Cerita ini mengikuti kehidupan Keisha, seorang remaja Gen Z yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Ia terjebak di antara cinta, persahabatan, dan harapan keluarganya untuk masa depan yang lebih baik. Dengan karakter yang relatable dan situasi yang sering dihadapi oleh generasi muda saat ini, kisah ini menggambarkan perjalanan Keisha dalam menemukan jati diri dan pilihan hidup yang akan membentuk masa depannya. Ditemani sahabatnya, Naya, dan dua cowok yang terlibat dalam hidupnya, Bimo dan Dimas, Keisha harus berjuang untuk menemukan kebahagiaan sejati di tengah kebisingan dunia modern yang dipenuhi tekanan dari berbagai sisi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasyaaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian Kehidupan
Pesta yang direncanakan Naya dan Dimas berjalan lancar. Semua terlihat bahagia, terutama Keisha dan Raka. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Raka menerima telepon dari keluarganya yang membuat suasana hatinya berubah drastis. Saat semua orang sibuk mengobrol, Raka melangkah keluar rumah Dimas untuk berbicara di telepon. Keisha yang memperhatikan perubahan sikap Raka, merasa cemas dan memutuskan untuk menyusulnya.
Keisha: “Raka, ada apa? Kenapa lo tiba-tiba keluar gitu aja?”
Raka: (dengan suara lemah) “Ada masalah di rumah, Keisha. Bokap gua… gua gak tau harus gimana.”
Keisha: (menggenggam tangan Raka) “Lo bisa cerita ke gue, Rak. Apapun masalahnya, kita bisa cari jalan keluarnya bareng-bareng.”
Raka: “Bokap gue kehilangan pekerjaan. Gue nggak tahu apa gue masih bisa lanjutin kuliah tahun depan atau nggak.”
---
Keisha merasa simpati dan mencoba menenangkan Raka, tetapi masalah ini ternyata lebih besar dari yang dia kira. Raka mulai menunjukkan perubahan sikap; dia menjadi lebih tertutup dan jarang mau bicara. Keisha berusaha mengerti, tetapi tetap tidak bisa menahan rasa khawatirnya.
Keisha: (di telepon) “Rak, kita harus ketemu. Gue tahu lo lagi stres, tapi lo nggak sendirian. Gue ada buat lo.”
Raka: “Maaf, Keisha. Gue cuma lagi butuh waktu buat berpikir. Gue nggak mau lo terlibat sama masalah gue.”
Keisha: “Tapi kita ini pasangan, Rak. Kita harus hadapin semuanya bareng-bareng.”
Raka: (menghela napas) “Iya, lo benar. Tapi, gue cuma nggak mau nyusahin lo.”
---
Di sisi lain, Naya juga menghadapi masalah dengan orang tuanya yang menekan dia untuk segera memutuskan jurusan kuliah. Mereka merasa Naya terlalu santai dan harus lebih serius memikirkan masa depannya, sementara Dimas terus berusaha meyakinkan bahwa mereka bisa melalui masa-masa sulit ini bersama.
Naya: “Dim, gue beneran stres. Bokap nyokap gue terus nanya soal rencana kuliah. Padahal gue belum yakin.”
Dimas: “Gue ngerti, Naya. Tapi lo nggak perlu buru-buru ambil keputusan. Yang penting lo tahu apa yang lo mau.”
Naya: “Itu masalahnya, gue belum tahu. Gue takut ngecewain mereka.”
Dimas: “Lo nggak sendirian. Gue bakal bantu lo sampai lo yakin sama pilihan lo.”
---
Keisha: (di telepon) "Rak, kita harus ketemu. Gue tahu lo lagi stres, tapi lo nggak bisa terus-terusan kayak gini, nutupin semuanya sendiri. Gue di sini buat lo, oke?"
Raka: (menarik napas panjang) "Gue ngerti, Keish. Tapi gue cuma nggak mau nyusahin lo. Masalah keluarga gue... berat banget."
Keisha: "Justru karena berat, lo nggak harus nanggung sendirian. Kita bisa cari solusi bareng-bareng."
Raka akhirnya setuju untuk bertemu. Saat mereka bertemu di taman dekat rumah Raka, suasananya canggung. Raka terlihat lelah dan lebih pendiam dari biasanya.
Raka: (dengan suara pelan) "Bokap udah lama kerja di sana. Terus tiba-tiba kena PHK gitu aja. Sekarang dia bingung mau gimana, dan gue juga nggak tahu gimana bantuin dia."
Keisha: "Lo udah ngobrol sama bokap lo? Mungkin ada cara yang bisa kita bantu, kayak... kerja sampingan atau cari beasiswa buat kuliah lo."
Raka: (tersenyum tipis) "Lo selalu optimis ya, Keish. Gue iri."
