Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1.
Shima mengepalkan tangannya kuat-kuat, saat melihat Deril menghalangi langkahnya, di koridor rumah sakit besar di Surala.
Hari itu cuaca sedang panas-panasnya dan Shima baru saja mendapatkan hasil laboratorium pemeriksaan kesehatannya. Dia telah melakukan konoskopi seminggu yang lalu, dan baru hari ini dia bisa melihat hasil biopsi-nya di ruangan Dokter Regan.
Dia hendak menuju ruangan Dokter Regan, saat berpapasan dengan Deril. Suaminya itu bersikap kekanak-kanakan setelah lama tidak bertemu. Mereka memang sudah tidak lagi tinggal dalam satu rumah selama satu tahun. Namun, bukan berarti laki-laki itu berhenti mengganggu.
“Deril, jangan menghalangi jalan orang, minggir!” kata Shima dengan tegas, sikapnya berubah sedikit acuh. Dia begitu bukan secara instan tapi, karena terlalu lama menyimpan sakit hati yang teramat dalam.
Deril menatap Shima dari ujung kaki sampai ujung rambut sekilas, setelah itu dia memalingkan muka dan menyeringai, sangat meremehkan.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” katanya.
“Bukan urusanmu!” sahut Shima seraya mendorong tubuh Deril dari hadapannya.
“Apa ayahmu masih belum mati?”
Shima mendongak untuk menatap wajah Deril yang cuek dan datar, seolah ucapannya barusan tidak menyakiti siapa pun. Dia mengatakan kematian Wisra Panjala – ayah Shima, seolah mengomentari rasa masakan di meja makan.
Naif.
Hati Shima masih terluka karena perbuatan Deril dua tahun yang lalu, dan sekarang luka yang masih basah itu kembali disayat dengan sembilu. Perih, tapi yang mengalir dari luka itu bukanlah darah, melainkan air mata dan hampir setiap malam selalu berderai di pipinya.
“Kenapa memangnya, apa kamu kecewa? Sayangnya Ayah masih hidup, kamu benar-benar gak tahu malu ngomong seperti itu!” ujar Shima kesal.
Dia heran melihat suaminya itu berdiri di hadapannya. Padahal, sesaat yang lalu dia melihat Deril berjalan, dengan menggandeng tangan Karina – wanita yang selama ini dimanjakan melebihi pasangannya sendiri.
Deril tidak malu lagi, menunjukkan kedekatannya dengan wanita yang bukan istrinya itu, di depan umum.
Berbeda dengan kelakuan mereka dua tahun yang lalu, jika Deril ingin bersama dengan Karina, masih sembunyi-sembunyi dari Shima. Namun, sekarang sepertinya mereka sudah lebih berani.
Sebenarnya, Shima sudah mengajukan surat cerai, dengan maksud memberikan kebebasan pada sang suami kalau mau menikah lagi. Biar tidak perlu lagi menutupi hubungan terlarang itu. Namun, Deril membakar suratnya.
“Kamu juga gak malu punya Ayah seperti Wisra!”
“Deril, sudah berapa kali aku bilang kalau kamu salah menilai Ayahku! Dia bukan orang seperti yang kamu tuduhkan itu, Ayahku orang yang bersih!”
“Percaya diri sekali kamu!”
Shima menyunggingkan senyum tipis, percuma menjelaskan kebenaran pada orang yang tidak membutuhkannya.
Dia berjalan melewati Deril, sambil berkata, “Kalau begitu, tandatangani surat cerainya, agar kamu bebas dari orang seperti aku dan ayahku!”
Shimawinara, seorang wanita berparas ayu yang biasa dipanggil Shima, pergi ke rumah sakit itu untuk mengambil hasil tes kesehatannya. Sementara, Deril datang untuk menemani Karina, memeriksakan anaknya.
Langkah Shima sudah dekat dengan ruangan Dokter Regan, di mana dia akan konsultasi tentang penyakitnya. Namun, dia melihat adegan mesra antara Deril dan Karina – adegan yang seharusnya tidak dilihatnya.
Karina mendorong kereta bayi dengan lembut, sementara Deril merangkul bahunya. Mereka saling menatap penuh arti dan berbincang tentang kesehatan si bayi, sambil melangkah pergi.
Dalam hati Shima bertekad hari itu juga harus berhasil mendapatkan tanda tangan Deril pada, surat cerai mereka. Dia, ingin segera memutuskan hubungan pernikahan dengan suaminya.
Semut pun akan menggigit kalau terus menerus diganggu bukan? Dia sudah muak diabaikan oleh Deril selama dua tahun dan melihat pemandangan yang menyakitkan tadi, perasaannya menjadi lebih sakit lagi.
Dahulu, Shima sangat mencintai Deril, tapi telah berubah benci. Sekarang dia tidak memiliki perasaan yang sama seperti dulu lagi. Perbedaan antara cinta dan benci itu ternyata tipis sekali.
Sebelum berbelok, Deril menatap ke belakang dengan tajam, sambil memasukkan dua tangan ke saku celana. Dia terlihat angkuh dan melirik ke satu arah sekilas, tidak jelas apakah dia melihat Shima atau tidak. Pada akhirnya pria itu memasuki ruang spesialis anak.
