Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 - Kuat LDR?
Sepanjang Haura melakukan rutinitasnya menyapa para penggemar di sosial media, Ervano sama sekali tidak berniat untuk menampakkan dirinya. Sadar jika nekat mendekat kemungkinan diusir, pria itu memilih duduk di tempat yang lain untuk bersantai dan menikmati sejuknya udara siang ini.
Siapa sangka, sikapnya yang begitu justru membuat Haura salah paham. Setelah cukup lama dan puas berbagi cerita bersama para penduduk bumi yang mengkhawatirkan keadaannya, Haura mengakhiri siaran langsung tersebut dan mendekat Ervano dengan langkah panjang.
Disertai dengan hentakan ala wanita emosian yang tengah tersinggung berat, Haura kini berkacak pinggang di hadapan Ervano hingga pria itu mengerjap pelan.
"Kenapa?" tanya Ervano baik-baik, sudah tentu dia bersiap dengan posisi andai Haura melancarkan serangan tak terduga ke arahnya.
Belum segera menjawab, Haura dengan gaya sok preman seperti biasa masih menatap tajam suaminya. "Dasar pengecut."
"Heuh?" Ervano terperanjat kaget.
Firasatnya mulai tidak enak, kembali dia mengingat-ingat barangkali memang sempat salah bertindak. Akan tetapi, mau bagaimana pun Ervano mengingatnya, tetap saja aneh.
Kecurigaannya berlanjut, Ervano kini menduga bahwa Haura mulai termakan hasutan sewaktu melakukan siaran langsung. Entah dari siapa, Ervano kurang tahu juga.
"Kamu kenapa? Ada masalah?"
"Kenapa ngumpet-ngumpet? Takut ketahuan ya sama istri pertamanya?" Tanpa basa-basi, Haura melayangkan tuduhan yang berhasil membuat Ervano menepuk keningnya.
Benar-benar tidak terduga, sama sekali dia tak terpikirkan bahwa Haura akan mengutarakan hal semacam itu padanya.
"Maksud kamu apa, Ra?" tanya Ervano terdengar lesu saking pasrahnya.
"Ish pakai acara pura-pura bodoh segala ... aku tahu isi otak kamu ya."
"Yang mana? Coba katakan yang mana? Hem?" Ervano berdiri seolah menantang sang istri yang memang sudah menabuh genderang perang sejak tadi.
"Yang tadi aku bilang, ngumpet-ngumpet ... dari tadi aku perhatikan, beraninya cuma mantau dari jauh ... pasti karena takut keciduk netizen terus disampaikan ke istrinya, 'kan?" cerocos Haura dengan suara lantangnya.
Ervano yang menghindarinya hanya demi kenyamanan Haura sendiri jelas saja tidak terima. Tuduhan Haura terlalu menyudutkan dan tidak sesuai fakta menurutnya.
"Sekarang gini, kalau pertanyaannya dibalik bagaimana?"
"Hah? Dibalik gimana maksudnya?"
"Jika sampai penggemarmu tahu aku suamimu bagaimana? Kamu baik-baik saja? Siap dikejar media dan wartawan yang ingin tahu kehidupan pribadimu?" tanya Ervano menatap Haura serius.
Sontak pertanyaan itu membuat Haura gelagapan, tampak bingung dan panik secara bersamaan. "I-itu sih ...."
"Takut, 'kan? Kamu tidak siap, bahkan akunmu masih dipenuhi unggahan bersama Ray ... aku rasa kamu sendiri yang panik andai aku muncul, Ra," papar Ervano kemudian duduk kembali dan merasa tidak perlu dibesar-besarkan masalah ini.
Rasanya jawaban itu sudah cukup, karena memang benar adanya Ervano sengaja bersembunyi agar kehadirannya tidak diketahui demi kebaikan Haura juga.
Akan tetapi, Haura yang belum puas akan jawaban Ervano masih terus menuntut penjelasan dan kini sengaja duduk di sisi Ervano padahal menyisakan tempat tidak sampai dua jengkal.
"Selain itu, apa alasan lainnya?"
"Itu saja, kalau tidak memikirkan kebaikanmu sudah dari tadi aku mondar-mandir di belakangmu," jawab Ervano masih tetap lembut meski dengan mata yang terlihat malas lantaran kesal dituduh sekejam itu.
"Ah masa? Bukan karena ketahuan istri pertamanya nih?" tanya Haura terdengar menggoda, padahal biasa saja sebenernya.
Ervano mengangguk, tanpa kebohongan dan memang jawaban itu sudah sejujur-jujurnya. "Aku tidak takut untuk itu, Ra."
"Kok bisa? Bukannya kalau laki-laki nikah lagi itu takut ketahuan ya?"
"Kalau tidak dikasih izin mungkin, beda cerita kalau diizinkan."
"Hah? I-ini maksudnya gimana sih? Masa diizinin nikah lagi oleh istrinya?" Dahi Haura berkerut seketika lantaran bingung dengan konsep pernikahan mereka.
Ervano beralih menatap Haura sesaat, dapat dia lihat sebingung apa istrinya saat ini. "Kenapa? Aneh ya?"
