Ditikung Adik Tiri
Seorang wanita duduk di depan cermin dengan riasan yang sangat cantik, serta hiasan bunga melati di atas kepalanya. Dia adalah Zayna, yang sebentar lagi akan melangsungkan ijab qabul dengan kekasihnya. Sudah dua tahun mereka menjalin hubungan.
Zayna tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Wanita itu tidak menyangka dirinya bisa secantik ini. Dia jarang sekali berdandan. Setiap hari hanya menggunakan bedak bayi saja, tanpa sapuan alat make up lainnya.
"Cie ... yang bentar lagi sold out," goda Alifia—sahabat Zayna.
"Apa sih, kamu nggak usah godain aku," ucap Zayna yang pura-pura ketus.
Alifia menarik kursi di samping meja, yang biasa digunakan Zayna membaca dan membawanya mendekat ke arah calon pengantin. Gadis itu duduk di sebelah sahabatnya.
"Na, aku senang lihat kamu tersenyum seperti ini. Semoga setelah kamu menikah, kamu bisa bebas dari keluarga ini. Kamu juga berhak bahagia," ucap Alifia sambil menggenggam telapak tangan Zayna.
"Terima kasih, Al. Kamu dan Nisa adalah sahabat terbaikku. Sayang dia nggak bisa datang, tapi aku bahagia memiliki kalian yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka," ujar Zayna dengan mata berkaca-kaca.
"Aku juga senang memiliki sahabat sepertimu. Aku tidak akan melupakan kebersamaan kita," ujar Alifia yang diangguki Zayna. "Sudah, jangan nangis. Nanti malah merusak riasan kamu. Aku jadi kesal kalau ingat Nisa. Dia lebih mementingkan pekerjaannya daripada kita."
"Jangan seperti itu. Zaman sekarang cari pekerjaan susah. Aku mengerti keadaannya."
"Iya, sih, mana bosnya galak lagi," gumam Alifia.
"Huss ... malah jelekin orang," tegur Zayna.
Alifia cengengesan mendengar teguran Zayna. Memang benar apa yang Alifia katakan jika atasan Nisa memang suka seenaknya saja. Tidak jarang Nisa selalu curhat mengenai bosnya.
"Na, acara akad nikah kamu bukannya jam delapan, ya! Ini sudah hampir jam delapan, kenapa calon suami kamu belum datang?" tanya Alifia membuat Zayna mengalihkan pandangannya pada jam dinding.
Kurang lima menit lagi jam delapan, tetapi tidak ada tanda-tanda kedatangan Fahri—calon suami Zayna, sekaligus kekasihnya selama dua tahun ini. Wanita itu mulai khawatir, tanpa sadar dia menggigit bibir bawahnya, hal yang selalu dilakukannya disaat sedang gelisah dan gugup.
"Kamu jangan khawatir, sebentar lagi dia akan datang. Kita semua tahu betapa cintanya Fahri sama kamu." Alifia mencoba menenangkan sahabatnya. Meskipun sebenarnya dia sendiri sedang gelisah.
Zayna mengangguk. Dia mencoba untuk terlihat baik-baik, meski hatinya tidak. Sebelumnya wanita itu sudah memperingatkan Fahri jika pria itu harus datang lebih awal. Dalam hati Zayna tidak hentinya berdoa agar calon suaminya baik-baik saja dan selamat sampai tujuan.
Hingga jam setengah sembilan, calon pengantin pria tidak menunjukkan kehadirannya. Zayna semakin gelisah, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Pemikiran buruk tiba-tiba terlintas di depan mata, tetapi wanita itu tidak mau mengakuinya. Zayna yakin jika Fahri tidak apa-apa, dia akan datang dan menikahinya karena mereka saling mencintai.
Tidak berapa lama, masuklah keluarga Zayna, Fahri serta kedua orang tua calon pengantin pria. Zayna tersenyum melihat kedatangan calon suaminya. Dia tersenyum setelah sempat senam jantung beberapa saat yang lalu.
"Mas, akhirnya kamu datang! Aku dari tadi khawatir sama kamu," ucap Zayna yang ingin mendekati Fahri. Namun, pria itu menolak untuk disentuhnya.
