Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lima belas
Beberapa hari berlalu, dan kehangatan kembali menyelimuti rumah kecil Rayan. Zeline, yang sempat jatuh sakit, kini sudah benar-benar pulih. Wajah cerianya kembali menghiasi hari-hari mereka, dan gadis kecil itu sudah mulai membantu ayahnya di toko seperti biasanya.
Rayan, yang melihat putrinya kembali ceria, merasa lega. Namun, ada satu hal yang masih menghantui pikirannya, tawaran untuk zeline menjadi model sebuah brand. Setelah beberapa kali menunda, akhirnya rayan memberanikan diri menghubungi orang yang menawarkan peluang tersebut. Percakapan di telepon berlangsung singkat, namun jelas. Orang di seberang telepon segera mengatur jadwal dan menetapkan bahwa esok hari zeline harus berangkat ke kota kencana untuk bertemu dengan tim brand tersebut dan langsung melakukan pemotretan.
Rayan mengangguk setuju, meski ada sedikit kekhawatiran di hatinya. Bagaimanapun, ini adalah langkah besar bagi zeline. Setelah menutup telepon, Rayan segera berbicara dengan sania, gadis yang bekerja di tokonya.
"Sania, besok temani zeline ke kota kencana ya. Sampai di sana, hubungi rahma agar dia bisa menemani kalian saat bertemu dengan orang yang menawarkan pekerjaan ini," ucapnya dengan nada penuh kepercayaan.
Sania mengangguk, menunjukkan rasa tanggung jawabnya. "Baik bang rayan. Jangan khawatir, Zeline ada di tangan yang aman," jawabnya meyakinkan.
Rayan tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. Esok akan menjadi hari besar bagi zeline, dan ia tahu putrinya akan menghadapi semuanya dengan baik. Tapi tetap saja, di lubuk hatinya, Rayan tidak bisa menghilangkan perasaan cemas itu, perasaan seorang ayah yang selalu ingin melindungi putrinya dari segala hal yang tidak pasti.
🦋🦋
Hari ini menjadi momen yang istimewa bagi rai. Lagu terbarunya akhirnya dirilis, sebuah karya yang sangat personal dan penuh emosional. Lagu tersebut bercerita tentang cinta seorang ibu kepada anaknya, sebuah tema yang sangat dekat di hati Rai. Ia merasa bahwa lagu ini adalah cara terbaik untuk mencurahkan segala kerinduan dan kasih sayang terhadap anaknya.
Dengan senyum kecil di wajah, Rai membagikan kabar baik ini melalui Instagram story dan Twitter, tidak lupa mencantumkan link YouTube bagi penggemar yang ingin mendengarkannya. "Lagu ini untuk semua ibu dan anak di luar sana " tulisnya singkat namun penuh makna.
Ketika lagu itu mulai diputar, banyak penggemar yang tersentuh. Lirik-lirik yang penuh kerinduan, ditambah melodi yang indah, menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Beberapa penggemar bahkan membagikan pengalaman mereka di media sosial, menceritakan betapa lagu tersebut membuat mereka menangis karena begitu dalamnya makna cinta seorang ibu yang digambarkan dalam lagu.
Diiringi model dari artis lain dalam video musiknya, Rai berhasil menghadirkan sebuah karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menyentuh secara emosional. Setiap bait lirik seolah menjadi jembatan bagi rai untuk merangkul kenangan dan kerinduannya kepada sang anak.
Rai kembali tersenyum, merasa puas dan lega bahwa pesan cintanya sampai kepada para pendengar. Lagu ini bukan hanya untuk para penggemarnya, tetapi juga untuk dirinya sendiri, sebagai cara untuk melepaskan segala rasa yang tertahan selama ini. Dan melihat begitu banyak orang yang tersentuh, ia tahu bahwa lagu ini telah mencapai tujuannya.
