Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Lamaran.
"Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Aku baru tahu kalau kamu juga punya rasa tidak percaya diri juga," cibir Zayna.
"Jangan asal bicara. Siapa yang tidak punya rasa percaya diri? Kamu tidak ada apa-apanya dibanding denganku!" geram Zanita.
"Oh, ya! Aku tidak yakin."
"Kamu ...."
"Apa? Jangan mentang-mentang selama ini papa dan mama membelamu, kamu bisa bersikap seenaknya padaku. Jangan harap!"
Sudah cukup Zayna mengalah selama ini. Sekali-kali adiknya ini juga perlu digertak agar bisa menghormatinya sebagai kakak. Namun, sepertinya itu sia-sia jika sang mama saja tidak pernah mengajarkan wanita itu untuk sopan. Entah mau jadi apa keluarga ini kelak yang tidak memiliki hati dan perasaan.
Zanita menghentakkan kakinya sambil berjalan ke luar kamar. Dia akan mencari cara untuk membalasnya nanti, tetapi wanita itu harus membuat Zayna menerima lamaran ini nanti. Zanita menyeringai, untuk kali ini dia harus merayu sang mama agar bisa membuat kakaknya, menikah dengan pria pilihan papanya.
Entah pria itu seperti apa, Zanita tidak peduli asalkan Fahri hanya untuk dia sepenuhnya. Lebih baik lagi jika pilihan papanya adalah laki-laki tidak berguna.
*****
Di malam hari setelah isya, terdengar pintu diketuk dari luar. Zanita segera membukanya. Wanita itu begitu antusias dengan tamu papanya kali ini. Dia tidak sabar melihat kakaknya menikah dan membuatnya bisa memiliki Fahri seutuhnya tanpa takut pria itu berpaling.
Begitu pintu terbuka, Zanita tertegun. Ternyata didepannya kini ada seorang pria yang sangat tampan melebihi Fahri. Wanita itu bertanya-tanya, apakah ini calon suami kakaknya? Jika benar, beruntung sekali Zayna.
"Assalamualaikum," ucap Ayman sambil tersenyum.
"Wa—waalaikumsalam," jawab Zanita yang masih berdiam diri dan tidak mempersilakan masuk tamunya.
Ayman dan sang paman saling berpandangan kemudian bertanya, "Maaf, Nona. Tuan Rahmatnya ada?"
"Oh, i—iya, ada. Silakan masuk."
Ayman dan pamannya masuk dan duduk di ruang tamu, sementara Zanita masuk ke ruang makan memanggil mama dan papanya. Sungguh wanita itu terpesona dengan pria itu. Andai saja dia belum menikah sudah pasti ... ah, sudahlah, dia tidak ingin berandai-andai.
"Ma, itu ada pria datang mungkin itu calon suami Zayna. Dia datang dengan seorang pria."
"Oh, iya, papamu tadi juga bilang katanya calon suami Zayna datang sama pamannya," sahut Savina dengan menata beberapa kue di piring.
"Jadi benar itu calon suami Zayna? Ganteng banget, Ma! Beruntung sekali dia!" ketus Zanita.
"Beruntung apanya? Dia itu tukang ojek. Lebih baik Fahri ke mana-mana."
"Tukang ojek? Yang benar, Ma?" tanya Zanita dengan keras. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan mamanya.
"Ssstt ... jangan keras-keras. Memang seperti itu kenyataannya. Sudah, kamu bawa minuman dan kue ini ke depan. Biar Mama panggil papa."
Zanita masih mematung, mencerna ucapan mamanya. Rasanya sulit dipercaya. Pria setampan dia adalah tukang ojek? Sepertinya tidak mungkin. Kulitnya terlihat putih jika memang pria itu tukang ojek, seharusnya hitam atau minimal coklat, tetapi ini putih!
Kalau mengenai penampilannya, memang apa yang dipakai bukan barang yang mewah. Tidak bermerk juga. Akan tetapi, apa mungkin seorang tukang ojek? Diam-diam Zanita tersenyum remeh. Dalam hati dia mengatakan jika kakaknya memang cocok dengan pria, yang disebut mamanya sebagai tukang ojek itu.