---
Sementara itu, hubungan Dimas dan Naya semakin erat. Naya sering datang ke tempat Dimas untuk belajar bareng, tapi kali ini obrolan mereka bukan soal pelajaran.
Dimas: "Nay, gue tahu lo sibuk sama kerja part-time lo, tapi gue ada ide. Gimana kalau kita buka usaha kecil-kecilan buat tambah uang saku?"
Naya: (penasaran) "Usaha apa? Kayaknya ide bagus sih, tapi gue nggak yakin kita punya waktu banyak buat ngurus."
Dimas: "Kita bisa mulai jualan online. Gue udah lihat beberapa barang yang laku banget di pasaran, kayak aksesori handphone atau produk skincare."
Naya: "Hmm... sounds interesting. Tapi kita harus bagi tugas dengan jelas, ya. Gue nggak mau kalau ini malah jadi bikin ribet urusan kuliah kita."
Dimas: (tertawa) "Tenang aja, Nay. Gue jamin kita bisa manage dengan baik."
---
Keisha dan Raka semakin sering berbagi cerita, dan dari sinilah kedekatan mereka semakin erat. Raka mulai merasa nyaman menceritakan masalah keluarganya, dan Keisha selalu ada untuk mendengarkan, memberikan saran, atau sekadar menjadi tempat curhat.
Suatu hari, Naya melihat Keisha tampak lelah di kampus. Dia langsung menghampiri sahabatnya itu, khawatir melihat perubahan Keisha.
Naya: "Keisha, lo baik-baik aja? Akhir-akhir ini kok lo kelihatan capek terus?"
Keisha: "Gue baik-baik aja, Nay. Cuma lagi banyak pikiran aja. Raka lagi ada masalah, dan gue pengen bantuin dia."
Naya: "Masalah apa? Kalau lo butuh bantuan, gue sama Dimas bisa bantu kok."
Keisha: "Bokap Raka kena PHK, dan dia nggak tahu apa dia bisa lanjut kuliah atau nggak. Gue jadi ikut kepikiran."
Naya: (mengangguk memahami) "Kasian juga ya. Tapi yang penting, Raka nggak harus ngadepin itu sendirian. Lo ngelakuin hal yang bener dengan ada buat dia, Keisha."
---
Raka sedang duduk di kamarnya, merenung. Pikirannya kacau, dan dia mulai merasa terbebani oleh tekanan dari keluarganya. Saat sedang tenggelam dalam pikirannya, dia menerima pesan dari Keisha.
Keisha: (di chat) "Hey, gue dapet info soal lowongan kerja part-time yang deket sama kampus kita. Gue tahu lo lagi butuh tambahan uang buat bantu keluarga, kan?"
Raka: (balas pesan) "Thanks, Keish. Lo selalu perhatian sama gue."
Keisha: (tersenyum melihat pesan) "Karena lo penting buat gue. Jangan pernah ngerasa lo sendirian ya."
Raka merasa lega membaca pesan dari Keisha. Meskipun masalah di rumah belum selesai, dia merasa lebih kuat karena tahu ada yang peduli dan mau membantu dia mencari solusi.
---
Suasana rumah Raka semakin tegang. Ayahnya yang biasanya ceria mulai sering terlihat termenung. Suatu malam, Raka mencoba berbicara dengan ayahnya, ingin tahu apa rencana ayahnya selanjutnya.
Raka: "Ayah, apa kita nggak bisa cari solusi lain? Mungkin Ayah bisa coba apply kerja di tempat lain atau mulai bisnis kecil-kecilan?"
Ayah Raka: (menghela napas) "Ayah udah coba, Nak. Tapi sekarang bukan waktu yang mudah buat cari kerja baru, terutama di usia Ayah."
Raka: "Tapi kita nggak boleh nyerah, Yah. Masih ada banyak jalan lain."
Ayahnya terharu mendengar semangat anaknya, tapi di dalam hati dia tahu situasi ini tidak mudah. Raka juga sadar bahwa jalan di depannya tidak mulus, tapi dia bertekad untuk tetap berusaha, terutama karena dukungan dari Keisha yang selalu ada di sampingnya.
---
Keisha dan Raka semakin sering bertemu di luar kampus. Mereka berdua saling mendukung, dan perlahan perasaan di antara mereka tumbuh lebih dalam. Suatu malam, setelah mereka selesai makan malam bersama, Raka akhirnya mengungkapkan perasaannya yang selama ini terpendam.
Raka: "Keisha, gue tau mungkin ini nggak waktu yang tepat, tapi gue mau jujur. Gue sayang sama lo. Bukan cuma sebagai teman."
Keisha terkejut, tapi hatinya merasa hangat mendengar pernyataan itu. Dia tersenyum dan melihat mata Raka dengan lembut.
