siapkan tisu sebelum membacanya ya geees.. cerita mengandung bawang 😅
" kamu harus menikah dengan Rayhan. Shena" ucap ibu lirih
"Kenapa harus Shena Bu? bagaimana dengan mas Arhan yang sedang berjuang untuk Shena?" aku menyentuh lembut jemari ibuku yang mulai keriput karena usia yang tidak muda lagi.
"menikahlah Shena. setidaknya demi kita semua, karena mereka banyak jasa untuk kita. kamu bisa menjadi suster juga karena jasa mereka, tidakkah ada sedikit rasa terima kasih untuk mereka Shena?"
ibuku terlihat memohon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PINDAH RUMAH
Selesai sarapan Mas Rayhan terlihat sibuk menelepon terus menerus. Sampai semua selesai kami bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Aku bingung dengan sikapnya saat ini, dia seperti peduli tapi dia juga acuh tak acuh. Aku merasa di permainkan oleh sikapnya
“Kita pergi ke rumah ku yang di kota”
“Tidak Mas, aku nggak mau sebelum anak kita ini lahir” jawabku
Dia menatapku datar. “Kamu tahu kan, sebagai istri harus bagaimana?”
Aku menunduk, sepertinya memang aku yang salah. Tidak semestinya aku menolak keinginannya. Apalagi soal tinggal bersama “Baiklah” jawabku akhirnya aku memang harus mengikuti suamiku walaupun mungkin itu terpaksa
Aku menyusun pakaianku, sedangkan dia mengobrol dengan ibunya. Barangkali dia mengatakan tentang kepergian kami setelah dari rumah sakit nanti. Aku melangkah membawa tasku mendekatinya.
“Di kota akan lebih dekat dari rumah sakit bu. Itu akan mempermudah Shena kalau mau periksa kandungannya” ucap Mas Rayhan kepada Ibu mertuaku
“Ya sudah biar Ibu yang berkunjung ke kota nanti. kalian hati – hati lah, jangan lupa untuk pemeriksaan rutin. Kehamilan Shena terlalu lemah. Ibu takut terjadi sesuatu padanya dan juga bayinya.” Ucap Ibu.
Mas Rayhan mengangguk dan berpamitan, begitupun aku. Dia membawa tas milikku, tapi dia tidak membawa apapun untuknya. Mungkin dia sudah punya baju di rumahnya.
Perjalanan kurang lebih tiga puluh menit akan kami tempuh untuk sampai ke rumah sakit. Bersyukur jalanan aspal dan jalur yang juga mudah. Selama di perjalanan aku hanya diam sedangkan dia fokus kepada kemudinya.
Setelah sampai di rumah sakit, aku langsung mengambil nomor antrian untuk melakukan pemeriksaan terhadap kandungan ku.
Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya tiba giliranku, beruntung kali ini rumah sakit tidak terlalu ramai jadi nggak perlu menunggu lama untuk antri.
Mas Rayhan menemaniku untuk bertemu dokter. Apakah dia khawatir dengan anak yang sedang aku kandung?
“Obatnya harus tetap di minum ya Bu. Bapaknya juga tolong pantau terus ya istrinya. Kandungannya lemah jadi butuh pengawasan ekstra. Jangan banyak aktivitas dulu, apalagi stres. Sebisa mungkin bapak harus menjaga kenyamanan dan mood istri bapak. Kalau ibunya stres otomatis berimbas kepada bayinya juga. Paham kan Ibu dan Bapak?”
“Iya Dok, terima kasih” jawab Mas Rayhan
Setelah keluar dari ruang dokter yang memeriksaku kami langsung menebus obat dan setelahnya kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Mas Rayhan yang ada di kota yang jaraknya lumayan jauh.
Perjalanan yang cukup jauh, tapi aku tidak memiliki sesuatu yang bisa aku makan. Aku memberanikan diri untuk memintanya membelikan sesuatu untukku.
“Mas, aku ingin makan. Anak kamu ini banyak maunya”
“Makan apa?” tanyanya
“Cemilan saja Mas” aku memperhatikan dia yang fokus menyetir. Entahlah dia mau membelikan atau tidak. Yang penting aku sudah ngomong, toh ini kewajibannya bukan?
Mas Rayhan menghentikan mobilnya di depan mini market. Dia langsung masuk tanpa mengajakku dan aku hanya bisa menunggunya di dalam mobil. Memandang suasana kota kecil ini yang belum terlalu ramai. Sampai beberapa saat Mas Rayhan kembali dengan beberapa kantong kresek belanjaan yang dia bawa.
Aku terbelalak melihat apa yang dia bawa. Bisa – bisanya dia belanja sebanyak itu. Dia meletakkan beberapa kantong kresek di jok belakang dan memberikan satu kantong kresek kepadaku.
“Terima kasih Mas” ucapku
Dia diam tak menjawab dan tak menoleh sedikitpun ke arahku. Mungkin aku tidak secantik Nayla. Sampai untuk melihatku saja dia enggan.