Shima dan semua keluarganya tahu bahwa,Karina adalah kakak ipar mereka. Suami Karina, Ganiarta, meninggal dunia dalam sebuah kejadian, dua tahun yang lalu. Saat itu Karina tengah hamil muda. Deril menjadi sangat perhatian padanya.
Terlebih lagi, menurut cerita orang, Deril dan Karina juga teman sekolah. Jadi, wajar sekali kalau sekarang mereka begitu akrab.
Anak yang bersama mereka, adalah benih Ganiarta yang lahir bertepatan dengan keguguran yang dialami Shima. Sekarang usianya bayi itu sudah hampir satu tahun. Kalau saja Shima tidak keguguran, maka sekarang dia sudah punya anak juga.
Saat melihat Karina dan bayinya, hati Shima seperti direnggut dari tempatnya secara paksa, sakit sekali rasanya. Seperti ada ribuan duri yang menghunjam di dadanya. Sementara dirinya berada di pinggir jurang yang menganga.
Sejak hidup terpisah dari Deril, Shima selalu berusaha untuk melupakan kejadian setahun yang lalu, dan memaafkan suaminya. Namun, hasilnya tetap saja nihil. Hatinya masih diselimuti rasa benci dan sedih.
Deril sudah bersalah! Laki-laki itu menuduh Ayah Shima yang sedang koma sembarangan. Lalu, berselingkuh dengan kakak iparnya. Deril juga tidak segera menolongnya, saat dia jatuh hingga menyebabkan keguguran.
Kesalahan Deril di mata Shima sangat besar dan sekarang nama Deril akan segara menjadi masa lalunya.
Meskipun melupakan masa lalu tidak semudah melupakan PR di sekolah, tapi dia sudah menghapus sedikit demi sedikit wajah Deril di dinding hatinya.
Semakin besar usaha seseorang melupakan masa lalunya, maka akan semakin tersiksa dan selama setahun ini dia sudah merasakannya.
Shima akhirnya bisa masuk ke ruangan Dokter Regan setelah perasaannya tenang. Pria itu teman sekolah Shima yang telah sukses meraih masa depannya dengan gemilang. Walaupun, Regan pernah menyatakan perasaan cinta pada Shima, tapi sekarang terasa biasa saja.
“Bagaimana hasil pemeriksaanku, Dokter?” kata Shima, begitu duduk di hadapan Regan.
“Shima, ini gak bagus sama sekali, dari hasil biopsi ini, kamu punya kanker usus stadium tiga, itu artinya kamu harus dirawat dan operasi!” jawab Regan, sambil menyodorkan sebuah map berwarna biru di atas meja.
“Shima! Kamu harus opname beberapa hari untuk observasi dan perawatan kesehatan, biar bisa sembuh!” katanya lagi.
Sudah sejak kemarin hasil biopsi itu berada di tangannya. Itu pun karena dia berhasil memaksa Shina melakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada tubuhnya.
Awalnya Regan khawatir dan curiga dengan kesehatan Shima. Daya tahan tubuh gadis itu sangat jelek, beberapa kali sudah dia tiba-tiba pingsan di hadapannya.
Kebetulan saja Regan ada di dekatnya, saat mereka sedang berada di ruang ICU, untuk melihat Wisra yang masih dalam keadaan koma.
Shima tertegun menatap Regan dan map di atas meja, dia nyaris tak percaya. Dia tidak menyangka penyakit seperti itu bisa hinggap di tubuhnya.
Dahulu, dia pernah punya keinginan kuliah di jurusan kedokteran. Semangatnya sangat tinggi ingin menangani penyakit-penyakit mematikan seperti ini. Namun, sekarang dia yang ternyata merasakannya sendiri.
Ironis.
“Regan, apa ini hukuman untukku?!” katanya tanpa ekspresi. Tangannya di bawah meja tengah memilin ujung jilbabnya. Hatinya sedikit gelisah, tapi tidak menunjukkannya sama sekali.
Ayahnya koma karena karena peristiwa kebakaran di pabrik, sejak setahun yang lalu. Masa iya, dia harus di rawat juga di tempat yang sama.
Itu sepertinya sangat ... tidak mungkin. Biayanya akan sangat besar.
“Kamu ini bicara apa? Jangan seperti orang yang gak ngerti soal agama saja, Tuhan tidak akan menghukum mu dengan cara begitu!” kata Regan, seraya menatap Shima penuh harapan di wajahnya yang tampan.
Sementara Shima berwajah murung, kepalanya yang dibalut kerudung putih itu menggeleng beberapa kali dan matanya berair. Kulit putihnya memucat. Hidungnya yang kecil menghirup napas dalam-dalam, lalu bibir tipisnya tersenyum masam.
“Aku gak usah dirawat juga gak apa-apa, biar aku bisa ketemu anakku di surga!” katanya.
Bersambung.
Halo para pembaca yang Budiman! Ini karya terbaruku yang merupakan pengembangan dari salah satu cerpen yang pernah aku buat. Semoga kalian suka dengan ceritanya dan jangan lupa dukungannya ya? 😊🙏
Terima kasih telah membaca!
aku cuma bisa 1 bab sehari😭