Keisha: "Gue juga sayang sama lo, Rak. Tapi gue nggak mau hubungan ini malah jadi beban tambahan buat lo. Gue pengen kita bareng-bareng karena kita saling support, bukan saling bikin susah."
Raka: "Itu juga yang gue mau, Keish. Gue nggak mau ngecewain lo. Kita hadapin ini semua bareng-bareng, oke?"
Keisha tersenyum dan mengangguk. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Raka merasa ada harapan di depan sana.
---
Dengan dukungan Keisha, Raka mulai mencoba bekerja part-time di toko dekat kampus. Awalnya dia merasa kesulitan membagi waktu antara kuliah dan kerja, tapi dengan semangat yang tinggi dan bantuan dari sahabat-sahabatnya, Raka mulai bisa menyesuaikan diri. Keisha selalu memberikan semangat, bahkan datang ke toko tempat Raka bekerja untuk memberikan makanan atau sekadar menyemangatinya.
Dimas dan Naya juga ikut berusaha membantu dengan cara mereka sendiri. Mereka sering mengajak Raka hangout untuk melepaskan stres atau memberikan ide-ide tentang cara mengatur keuangan yang lebih baik.
Dimas: "Rak, kita mungkin nggak bisa bantu banyak soal uang, tapi kita bisa jadi tempat lo buat cerita. Kapanpun lo butuh curhat, gue sama Naya ada buat lo."
Naya: (mengangguk setuju) "Bener banget. Jangan pernah ragu buat minta bantuan, ya."
Raka merasa sangat bersyukur memiliki sahabat-sahabat yang begitu peduli padanya. Dia mulai merasa lebih optimis menghadapi masa depan, meskipun jalan yang harus dia tempuh masih panjang.
Keisha merasa lega setelah Raka mengungkapkan perasaannya. Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama. Di kampus, gosip tentang Raka yang bekerja paruh waktu mulai tersebar. Beberapa teman Raka merasa terkejut, bahkan ada yang menganggapnya sebagai bahan lelucon.
Suatu hari, ketika sedang istirahat di kantin bersama Keisha, Raka mendengar beberapa orang membicarakannya.
Mahasiswa 1: "Eh, lo tahu nggak? Si Raka ternyata kerja di toko dekat kampus. Katanya bokapnya lagi nganggur."
Mahasiswa 2: (tertawa) "Pantesan sekarang dia kelihatan capek terus. Jadi anak yang ngurusin keluarga kayak gitu pasti ribet banget."
Keisha mendengar percakapan itu, wajahnya memerah karena marah. Dia ingin membalas, tapi Raka menahan tangannya.
Raka: (dengan tenang) "Biarin aja, Keish. Orang kayak gitu nggak paham apa yang sebenarnya gue hadapin."
Keisha: "Tapi nggak adil, Rak. Mereka nggak tahu apa-apa, tapi berani ngomong sembarangan."
Raka tersenyum lelah. Dia paham kalau omongan orang nggak bisa dihindari, tapi dia mencoba untuk tidak memperdulikannya. Namun, semakin lama, gosip itu makin menyebar, dan dia mulai merasa tertekan.
---
Di sisi lain, Dimas dan Naya juga mulai menghadapi masalah di bisnis online mereka. Awalnya, semuanya berjalan lancar, tapi tiba-tiba ada pelanggan yang mengeluh karena barang yang mereka kirim rusak. Keluhan itu menjadi viral di media sosial, dan banyak yang mulai meragukan kualitas produk mereka.
Naya: (panik) "Dimas, ini nggak bisa dibiarkan. Kalau kita nggak segera klarifikasi, bisnis kita bisa hancur."
Dimas: (mencoba menenangkan) "Gue udah hubungi suppliernya buat cek barang-barang yang rusak. Kita bisa tawarkan pengembalian uang atau tukar barang baru ke pelanggan."
Naya: "Tapi masalahnya bukan cuma itu. Kalau satu orang udah ngomong buruk tentang kita, yang lain pasti ikut-ikutan."
Dimas mencoba berpikir jernih. Dia tahu kalau masalah ini nggak segera diatasi, semua kerja keras mereka akan sia-sia. Namun, di sisi lain, dia juga harus membagi waktunya antara bisnis, kuliah, dan menghabiskan waktu dengan Naya.
---
Malam itu, Raka pulang terlambat dari pekerjaannya. Dia mendapati ibunya menunggunya di ruang tamu, wajahnya terlihat cemas.
Ibu Raka: "Kamu nggak usah kerja paruh waktu lagi, Nak. Ibu nggak mau kamu jadi korban gosip di kampus gara-gara ini."