Aku membuka bungkusan yang berisi cake mini yang kelihatannya sangat lezat. Aku membukanya dan menikmatinya secara perlahan, rasanya memang sangat enak. Sepertinya anakku suka ngemil sampai aku tidak sadar sudah habis dua kotak cake mini itu.
“Mas, kamu-“ aku berhenti berbicara, rasanya sulit untuk bertanya lagi. walaupun hanya sekedar bertanya. Dia ingin atau tidak cake ini.
Aku kembali memandang cake di hadapanku, seandainya kami saling mencintai dan aku menyuapinya di kala dia sedang menyetir begini, bukankan itu rasanya cukup manis? Tapi..... aku sadar itu tidak akan terjadi. Aku urungkan niatku lagi, aku nggak mau berpikir terlalu berlebihan untuk hubungan kami ini.
“Ada air di kantong itu, kamu ambil saja” ucapnya tanpa menoleh ke arah ku
Aku memandang Mas Rayhan, aku mencari air di dalam kantong yang di bulang mas rayhan. Apakah dia mengira aku ingin minum?
“Kamu mau makan siang dimana?”
Aku mebpikir sejenak, tapi tatapanku malah fokus ke wajahnya. Apa dia peduli padaku, apa yang aku suka dan yang tidak aku suka.
“Shena!”
“Soto bening Mas” sahutku dengan cepat, aku nggak mau dia marah karena aku terlalu lama menajwab “Tapi kalau nggak ada. Terserah Mas saja, aku sudah mulai mau menerima semua makanan kok” sambungku
Dia tidak bergeming lagi, dan mengarahkan mobilnya ke salah satu rumah makan. Aku tertegun melihat rumah makan itu, terlihat bagus dan sangat ramai. Ini pertama kali aku masuk ke dalam rumah makan mewah. Biasanya aku makan di warung pinggir jalan waktu kuliah dulu.
Aku mengikuti langkahnya yang berjalan cepat. Perutku rasanya keram lagi, aku berhenti sejenak. Tatapanku tetap fokus dengan mas Rayhan. Sampai aku merasa enakan, aku kembali melangkah menyusulnya.
“Kenapa lama sekali?” dia berkata sedikit ketus dengan tatapan horornya itu.
“Aku nggak bisa berjalan cepat Mas. Rasanya perutku sakit dan keram” jelas ku
“Duduk!” titahnya
Aku duduk di hadapannya, memandang daftar buku menu yang dia berikan. Terlalu banyak list menunya membuatku bingung harus memilih apa.
“Shena, kamu mau yang mana?”
Aku kembali menunduk menatap list menu “Spaghetti saja” ucapku dengan yakin, karena hanya gambar itu yang membuatku tergiur.
Selesai memesan makanan, kami menunggu beberapa saat. Mungkin karena banyaknya pengunjung di restauran ini jadi agak lama kami menunggu pesanan kami. Sesekali aku memperhatikan mas Rayhan yang sedang asyik dengan ponselnya. Terlintas di kepalaku, sebenarnya apa yang dia lakukan dengan ponselnya itu?
Aku sebenarnya penasaran dengan wajah Naila. Tapi buat apa dan bagaimana aku bisa mengetahuinya?
Setelah menunggu akhirnya seorang pelayan mengantarkan makanan yang kami pesan. “Selamat menikmati Mbak, Mas” ucapnya dengan ramah sambil menghidangkan pesanan kami.
Tanpa menunggu aku langsung menikmatinya dengan sangat lahab. Aku belum pernah makan makanan seperti ini. Aku cukup senang, sebenarnya aku masih merasa kurang mungkin karena efek kehamilanku ini. Karena biasanya porsi makanku sedikit.
Aku memandang pecel lele yang di pesan Mas Rayhan, rasanya aku ingin juga. Kenapa tiba – tiba aku ingin makan apa yang dia makan?
Aku mengelus perutku dengan lembut. Berkata dalam hati agar anakku tetap tenang di dalam perutku. Mungkin dia ingin berbagi makanan dengan ayahnya atau ingin merasakan apa yang ayahnya makan.
“Maafkan Ibu ya anak, Ibu tidak bisa selalu memberikan apa yang kamu inginkan” aku berkata dalam hati, berharap anakku akan tumbuh menjadi anak yang penyabar.
Entah sampai kapan aku harus bertahan Ya Allah? Kuatkan hatiku ini Ya Robb.
paling yaah jealous 2 dikit laaah
manusiawi kok...
biar si Rayhan 'lupa' pd naila..
kini dia hrs menjaga shena, masa depan nya
apa aj itu isinya????
wkwkwk
stlh shena sembuh,
gugat cerai ajalah si Rayhan...
Kdrt pun...
hahhh.
walaupun cerai itu boleh tp ttp dibenci.Alloh....
dan shena masa depanmu..
Ray...
bisakah kamu membedakannya?
bukan berarti kamu hrs melupakan Naila...
pria bermuka dua