Follow My IG : @mae_jer23
Geyara, gadis kampung berusia dua puluh tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Cullen. Salah satu keluarga terkaya di kota.
Pada suatu malam, ia harus rela keperawanannya di renggut oleh anak dari sang majikan.
"Tuan muda, jangan begini. Saya mohon, ahh ..."
"Kau sudah kupilih sebagai pelayan ranjangku, tidak boleh menolak." laki-laki itu terus menggerakkan jarinya sesuka hati di tempat yang dia inginkan.
Tiga bulan setelah hari itu Geyara hamil. Masalah makin besar ketika mama Darren mengetahui sang pembantu di hamili oleh sang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telah tersentuh
Yara berlari masuk ke kamar pembantu dan menangis tersedu-sedu. Ia tidak pernah dilecehkan seperti tadi, tidak pernah bertemu dengan laki-laki brengsek seperti anak majikannya. Dan yang paling membuat Yara menyesal adalah, ia menikmatinya juga.
Kenapa? Kenapa begitu? Harusnya dia berteriak meminta tolong. Namun yang dia lakukan tadi malah mende-sah.
"Yara, kamu kenapa?" Lusi, pembantu yang hendak membersihkan kamar Darren dengannya tadi mendekati Yara. Ia heran melihat gadis itu menangis.
Yara cepat-cepat menyeka air matanya.
"Ng ... Nggak, nggak apa-apa." sahutnya. Ia tidak bisa cerita ke Lusi tentang kejadian tidak menyenangkan yang baru saja di alaminya di lantai atas. Apalagi Darren sudah mengancamnya.
Kalau video itu tersebar, yang hancur bukan hanya dia. Tapi keluarganya juga. Tunangannya juga. Mau bilang apa coba dia sama keluarganya?
"Kalo tidak ada apa-apa kenapa kamu nangis-nangis begitu? Apa tuan muda Darren bentak kamu karena tidak tidak kerja sesuai keinginannya? Apa kamu sentuh barang-barang yang dilarang sama pria itu?" Lusi mulai mengira-ngira. Selama dia kerja di rumah ini, anak majikan mereka itu memang tidak pernah senang kalau ada pembantu yang menyentuh barang-barang dikamarnya. Apalagi barang-barangnya yang ada di atas meja. Pokoknya tidak ada satupun yang boleh menyentuh barang-barangnya atas ijin dia.
Lusi lupa bilang ke Yara tadi agar gadis itu tahu kalau meja tuan muda mereka paling di larang untuk di sentuh barang-barangnya.
Geyara tidak menjawab. Pikirannya sekarang masih kacau. Tapi dengan diamnya, Lusi justru semakin yakin kalau alasan gadis itu menangis persis seperti yang dia pikirkan sekarang.
"Ya sudah, anggap saja itu pelajaran buat kamu. Kamu masih baru di sini jadi membuat kesalahan seperti itu masih wajar. Jangan nangis lagi, nyonya besar nggak suka liat ada pembantu yang nangis-nangis." kata Lusi lagi.
Perkataannya tidak membantu Yara sama sekali. Yang ada di pikiran Yara sekarang ini adalah ia ingin pulang secepatnya dan tidak kembali lagi ke tempat ini. Walau pria tadi sudah melecehkannya, tapi keperawanannya belum direnggut, ia masih suci. Lebih baik kabur saja sekarang. Setelah Lusi keluar ia cepat-cepat mengepak semua barang-barangnya.
Kalau kau tidak ingin video tadi sampai pada keluarga dan tunanganmu, kau harus menuruti semua keinginanku.
Tiba-tiba kata-kata Darren tadi terngiang kembali di kepalanya. Membuatnya menarik nafas galau. Gadis itu berpikir keras. Cukup lama ia berpikir lalu akhirnya ia mendapatkan sebuah ide. Yara keluar dari kamar dan menemui kepala pelayan. Setelah dapat ijin, ia pun keluar dari rumah besar tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Yara, kenapa kembali? Memangnya di rumah tempat kamu bekerja di ijinin pembantunya sering pulang-pulang?" seorang wanita yang tiga tahun lebih tua dari Geyara bertanya. Harusnya dia sudah selesai kuliah tahun ini, tapi karena pernah cuti setahun dia masih berstatus mahasiswi.