Raka: (menghela napas) "Tapi kita butuh uang, Bu. Kalau aku nggak kerja, gimana kita bayar tagihan bulan ini?"
Ibu Raka: (menahan air mata) "Ibu akan cari cara lain. Jangan korbankan kuliahmu demi ini, Raka."
Raka merasa terjepit di antara tanggung jawabnya sebagai anak dan keinginannya untuk melanjutkan kuliah tanpa hambatan. Dia tahu ibunya cemas, tapi dia juga tahu bahwa saat ini, bekerja adalah satu-satunya cara untuk membantu keluarganya.
Raka: "Aku nggak akan berhenti, Bu. Aku janji kuliahku nggak akan terganggu."
Ibunya terdiam, antara bangga dan khawatir. Dia tahu putranya kuat, tapi melihat Raka memikul beban seberat itu membuat hatinya perih.
---
Sementara itu, Raka dan Keisha semakin dekat. Mereka sering bertemu di sela-sela kesibukan masing-masing, dan dari situlah tumbuh perasaan yang lebih dalam. Namun, tidak semua orang senang melihat kedekatan mereka.
Naya mulai merasa Raka terlalu sering menghabiskan waktu dengan Keisha. Meskipun dia tidak mengatakan apa-apa, ada perasaan iri dan cemburu yang perlahan muncul. Apalagi, belakangan ini Dimas juga sering sibuk dengan urusan bisnis mereka yang mulai kacau.
Suatu hari, Naya mengajak Keisha bicara dengan nada serius.
Naya: "Keish, gue pengen nanya sesuatu. Lo beneran nggak ada perasaan lebih sama Raka, kan?"
Keisha: (terkejut) "Maksud lo apa, Nay? Gue dan Raka cuma teman. Gue bantu dia karena gue nggak mau dia ngerasa sendirian."
Naya: "Gue ngerti. Tapi akhir-akhir ini gue ngerasa lo berdua makin deket, dan gue khawatir..."
Keisha tersenyum menenangkan, mencoba meredakan kecemasan sahabatnya.
Keisha: "Tenang aja, Nay. Gue cuma mau support Raka sebagai teman. Kalau lo khawatir, gue bisa sedikit menjauh."
Namun, perasaan di hati Keisha sebenarnya lebih rumit dari yang dia ungkapkan. Ada momen-momen di mana dia merasa nyaman dan bahagia ketika bersama Raka, tapi dia tahu itu akan memperkeruh keadaan.
---
Raka mulai merasakan tekanan yang berat dari segala sisi. Dia harus menghadapi masalah keluarganya, tanggung jawab di kampus, dan sekarang gosip tentang dirinya mulai mempengaruhi mentalnya. Keisha melihat Raka semakin tertekan dan mencoba membantunya dengan memberikan solusi-solusi yang bisa diambil, termasuk menawarkan ide untuk pindah pekerjaan yang lebih fleksibel.
Keisha: "Rak, gimana kalau lo coba cari kerjaan yang jamnya lebih fleksibel? Gue bisa bantuin cari info."
Raka: (menggeleng pelan) "Gue nggak tahu, Keish. Kayaknya gue nggak kuat lagi. Semua orang terus ngomongin gue, dan itu bikin gue stres."
Keisha: "Lo nggak boleh nyerah, Rak. Gue ada di sini buat lo. Kita hadapin bareng-bareng, oke?"
Raka merasa sedikit lega dengan dukungan Keisha, tapi dia tahu keputusan tetap ada di tangannya. Di malam itu, Raka akhirnya memutuskan untuk bicara lagi dengan keluarganya tentang situasinya.
---
Raka duduk di meja makan bersama ibunya, dengan hati yang berat dia memulai pembicaraan.
Raka: "Bu, aku tahu ibu nggak suka aku kerja sambil kuliah, tapi aku butuh ini buat bantu kita. Aku janji aku nggak akan biarkan kuliahku terganggu."
Ibu Raka: (dengan nada lembut) "Ibu paham, Nak. Ibu cuma nggak mau kamu kelelahan dan stres. Kalau kamu yakin ini yang terbaik, ibu akan dukung."
Raka merasa lega mendapat dukungan dari ibunya, meskipun masalah belum sepenuhnya selesai. Dia tahu perjalanan ini masih panjang, tapi dia bertekad untuk bertahan.
Dimas dan Naya akhirnya duduk bersama untuk memutuskan langkah apa yang akan diambil terhadap masalah bisnis mereka. Setelah diskusi panjang, mereka sepakat untuk rebranding dan memperbaiki citra bisnis mereka.
Dimas: "Kita mulai dari awal lagi. Gue yakin kita masih bisa bangkit kalau kita serius ngurus ini."
Naya: (tersenyum) "Gue setuju. Kita nggak boleh gampang nyerah."