-
-
Toko sedang sepi, hanya suara lembut angin yang berdesir di luar. Di balik meja kasir, Rayan duduk dengan ponsel di tangannya. Ia baru saja menerima pemberitahuan tentang lagu terbaru rai. Dengan sedikit ragu, ia membuka video musik yang baru dirilis oleh istrinya. Wajah rai muncul di layar, suaranya yang lembut dan penuh emosional memenuhi tempat rayan berada.
Lagu itu, penuh dengan cinta seorang ibu pada anaknya, menggugah sesuatu yang dalam di hati rayan. Saat menonton, Rayan merasakan perasaan yang kompleks menyeruak. Ia tahu betapa pedihnya dipisahkan dari orang yang dicintai, namun rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan apa yang mungkin dirasakan rai. Rai, seorang ibu, dipisahkan secara paksa dari anaknya. Itu adalah luka yang jauh lebih dalam, luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
Setiap lirik yang rai nyanyikan seolah menggores perasaannya. Hatinya ikut tersentuh, terhimpit oleh kenyataan pahit yang selama ini di sembunyikan. Rayan tahu, meski rai tak pernah mengetahuinya, bahwa pelaku utama di balik pemisahan ini adalah ibunya sendiri. Kenyataan itu seperti beban yang terus memburu pikirannya.
Rayan menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca, namun tak ada air mata yang tumpah. Ia tahu, meski lagu ini menyentuh hatinya, itu hanyalah sebagian kecil dari penderitaan yang rai alami. Lagu itu adalah curahan hati rai, namun di balik nada-nada indah itu tersembunyi kerinduan yang mendalam dan perasaan hancur yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Rayan menutup video musik itu, namun perasaan berat di dadanya masih tertinggal. Ia berharap suatu hari bisa memperbaiki semua ini untuk rai, untuk zeline, dan mungkin juga untuk dirinya sendiri.
🦋🦋
Esok harinya, Pagi yang cerah menyambut perjalanan sania dan zeline menuju Kota kencana. Dengan motor yang melaju tenang, angin segar menyapa wajah mereka di sepanjang perjalanan. Jarak dua jam bukanlah sesuatu yang asing bagi sania, yang sudah biasa bolak-balik ke kota itu karena beberapa keluarganya memang tinggal di sana. Zeline duduk tenang di depan, Meski usianya masih belia, Zeline tampak bersemangat. Hari ini adalah hari penting bagi gadis kecil itu.
Sampai di kota kencana, Sania langsung mengarahkan motor menuju rumah rahma, sesuai pesan yang sebelumnya diterima. Rahma sudah menunggu di depan rumah, tersenyum menyambut kedatangan mereka. Sesampainya di sana, Rahma mengajak mereka masuk dan menyuruh zeline untuk mandi, mempersiapkan diri sebelum menuju lokasi pemotretan. Sania membuka tasnya, mengeluarkan pakaian yang sudah ia bawa khusus untuk zeline, pakaian yang dipilih dengan hati-hati agar zeline terlihat rapi dan siap tampil di depan kamera.
Setelah mandi, Zeline mengenakan pakaian itu, tampil dengan wajah segar dan ceria. Sania dan Rahma membantu menyisir rambutnya, memastikan setiap helai rambut tertata rapi. Zeline berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan sedikit senyum malu-malu, tapi sorot matanya penuh rasa ingin tahu akan pengalaman baru yang menantinya.
Rahma mengajak mereka semua naik ke dalam mobilnya. Zeline duduk di samping putri Rahma, Nesya dan mobil pun melaju menuju lokasi pemotretan, dengan rahma di kursi kemudi dan sania di sampingnya. Hati Rahma dan sania berdebar ini adalah awal dari sesuatu yang besar untuk zeline, dan mereka tak sabar untuk melihat bagaimana hari ini akan berjalan.
Sesampainya di tempat pemotretan, Rahma dan Sania turun dari mobil dengan penuh antusias, membawa zeline yang tampak cantik dengan pakaian rapi. Rahma menggendong putrinya, sementara mereka bertiga berjalan menuju pintu masuk gedung. Aura gedung itu terasa megah, tetapi tidak ada yang dapat menyiapkan mereka untuk kejutan yang menanti di dalam.
