Monika (23), seorang aktris multitalenta dengan karier gemilang, harus menghadapi akhir hidupnya secara tragis, kepleset di kamar mandi! Namun, bukannya menuju alam baka, ia justru terbangun di tubuh seorang wanita asing, dalam satu ranjang dengan pria tampan yang tidak dikenalnya.
Saat matanya menyapu ruangan, ia segera menyadari bahwa dunia di sekitarnya bukanlah era modern yang penuh teknologi. Ia terjebak di masa lalu, tepatnya tahun 1990! Sebelum sempat memahami situasinya, penduduk desa menerobos masuk dan menuduhnya melakukan dosa besar: kumpul kebo!
Lebih parahnya lagi, tunangan asli pemilik tubuh ini datang dengan amarah membara, menuntut pertanggungjawaban. Monika yang dikenal mulut tajam dan suka tawuran harus mencari cara untuk keluar dari kekacauan ini. Bagaimana ia bisa bertahan di masa lalu? Dan siapa sebenarnya pria tampan yang terbangun bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benar-Benar Ujian
Pagi itu, Yan Zhi terbangun lebih awal dari biasanya. Ia membuka matanya perlahan, membiarkan dirinya beradaptasi dengan cahaya matahari yang mulai merayap masuk ke dalam kamar melalui celah tirai. Saat ia menoleh ke samping, pandangannya langsung tertuju pada sosok Lin Momo yang masih terlelap pulas.
Matanya sedikit melebar saat memperhatikan wajah istrinya. Ia baru sadar bahwa kulit wajah Lin Momo tampak lebih cerah dan lembap dibandingkan beberapa hari lalu. Bahkan, jerawat kecil yang sebelumnya ada di pipinya sudah hilang.
Yan Zhi mengernyitkan dahi. "Jadi, produk yang ia totol di wajahnya itu benar-benar ampuh? Padahal baru beberapa hari, kok bisa secepat ini hilang?" gumamnya dalam hati.
Mata pria itu terus menelusuri wajah Lin Momo. Sekali lagi, ia mengakui bahwa istrinya memang cantik. Wajahnya terlihat begitu damai saat tidur, bibirnya sedikit terbuka, dan napasnya teratur.
Setelah beberapa saat, Yan Zhi memutuskan untuk membangunkannya. Ia tidak ingin Lin Momo bangun kesiangan.
"Lin Momo..." panggilnya lembut.
Namun, tidak ada respons.
Yan Zhi menghela napas, lalu mencoba menepuk bahu istrinya dengan pelan. "Lin Momo, sudah pagi. Bangun."
Lin Momo masih tidak merespons, hanya mengerang pelan. "Jam berapa?" tanyanya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
"Sudah hampir jam tujuh," jawab Yan Zhi.
Bukannya bangun, Lin Momo malah mengubah posisinya menghadap ke arahnya. Tanpa sadar, kaki kirinya terangkat dan mendarat tepat di atas paha Yan Zhi. Pria itu langsung membeku di tempat.
Mata Yan Zhi perlahan melotot saat melihat paha mulus istrinya yang kini berada tepat di depannya. Celana tidur yang dikenakan Lin Momo sangat pendek, membuatnya bisa melihat dengan jelas kulitnya yang cerah dan sehat.
"Astaga..." Yan Zhi menelan ludah.
Ia sudah mulai terbiasa dengan kejadian semacam ini, tapi sebelumnya itu hanya terjadi saat malam hari, dalam keadaan lampu mati. Sekarang? Ini pagi hari! Cahaya matahari terang benderang dan semuanya terlihat jelas tanpa halangan!
Yan Zhi buru-buru menarik selimut dan menutup kaki Lin Momo. Ia menghela napas panjang, berusaha mengendalikan pikirannya yang mulai melayang entah ke mana.
Ia mencoba membangunkannya lagi. "Lin Momo, ayo bangun. Ini sudah pagi."
Namun, bukannya bangun, Lin Momo malah menggeliat sebentar.
"Jangan ganggu aku, ini masih terlalu pagi," ucap Lin Momo, lalu berbalik badan, memunggungi Yan Zhi.
Parahnya, selimut yang tadi menutupi tubuhnya ikut tersingkap, membuat semua tubuhnya terlihat jelas di hadapan Yan Zhi.
Punggung Lin Momo yang halus tanpa tertutup rambut panjangnya terlihat begitu jelas, baju tidurnya sedikit terangkat hingga bagian pinggangnya terbuka. Ditambah lagi, kaki jenjangnya yang begitu indah semakin menambah ujian pagi bagi Yan Zhi.
Yan Zhi menelan ludahnya, buru-buru mengalihkan pandangan. Yan Zhi langsung menegakkan punggungnya. Dalam hati, ia berteriak, "Ini bahaya!"
Ia mencoba mengendalikan dirinya dan menarik selimut kembali menutupi tubuh Lin Momo.
Yan Zhi menghela napas panjang. Kenapa setiap pagi aku harus diuji seperti ini?
Demi menjaga kewarasannya, ia segera bangkit dari ranjang. “Aku akan mandi dan bersiap untuk bekerja,” katanya dengan suara sedikit serak.
Lin Momo hanya menggumam pelan sebagai jawaban. "Hmm..."