Namanya Tini, kakak kandung dari Geyara namun keduanya memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Tini memiliki gaya hidup kelas atas. Selalu berpakaian serba mewah. Ia malu teman-teman kampusnya mengetahui kalau dia hanyalah perempuan yang lahir dari keluarga pas-pasan di sebuah perkampungan terpencil. Sedangkan Geyara amat sangat sederhana. Bahkan bahasa kasarnya anak kampung yang miskin.
Demi mencapai tujuan hidup yang dia inginkan, Tini memaksa Yara keluar dari desa mereka dan dengannya untuk bekerja di kota. Berbagai alasan ia bilang agar supaya sang adik memenuhi seluruh keinginannya. Ia bahkan memakai kesalahan masa lalu adiknya biar sang adik rela bekerja untuknya.
"Aku lagi nggak enak badan kak." jawab Yara beralasan.
"Nggak enak badan? Wajah kamu segar begitu. Jangan pakai alasan nggak enak badan Yara. Kamu tahu kakak sebentar lagi mau masuk semester baru kan? Harus bayar SPP lagi dan biaya lain-lain. Belum lagi mau urus magang dan biaya transportasi sana-sini. Kamu sendiri tahu SPP kakak nggak main-main. penghasilan papa dan mama nggak cukup, makanya kakak andelin kamu kerja. Jadi kamu harus kerja yang rajin. Kakak udah bela-belain loh buang malu minta tolong teman baik kakak cariin tempat kerja yang gajinya tinggi buat kamu. Jaman sekarang mana ada pembantu yang gajinya di atas delapan juta perbulan. Sudah gitu masuk kerja lima hari doang lagi dalam seminggu. Pokoknya kamu harus kerja yang bener, kakak nggak mau ya sampai kamu di pecat dan ngehancurin masa depan kakak. Kakak itu kuliah buat keluarga kita juga. Kalau kakak berhasil, derajat kita diangkat. Kamu juga yang seneng." kata Tini panjang kali lebar.
Yara sudah bosan mendengar kalimat-kalimat wanita itu yang selalu sama berulang kali, tapi mau bagaimana lagi. Dari dulu dia selalu penurut sama keluarga, apalagi dia anak bungsu dan pernah membuat sang kakak koma dua bulan akibat kelalaiannya tak sengaja mendorong kakaknya hingga Tini tertabrak mobil. Karena alasan itulah Yara selalu tidak bisa melawan kakaknya.
"Kak, mm ... Bi ... bisa nggak aku ganti tempat kerja aja?" Yara mengatakan kalimat tersebut dengan takut-takut.
"Ganti tempat kerja? Nggak ada, nggak ada! Kakak dengar dari teman kakak, rumah tempat kamu bekerja itu adalah rumahnya salah satu keluarga terkaya di negara kita. Gaji kamu juga tinggi banget di sana. Kerja aja yang rajin di sana, jangan pernah pindah apalagi kalau sampai di pecat. Ngerti?"
"Tapi aku,"
"Jangan banyak alasan Yara. Sudah, kakak mau masuk. Ingat, besok kamu harus kembali bekerja. Nggak ada alasan apapun."
Tini masuk ke kamarnya habis mengatakan itu. Yara menghembuskan napasnya berat. Bagaimana ini? Dia harus beralasan apa lagi?
Dia memang sangat bodoh karena tidak bisa menolak perintah kakaknya. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai adik yang sudah membuat kakaknya banyak menderita di masa muda mereka, ia harus rela menebusnya sekarang.
Tapi bagaimana kalau tuan muda Darren melecehkan aku lagi seperti kemarin?
Yara merinding saat mengingat kejadian yang terjadi di dalam kamar anak majikannya. Padahal wajahnya tampan begitu, tapi langsung jatuh di mata Yara karena ternyata ia hanyalah seorang laki-laki brengsek.
Yara mengambil ponselnya dan membuka galeri. Menatap ke foto seorang pria yang wajahnya lumayan meski tidak setampan anak majikannya. Namanya Irgo, tunangannya di kampung. Yara mengusap-usap wajah dalam layar tersebut.
"Maafin aku mas, aku nggak bisa jagain tubuhku. Apa kalau aku jujur mas bakal maafin aku?" gumamnya lalu menangis. Ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Di kosan ini, dia ditekan oleh kakaknya. Sementara di tempat dia kerja, harus menghadapi laki-laki brengsek itu.