Zanita mengambil makanan dan minuman yang ada di meja dan membawanya keluar. Dia mempersilakan tamunya untuk menikmati cemilan lebih dulu karena papanya sedang membersihkan diri. Wanita pamit ke depan dengan alasan ada sesuatu yang harus dikerjakan. Nyatanya Zanita ingin melihat kendaraan apa yang dipakai tamunya.
Seperti perkiraannya, di depan hanya ada sebuah motor dengan dua helm. Sudah pasti mereka berboncengan tadi. Wanita itu tersenyum sinis memikirkan calon suami kakaknya, yang memang sangat cocok menurutnya.
'Lihatlah, Zayna. Calon suamimu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan suamiku. Dari dulu kamu memang selalu kalah denganku,' batin Zanita dengan senyum meremehkan.
Sementara di ruang tamu, Ayman dan pamannya masih menunggu pemilik rumah. Tidak berapa lama, Rahmat keluar bersama istrinya. Dia menyambut tamunya dengan ramah. Mereka berbincang sejenak kemudian Pak Rahmat meminta Savina memanggil Zayna.
Wanita itu menuruti permintaan suaminya. Dia memanggil anak tirinya itu dengan ketus. Zayna hanya diam mengikuti Savina dari belakang. Tidak dipungkiri gadis itu merasa deg-degan, entah karena gugup atau takut.
"Ah, itu putri sulung saya, Pak Doni," ucap Pak Rahmat pada pamannya Ayman.
"Pantas saja keponakan saya jatuh cinta, putri Anda sangat cantik," puji Doni membuat kedua pria paruh baya itu tertawa.
"Anda terlalu memuji."
Ayman sedari tadi tidak berkedip melihat Zayna. Sementara gadis itu sedari tadi hanya menundukkan kepalanya. Dia tidak berani melihat seperti apa rupa tamu papanya itu. Savina yang melihat itu menjadi geram dan segera menarik tubuh Zayna agar sejajar dengannya.
Gadis itu seketika mengangkat kepalanya dan sungguh dia sangat terkejut melihat pemuda yang duduk di depannya. Telapak tangannya tiba-tiba mendingin, tubuhnya gemetar. Sungguh tidak menyangka dengan keajaiban yang dilihatnya ini.
'Subhanallah. Sungguh besar karuniamu, ya Allah. Sebelumnya aku meragukannya, tetapi kini hamba benar-benar yakin akan mukjizat-Mu,' batin Zayna.
Beberapa bulan yang lalu. Sebelum Zayna memutuskan untuk menikah dengan Fahri, gadis itu melakukan shalat istikharah. Meminta petunjuk pada Tuhan, apa benar kekasihnya itu jodoh terbaik untuknya? Akan tetapi, justru wajah orang lain yang muncul saat itu.
Merasa tidak yakin, dia kembali mengulangi shalat istikharah beberapa kali dan yang hadir masih tetap wajah pria yang sama seperti sebelumnya. Saat itu Zayna tidak mengenalnya. Melihatnya pun tidak pernah jadi gadis itu tetap melanjutkan rencana pernikahannya dengan Fahri dan akhirnya gagal.
Sekarang saat melihat wajah Ayman, tentu saja Zayna terkejut. Dia masih sangat ingat wajah itu. Wajah yang pernah hadir dalam mimpinya setelah shalat istikharah. Bahkan terkadang gadis itu juga bermimpi akhir-akhir ini.
"Jangan dilihatin terus, Le. Belum halal," tegur Doni—paman Ayman.
"Ah, maaf, Paman."
Ayman segera mengalihkan pandangannya, begitu pun dengan Zayna. Keduanya sama-sama gugup. Ada getaran di hati mereka yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Gadis itu berharap memang laki-laki inilah jodoh yang Tuhan berikan.
"Sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan keponakan saya ini. Namanya Ayman, usianya tiga puluh tahun. Pekerjaannya sebagai tukang ojek. Niat kami ke sini ingin melamar anak Pak Rahmat yang bernama Zayna. Kiranya Pak Rahmat menyetujuinya dan memberi restu pada mereka," ujar Doni.
"Saya sepenuhnya memberikan keputusan pada Zayna. Dia yang akan menjalaninya," jawab Rahmat.
.
.
.