ya? Dan siapa aku menurut kalian?"
Andre menatapnya semakin tajam. "Kamu adalah penerus klan Hiryuu, bukan?"
Rei terdiam sesaat, tatapannya berubah serius. Ivan memandang bingung, lalu menoleh ke arah Rei. "Rei, apa maksudnya ini?"
Rei menghela napas panjang. "Ivan, mending kamu pergi dari sini."
Ivan tampak ragu, bingung. "Apa? Kenapa aku harus pergi?"
Rei menatapnya tajam. "Aku nggak mau kamu terlibat," suaranya tegas, hampir dingin.
Senna maju sedikit, menatap Ivan. "Tenang saja, kami cuma mau bicara," ucapnya singkat, suaranya datar namun penuh kepastian.
Rei memandang keduanya dingin. "Kalau cuma mau bicara, kenapa harus datang seperti ini?"
Andre tersenyum samar. "Karena kami tahu kamu nggak akan dengar begitu saja."
Rei mengepalkan tangan, merasa dipermainkan. "Baiklah, kita bicara di tempat lain."
Dengan sikap penuh kehati-hatian, mereka mulai berjalan keluar dari gang. Ivan berdiri termangu, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. "Hei, Rei! Tunggu!"
Rei menoleh singkat, ekspresinya tajam. "Ivan, tolong. Jangan ikut."
Ivan menggigit bibir, merasa tak berdaya. Akhirnya ia mengangguk pelan. "Oke. Hati-hati."
Rei, Andre, dan Senna berjalan menjauh, meninggalkan Ivan di ujung gang yang sepi. Langkah kaki mereka perlahan menghilang, meninggalkan ketegangan yang masih mengambang di udara.
...----------------...
Rei, Andre, dan Senna tiba di taman kota yang sepi. Angin dingin berhembus pelan, menggoyangkan dedaunan kering di bawah kaki mereka. Lapangan rumput itu terasa seperti panggung kosong, dan di sini, semuanya akan terungkap.
Rei berhenti di tengah lapangan, menatap Andre dan Senna yang berdiri di depannya Matanya menyipit, penuh kewaspadaan. "Jadi, apa yang sebenarnya kalian mau?"
Andre melangkah maju. Sorot matanya dingin, penuh maksud yang tidak disembunyikan. "Kami di sini bukan untuk basa-basi, Rei. Klan menginginkanmu kembali. Sudah terlalu lama kamu kabur, terlalu lama menghindar."
Rei tertawa pahit, tatapannya tajam, penuh kebencian. "Kembali? Setelah semua yang terjadi? Kalian benar-benar nggak tahu diri."
Senna melangkah ke depan, ekspresinya tak tergoyahkan. "Ini bukan pilihan, Rei. Klan butuh kamu, mau tidak mau. Ini adalah tanggung jawab."
Rei menggelengkan kepala, mengepalkan tangannya. "Tanggung jawab? Setelah semua pengkhianatan itu? Aku nggak mau terjebak lagi."
Andre mencengkeram tinjunya, napasnya berat. "Kalau kamu tetap menolak... maka kita harus menggunakan cara lain."
Rei tersenyum sinis. "Jadi ini akhirnya akan berujung dengan kekerasan? Baiklah."
Senna mengangkat tangan, matanya menyala dengan tekad yang dingin. "Maaf, Rei. Tapi ini perintah."
Rei mengambil posisi siap, kakinya menapak kuat di tanah. "Kalau begitu, aku nggak punya pilihan selain melawan kalian."
Andre bergerak duluan, meluncur cepat, menerjang dengan tinjunya yang diarahkan ke wajah Rei.
whoosh
Rei menghindar dengan gesit ke samping, merasakan angin pukulan Andre lewat di samping telinganya. Cepat, Rei membalas dengan tendangan rendah yang mengarah ke kaki Andre.
buk
Andre terhuyung, tapi dengan cepat memutar tubuhnya, melancarkan pukulan keras ke perut Rei.
dug
Rei menangkis dengan lengannya, benturan itu terasa nyeri. Saat itulah Senna melompat dari belakang, mencoba menyerang dengan tendangan tinggi ke arah kepala Rei.
swoosh
Rei menunduk, rambutnya berkibar terkena angin dari serangan Senna. Tanpa ragu, ia berputar, menyapu kaki Senna dengan gerakan cepat.
hap
Senna melompat menghindari sapuan itu, mendarat ringan. Andre, yang tak memberi jeda, menerjang dengan rentetan pukulan cepat, tanpa memberi Rei waktu bernapas.
puk
puk
puk
Rei mundur, mencoba menangkis, tapi beberapa pukulan mendarat di tubuhnya.
duk
duk
Napasnya mulai terasa berat, wajahnya mulai memerah karena serangan yang bertubi-tubi.
"Kalian serius sekali," ucap Rei sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah, matanya menyala penuh amarah.
Senna, masih dengan tatapan dingin, berujar, "Maaf, ini untuk klan."
Rei mengepalkan tinjunya, napasnya berat tapi penuh keteguhan. "Klan itu tidak ada artinya bagiku. Kalian tidak akan bisa mengubah pikiranku."
Senna dan Andre bergerak serentak, menyerang bersama-sama. Andre datang dari depan, sementara Senna dari samping, membuat Rei kewalahan. Rei melompat mundur, mencoba menghindari, tapi Andre sudah memperkirakan gerakannya.