Yan Zhi menggelengkan kepala sambil melirik sekilas ke arah istrinya yang masih tertidur pulas.
"Aish, kalau begini terus, aku bisa gila!" pikirnya sebelum melangkah cepat menuju kamar mandi.
Yan Zhi cepat-cepat bangkit dan masuk ke kamar mandi.
Di dalam, ia meraih air dingin dan membasuh wajahnya.
"Pagi ini benar-benar ujian," gumamnya sambil mengusap wajahnya dengan tangan.
Yan Zhi tahu, tinggal serumah dengan Lin Momo akan terus memberikan kejutan-kejutan yang membuatnya gila.
Lin Momo menggeliat pelan di tempat tidurnya. Sinar matahari yang terik menerobos masuk melalui celah tirai, menyilaukan matanya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu mendesah pelan.
"Astaga, aku kesiangan..." gumamnya sambil cepat-cepat bangun dari tempat tidur.
Tanpa menunggu lebih lama, ia segera menuju kamar mandi untuk mandi dan menyegarkan tubuhnya. Air hangat yang mengalir membantu mengusir rasa kantuknya, membuatnya lebih siap untuk menjalani hari.
Setelah selesai, ia mengenakan pakaian santai dan mulai membersihkan kamar tidurnya. Ia merapikan selimut yang berantakan, menyapu lantai, dan memastikan semuanya terlihat rapi sebelum keluar dari kamar.
"Baiklah, sekarang waktunya memasak," ucapnya pada diri sendiri.
Ia melangkah ke dapur, menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan. Setelah berpikir sebentar, ia memutuskan untuk membuat sarapan sederhana.
Sambil memasak, pikirannya melayang ke rencana hari ini.
"Aku harus mencari gedung kosong untuk memulai karir nya menjadi perias profesional," pikirnya.
Dengan pengalaman yang dimilikinya sebagai artis di kehidupan sebelumnya, ia yakin bisa membuat bisnis ini sukses.
Lin Momo tersenyum kecil, semangat membayangkan bagaimana nantinya toko itu akan berdiri dan dipenuhi pelanggan. Hari ini adalah langkah pertama menuju impiannya.
Setelah selesai makan, Lin Momo bersiap dengan tas kecilnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin sebentar, memastikan penampilannya rapi sebelum keluar rumah. Dengan penuh semangat, ia melangkah ke luar, menuju kawasan ruko-ruko untuk mencari tempat yang bisa dijadikan toko riasnya.
"Hari ini aku pasti menemukan tempat yang cocok!" katanya penuh semangat sambil mengepalkan tangannya.
Namun, setelah berjam-jam berjalan, mengitari satu blok ke blok lain, ia belum juga menemukan gedung kosong yang sesuai.
"Hah… bagaimana mungkin tidak ada satu pun yang kosong?" keluhnya sambil menepuk dahinya pelan.
Ia sudah bertanya ke beberapa pemilik toko, tetapi semua tempat sudah disewa atau terlalu mahal untuknya. Harapannya mulai pudar sedikit demi sedikit.
Lin Momo berhenti di depan sebuah bangunan dengan tampilan klasik. Ia menatapnya sejenak, membayangkan bagaimana jika toko riasnya ada di tempat itu.
"Seandainya tempat ini kosong… pasti cocok sekali," ucapnya pelan.
Namun, saat ia bertanya kepada pemiliknya, jawaban yang diterima tetap sama.
"Maaf, tempat ini sudah ada penyewanya," kata pria paruh baya itu sambil tersenyum ramah.
Lin Momo menghela napas panjang.
"Sepertinya aku hanya bisa menjadi perias keliling dulu deh," gumamnya sambil berjalan menuju taman kota.
Ia duduk di salah satu bangku taman, menatap lalu lalang orang-orang yang sibuk dengan aktivitas mereka. Beberapa pekerja tampak berjalan cepat dengan setelan rapi, anak-anak berlarian di area bermain, dan beberapa pedagang kaki lima sibuk melayani pelanggan.
"Kalau tidak bisa membuka toko rias, mungkin aku harus mencoba karir lain?" pikirnya sambil menopang dagu.
Ia berpikir keras.
"Menjadi koki? Tapi aku belum pernah memasak di restoran besar. Hmm… atau aku mulai karir sebagai model? Aku memang pernah jadi artis, tapi apakah industri di tahun 1990 sama seperti di zamanku dulu?"
Ia menggigit bibirnya, bimbang dengan pilihan yang ada.
Tiba-tiba, seorang anak kecil yang sedang berlari tersandung dan jatuh di dekatnya. Lin Momo segera berjongkok dan membantunya bangun.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya lembut.
Anak itu mengangguk, lalu tersenyum lebar sebelum berlari kembali ke arah ibunya.
Lin Momo tersenyum kecil melihatnya.
"Aku juga harus seperti anak kecil itu, jatuh bukan berarti menyerah. Aku hanya perlu mencoba cara lain," ucapnya dalam hati.
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri dari bangku taman.
"Baiklah! Kalau belum bisa punya toko, aku akan mulai dari bawah dulu. Aku bisa jadi perias keliling sambil menabung. Suatu saat nanti, aku pasti bisa punya toko sendiri!"
Dengan semangat yang kembali menyala, Lin Momo melangkah pergi, pulang ke rumah.