Zayna menyernyitkan keningnya. Dia merasa ada sesuatu yang terjadi pada Fahri. Tidak biasanya pria itu bersikap acuh seperti ini. Jantung gadis itu kembali berdetak tak beraturan.
"Alifia, tolong keluar sebentar. Ada yang perlu kami bicarakan. Ini urusan keluarga," ucap Savina—ibu tiri Zayna.
Ibu kandung Zayna sudah meninggal sejak melahirkannya. Sejak saat itu banyak orang yang mengucilkannya dan mengaggap gadis itu pembawa sial. Sang papa yang harusnya bisa menjadi tameng untuk anaknya, tetapi pria itu lebih memilih diam. Banyak yang berspekulasi bahwa Rahmad—ayah Zayna membenarkan cibiran orang-orang.
Satu tahun setelah itu, papanya menikah lagi dengan wanita yang bernama Savina. Awalnya wanita itu perhatian pada Zayna. Namun, setelah dia memiliki anak sendiri, rasa sayangnya pada gadis itu pudar seiring berjalannya waktu. Bahkan kini lebih dikatakan benci.
Zayna tidak pernah memedulikan apa yang ibu tiri buat padanya, asal sang papa bahagia. Terkadang dia harus berpura-pura tersenyum, meski dalam hati dia terluka karena sering kali Rahmat berbuat tidak adil pada anak-anaknya. Pria paruh baya itu lebih menyayangi kedua anaknya dari Savira.
Rahmad bukannya tidak menyayangi Zayna, tetapi setiap kali melihat wajah gadis itu, dia selalu teringat pada almarhumah istrinya dan itu membuat hatinya terluka. Sampai detik ini pria itu tidak pernah melupakan almarhumah ibu Zayna. Hal itu juga yang membuat Savina semakin membenci anak tirinya itu.
Wanita paruh baya itu iri, bahkan sudah bertahun-tahun sang suami masih memikirkan orang yang sudah meninggal. Bagaimana Safina tahu? Tentu saja pada saat sang suami tidur pria itu sering menyebut nama Aisyah—ibu kandung Zayna.
Savina pernah menegur sang suami, kenapa sampai detik ini belum bisa melupakan almarhumah istrinya. Namun, Rahmat berkelit bahwa dia tidak pernah memikirkan Aisyah sama sekali. Kalau tidak memikirkan, bagaimana orang yang sedang tidur, memanggil nama orang yang sudah meninggal?
Rahmad pikir Savina anak kecil yang bisa dibodohi? Akan tetapi, wanita itu tidak mau berdebat, percuma saja menurutnya. Pria itu tidak akan pernah mengakui apa yang sudah dia dengar.
Kembali ke kamar pengantin, Alifia menatap sahabatnya seolah bertanya, apakah tidak apa-apa jika dia pergi? Zayna yang mengerti pun hanya mengangguk. Dia sendiri tidak tahu apa yang ingin dibicarakan keluarganya dan keluarga calon suaminya.
Alifia pun pergi dari kamar Zayna. Savina mengunci pintu agar tidak seorang pun masuk dan mendengar pembicaraan mereka. Rasa penasaran yang tinggi membuat calon pengantin wanita diam, menunggu seseorang dari mereka bersuara.
"Nak Fahri, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan?" tanya Rahmat yang sudah tidak sabar. Dia juga tidak tahu apa-apa. Tiba-tiba perasaannya tidak enak.
"Pa, sebaiknya duduk dulu. Masa tamu disuruh berdiri saja!" tegur Savina.
"Tidak apa-apa, Nyonya. Saya juga penasaran apa yang ingin dikatakan anak saya," sahut Ma'ruf—ayah Fahri.
Semua orang menatap pria itu, menunggu jawaban yang keluar dari bibirnya. Jantung Zayna kembali berdetak lebih cepat. Ditambah tatapan Fahri padanya yang sudah berbeda.
"Maafkan aku. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini," ucap Fahri dengan kepala menunduk.
Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut, kecuali Savina dan Zanita—adik pertama Zayna. Kedua wanita itu saling lirik dan tersenyum tanpa diketahui orang lain selain Zayna.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Sena Fiana
😀😃😃😄😄
2023-12-01
0
Icha Sabilla
aku pembaca baru dan fiks gk suka vina dan nita hiiihhhhhhhhh
2023-11-05
1
gang jasad
bjmj
2023-10-11
0