Andre melompat tinggi, meluncurkan tendangan ke arah kepala Rei.
bam
Rei mengangkat tangan, menangkis, tapi dorongan tendangan itu cukup kuat untuk membuatnya terjatuh ke tanah.
brak
Sebelum sempat bangkit, Senna sudah berada di atasnya, mencoba mengunci tangannya dengan cekatan.
Rei berguling ke samping, berhasil melepaskan diri, lalu berdiri lagi dengan napas yang makin berat. Wajahnya penuh keringat dan darah.
"Rei, menyerahlah," suara Andre terdengar lebih seperti peringatan.
Rei hanya menggeleng pelan, matanya tajam. "Aku tidak akan pernah."
Konsentrasinya memuncak. Perlahan, mata Rei memancarkan cahaya biru, tubuhnya mulai memancarkan aura samar yang semakin kuat.
Dari kejauhan, Ivan yang diam-diam mengikuti mereka terkejut. "Apa yang sebenarnya terjadi... Rei?"
Dengan kecepatan yang tidak biasa, Rei menerjang Andre, menghujani pukulan demi pukulan dengan cepat.
buk
buk
buk
Andre berusaha menangkis, tapi kecepatan Rei meningkat, membuat Andre beberapa kali terkena pukulan.
Senna mencoba ikut membantu, tapi Rei sadar akan niatnya. Rei berputar cepat, melancarkan tendangan keras ke arah Senna.
wham
Senna terlempar ke belakang, jatuh di atas tanah dengan napas terengah-engah.
Andre, tidak menyerah, kembali menerjang dengan seluruh tenaganya. Gerakan mereka begitu cepat, seperti bayangan yang saling bertabrakan di tengah udara.
Ivan hanya bisa menatap dengan takjub, matanya melebar. "Rei... sebenarnya siapa kamu?"
Rei akhirnya berhasil memukul Andre mundur, membuatnya terhuyung. Andre berdiri dengan napas yang tersengal-sengal, namun sorot matanya penuh kekaguman.
"Kamu luar biasa, Rei," kata Andre sambil mengusap luka di wajahnya.
Rei menatap mereka dengan mata dingin. "Dan kalian belum melihat semuanya."
Senna bangkit, meski tubuhnya mulai goyah. Matanya memancarkan tekad yang sama, aura hijau muncul samar-samar di sekeliling tubuhnya. "Andre, kita harus menggabungkan kekuatan."
Andre mengangguk, sama-sama memancarkan energi yang lebih kuat. Mereka berdiri bersebelahan, saling menyatukan energi hingga sekeliling mereka terasa bergetar.
Rei menatap tajam, merasakan peningkatan tekanan di sekitarnya. "Teknik gabungan... Kalian benar-benar serius."
Senna dan Andre bergerak serentak, melepaskan serangan terakhir dengan energi terkonsentrasi tinggi.
Rei mengerahkan seluruh tenaganya, memusatkan energi untuk menahan serangan itu. Kedua kekuatan bertabrakan di tengah, memicu ledakan yang mengguncang tanah di sekeliling.
boom
Gelombang kejut dari ledakan itu menyapu area sekitar, membuat debu dan dedaunan berterbangan. Ivan yang berdiri di kejauhan terlempar oleh gelombang itu, jatuh ke tanah dengan mulut terbuka.
"Ugh!" teriak Ivan, terhuyung mencoba bangkit kembali.
Saat debu mulai mereda, tampak Rei berdiri dengan tubuh yang terluka, tapi tetap tegak. Sementara Andre dan Senna juga terlihat kelelahan, napas mereka tersengal-sengal.
Senna menunduk lelah, menatap Rei dengan sorot mata penuh kekaguman. "Rei... kau benar-benar kuat."
Rei tersenyum tipis, sisa-sisa tenaganya sudah hampir habis. "Kalian juga cukup kuat."
Andre mengangguk, tanda penghormatan. "Kami akan melaporkan ini pada klan. Tapi ingat, mereka tidak akan berhenti."
Rei menatap jauh, matanya dingin. "Aku sudah siap menghadapi apapun yang datang."
Andre dan Senna akhirnya berbalik, perlahan menjauh meninggalkan taman itu.
Ivan berlari mendekat, masih dengan raut wajah bingung. "Rei! Kamu baik-baik saja?"
Rei mengangguk pelan, mencoba terlihat tenang. "Ya, aku cuma butuh istirahat."
Ivan menatapnya penuh tanya. "Kamu... apa yang sebenarnya terjadi, Rei? Siapa mereka?"
Rei hanya menepuk bahu Ivan perlahan. "Maaf, Ivan. Ini bukan saatnya untuk menjelaskan semuanya."
Ivan menghela napas, kecewa tapi paham. "Baiklah... Tapi jangan lupakan, aku adalah teman mu."
Rei tersenyum tipis. "Terima kasih, Ivan. Aku tahu."
Mereka berjalan meninggalkan taman itu, meninggalkan pertanyaan yang masih menggantung di udara.
mampir juga yuk dinovelku/Smile//Good/
Itu si Hana, tolong di cekik aja Ryan nya sambil di paksa buat cerita, kalo aja mau nurut. wkwk
aku berharap banyak buat novel ini. karena author nya pandai bgtttttt merangkai kata.
semoga konfliknya semakin di perjelas bakal kemana arahnya. dan masalalu Ryan terungkap, kisah cintanya membara. Tokoh utamanya jadi org yg luar biasa di up sedemikan rupa. dan harapan2 lainnya.
Jgn lama2 up nya ya.