Begitu mereka melangkah masuk, Rahma dan sania langsung terpaku, mata mereka membelalak tak percaya. Di sana, di tengah persiapan pemotretan, berdiri sosok yang sangat familiar bagi mereka, Rai. Artis yang menjadi idola banyak orang, yang tak lain adalah sosok yang pernah rahma rawat ketika hamil dulu. Tatapan Rai yang awalnya penuh konsentrasi pada kegiatan di sekitarnya tiba-tiba berubah saat melihat Rahma. Wajahnya seketika menyiratkan keterkejutan. Rai berhenti di tempat, matanya terpaku pada Rahma, lalu perlahan menelusuri wajah Sania yang berada di samping Rahma, hingga akhirnya jatuh pada zeline, gadis kecil yang berdiri tenang di antara kedua wanita itu.
“Hai kak rahma ” sapa rai, suaranya lembut namun penuh kejutan. Ia berjalan mendekat, lalu mengalihkan pandangannya ke sania yang berdiri di sebelah rahma, penasaran.
“Siapa dia kak?” tanya Rai sambil tersenyum.
Rahma sedikit gugup, namun ia segera menjawab, “Ini adikku, sania ” ia menoleh sebentar ke arah sania, lalu melanjutkan, “dan ini keponakan kami ” ucapnya sambil menunduk sedikit ke arah zeline, yang tersenyum kecil, seolah tidak menyadari betapa istimewanya pertemuan ini.
Rai mengangguk, memperhatikan zeline dengan seksama. Ada sesuatu dalam sorot matanya campuran rasa kagum, haru, dan ketertarikan. Namun, ia tidak bertanya lebih jauh. Rai tersenyum lagi, lebih hangat kali ini, sebelum melangkah kembali ke arah dina, managernya, menuju ruang persiapan.
Saat Rahma hendak melangkah masuk lebih jauh ke dalam gedung, tiba-tiba sania menahan tangannya. Mata sania tampak berkaca-kaca, suaranya hampir tak terdengar ketika ia berbisik, "Kak Rahma, dia, Zeline." Ada getaran dalam suaranya, seolah tak kuasa menahan emosional yang mendadak membuncah di dadanya. Rahma menatap sania, paham sepenuhnya apa yang sania maksudkan. Ia mengangguk pelan, matanya menunjukkan kesadaran yang sama.
"Aku tau apa maksudmu sania " jawab rahma dengan suara tenang, namun ada kepedihan yang tersembunyi di balik nada bicaranya.
Tanpa berkata lebih lanjut, Rahma, Sania, dan zeline melangkah masuk ke dalam. Masing-masing membawa beban pikiran, namun mereka harus tetap fokus pada hari penting ini untuk zeline. Namun, Sania tak bisa sepenuhnya mengalihkan perhatiannya dari sosok rai yang sedang sibuk bersiap di sisi lain ruangan. Tatapan Sania terus mengintip ke arah rai, seolah hatinya ingin berteriak, ingin mendekat dan mengatakan..
"Kak rai, kami datang bersama anak kamu." Namun kata-kata itu terasa tak mungkin diucapkan. Terlalu banyak hal yang tak bisa dijelaskan, terlalu banyak luka yang belum tersembuhkan.
Sania menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu, pertemuan ini bukanlah tempat atau waktu untuk mengungkapkan kebenaran. Dengan tangan sedikit gemetar, Sania mengeluarkan ponselnya. Ia fokus pada zeline yang mulai dipersiapkan untuk pemotretan. Sania merekam setiap momen, memperhatikan betapa antusiasnya zeline dengan semua yang terjadi di sekelilingnya. Senyumnya ceria, wajahnya berseri-seri, dan sania pun merasa sedikit lega melihat kebahagiaan di wajah gadis kecil itu.
Video yang direkamnya ini akan ia bagikan kepada rayan nanti di grup chat mereka. Meskipun di dalam hati sania ingin lebih dari sekadar merekam.