"Iyalah, pernikahan macam apa itu? Masa diizinkan nikah lagi?"
"Ehm, apa ya istilahnya ... Open marriage," jawab Ervano semakin membuat Haura mengurut dada.
"Iya aku tahu istilahnya, cuma maksudku bagaimana bisa? Orang gila mana yang rela suaminya menjalin hubungan dengan wanita lain?"
Haura hanya bingung dengan konsep pernikahan Ervano bersama Sofia. Akan tetapi, pria itu justru mendengar dengan melibatkan hati hingga membuatnya salah memahami.
Terlalu percaya diri dan lagi-lagi mengira bahwa Haura tidak sudi andai dirinya sampai menjalin hubungan dengan wanita lain. Alhasil, senyum Ervano mulai salah tingkah dan wajahnya tampak bersemu merah.
"Aih? Mas kenapa?"
Deg
Jantung Ervano berdegup semakin kencang tatkala mendengar Haura memanggilnya. Belum tuntas salah tingkah yang tadi, kini justru ditambah hingga semakin menjadi-jadi.
"Ih dasar aneh, kenapa sih? Tadi senyum-senyum sekarang ketawa ... yang ngelawak siapa coba?"
"Ha-ha-ha, tidak ... kamu lucu, mubazir kalau tidak tertawa," jawab Ervano kemudian terpaksa mengakhiri gelak tawa lantaran sang istri mulai tak terima.
.
.
Usai membahas sekilas kehidupan pernikahan Ervano yang sebenarnya tidak begitu ingin Haura ketahui, mereka duduk berdampingan dengan arah pandang yang sama.
Sejenak melupakan masalah dan cikal bakal mereka dipersatukan di tempat ini, Haura mencoba untuk menerima sebagaimana pesan sang mama yang terus datang kepadanya berkali-kali.
"Ra," panggil Ervano mengalihkan perhatian Haura sejenak.
"Iya? Kenapa?"
Sedikit malu Ervano untuk bertanya, tapi dia penasaran sekali. "Ehm, kamu manggil aku apa tadi?"
Kejadiannya sudah berlalu beberapa jam lalu, tapi Ervano masih saja dibuat penasaran sampai ingin memastikan sekali lagi.
Haura yang sebenarnya tidak sengaja agak sedikit malu karena jujur saja, dia berharap Ervano tak sadar akan hal itu.
Nyatanya justru dibahas hingga dia mencari jawaban yang tepat agar tidak terpojokkan di hadapan sang suami.
"Yang mana?" tanya Haura berlagak lupa, padahal tahu betul kemana arah pertanyaan Ervano.
"Ya tadi, Mas? Iya, 'kan?"
"Oh, itu," sahutnya sembari menggaruk leher yang tak gatal. "Iya, kenapa memangnya?"
"Tanya saja, memastikan khawatir salah dengar," jelas Ervano kemudian.
"Hem, tidak salah ... Mama yang nyuruh, aku nurut saja," ucapnya beralasan dan menyeret nama sang mama yang kemungkinan tengah tersedak lantaran namanya dibawa-bawa.
"Oh, begitu." Ervano mengangguk pelan.
Sekalipun memang benar Haura melakukannya demi mengikuti perintah sang mama, Ervano sama sekali tidak masalah.
Terlalu lancang juga dia jika berharap Haura melakukannya atas kehendak hati.
"Oh iya, kamu pulangnya kapan?"
"Pulang kemana?"
"Kok nanya, kan tadi istrinya nyuruh pulang ... lusa harus makan malam," jelas Haura sedikit penuh penekanan lantaran Ervano lagi-lagi berlagak pikun, atau memang pikun sebenarnya.
"Oh, besok mungkin ... atau lusa, nanti deh diatur."
Haura mengangguk mengerti, agak sedikit kurang kerjaan sebenarnya dia bertanya begini. Jika bukan karena demi mengalihkan pembicaraan, malas sekali sebenarnya.
"Kamu mau ikut?"
"Tidak, aku mau di sini saja kalau boleh ... kalau tidak aku akan balik ke Hotel, masih betah di Bali soalnya," jawab Haura tanpa ditutup-tutupi.
Seakan tidak punya energi untuk kembali ke Jakarta, Haura masih ingin menenangkan diri di tempat ini untuk waktu yang sangat lama.
"Boleh, jadi fiks tidak ikut!?"
"Tidak, aku di sini saja pokoknya."
"Baiklah, tapi memangnya kamu kuat LDR?" tanya Ervano sukses membuat Haura susah payah meneguk salivanya.
Pertanyaan Ervano sudah seperti pasangan yang sudah lama menjalin hubungan dengannya. "Ha-ha-ha pertanyaannya ada-ada saja, jelas kuatlah."
"Ouh, aku tidak soalnya," ungkap Ervano tanpa melepaskan Haura dari pandangannya.
"Heih? Bilang apa barusan?"
.
.
- To Be Continued -
Last eps hari ini, see you esok hari semoga masih dinanti ... Bye-bye ❣️
dan Sukses selalu thor....