Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Berlatih
Langit kota Nordin berwarna keemasan ketika Seraphina dan timnya akhirnya kembali setelah perjalanan panjang.
Kota ini adalah pusat utama bagi para pemburu, tempat di mana berbagai tim dari tujuh kuil berkumpul untuk mengambil misi, melaporkan temuan, dan mengembangkan kemampuan mereka.
Saat mereka melangkah melewati gerbang kota, para penduduk yang melihat mereka memberikan tatapan hormat.
Tim yang baru saja kembali dari misi di gua misterius pasti memiliki banyak hal untuk diceritakan.
Namun, tidak semuanya bisa mereka katakan.
---
Setelah beristirahat sebentar di asrama pemburu, mereka segera menuju ke balai utama untuk memberikan laporan kepada Dewan Pemburu.
Dewan terdiri dari tujuh tetua, masing-masing mewakili satu kuil.
Mereka duduk di atas podium besar, menatap mereka dengan tajam.
Lucian melangkah maju sebagai pemimpin tim, sementara yang lain berdiri di belakangnya.
Dengan suara tenang dan percaya diri, dia mulai berbicara.
“Kami menemukan gua yang dipenuhi dengan sisa-sisa peradaban kuno,” ucapnya.
“Terdapat segel sihir yang melindungi bagian terdalam gua. Namun, ketika kami mencoba menyelidiki lebih jauh, segel itu meledak dan menghempaskan kami keluar.”
Salah satu tetua dari Kuil Penyihir mengangguk pelan.
“Apakah ada korban jiwa?” tanyanya.
“Tidak, semua anggota tim selamat,” jawab Lucian.
Tetua itu tampak puas, tetapi matanya tetap menyipit curiga.
Seraphina tetap tenang, memastikan ekspresinya tetap datar.
Lucian telah menyusun laporan ini dengan sangat hati-hati.
Dia tidak menyebutkan Dewi Malam.
Dia tidak menyebutkan cincin misterius di jari Seraphina.
Dan tentu saja, dia tidak menyebutkan tentang kekuatan besar yang kini tersegel di dalam tubuhnya.
---
Setelah laporan selesai, tetua dari Kuil Ksatria berdiri.
“Tim kalian telah berhasil menyelesaikan misi eksplorasi pertama dengan baik. Dengan ini, kami memberikan penghargaan perunggu sebagai tanda keberhasilan kalian.”
Seketika, suara tepuk tangan menggema di dalam aula.
Penghargaan ini adalah langkah pertama menuju status pemburu sejati.
Meskipun hanya penghargaan perunggu, itu adalah pencapaian besar bagi tim pemula seperti mereka.
Seorang pemburu harus melewati berbagai tahap sebelum diakui sebagai yang terkuat.
Ada lima kategori utama dalam dunia perburuan:
Perunggu – Tahap awal bagi mereka yang baru memulai perjalanan sebagai pemburu.
Perak – Pemburu yang telah menyelesaikan setidaknya lima misi berbahaya.
Emas – Pemburu elit yang mampu menangani ancaman tingkat tinggi.
Platina – Hanya sedikit yang mencapai tahap ini, mereka adalah pemburu yang memiliki keahlian luar biasa.
Adamantine – Gelar tertinggi yang hanya diberikan kepada segelintir orang dalam sejarah.
Untuk naik ke tingkat berikutnya, sebuah tim harus mengumpulkan poin pemburu dengan menyelesaikan misi yang diberikan oleh Dewan.
Mereka baru saja memulai perjalanan panjang ini.
Namun, bagi Seraphina dan Lucian, perjalanan ini lebih dari sekadar mendapatkan gelar pemburu.
Ada banyak rahasia yang masih tersembunyi, dan mereka berdua kini memegang kunci untuk sesuatu yang jauh lebih besar.
---
Setelah upacara selesai, mereka diizinkan untuk beristirahat selama beberapa hari sebelum menerima misi berikutnya.
Seraphina berjalan menuju asrama pemburu, menikmati udara malam yang dingin.
Namun, sebelum dia bisa masuk ke kamarnya, Lucian tiba-tiba muncul di sampingnya.
“Kau tidak terlihat terlalu senang,” katanya pelan.
Seraphina menoleh ke arahnya dengan ekspresi datar.
“Aku hanya lelah,” jawabnya singkat.
Lucian tersenyum tipis.
“Lelah… atau memikirkan sesuatu?”
Seraphina tidak menjawab.
Dia tahu Lucian mulai memahami sesuatu tentang dirinya.
Namun, dia belum bisa mempercayainya sepenuhnya.
Lucian tertawa pelan, lalu menyandarkan tubuhnya ke dinding.
“Bagaimana kalau kita lakukan sesuatu yang menarik?” tanyanya.
Seraphina mengernyit.
“Apa maksudmu?”
Lucian menatap langit, matanya bersinar dengan sesuatu yang berbahaya.
“Aku ingin naik ke tingkat perak secepat mungkin,” katanya.
Seraphina terdiam.
Lucian bukan tipe yang sabar menunggu.
Dan jika dia mengatakan ini…
Itu berarti dia sudah memiliki rencana besar dalam pikirannya.
Dan entah kenapa, Seraphina merasa bahwa rencana itu akan melibatkan dirinya juga.
.
.
Malam semakin larut di kota Nordin, tetapi Seraphina masih belum bisa tidur.
Pikirannya dipenuhi kecurigaan terhadap Lucian.
Pria itu telah memperoleh kekuatan besar dari Dewi Malam, tetapi dia tampak tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Lucian tidak menunjukkan tanda-tanda kebingungan atau kehilangan kendali, padahal kekuatan sebesar itu seharusnya memberikan dampak besar pada tubuhnya.
Seraphina menghela napas panjang.
Dia tahu bahwa Lucian bukan orang biasa.
Pria itu adalah calon antagonis utama dalam kisah ini—seseorang yang di masa depan akan menghancurkan segalanya demi membalas dendam.
Tapi untuk saat ini, dia hanya seorang pemuda tampan dengan sikap santai dan penuh rahasia.
Dan itu yang membuatnya semakin berbahaya.
---
Di luar dugaan, Lucian menemuinya di depan asrama.
“Kau belum tidur?” tanyanya dengan senyum khasnya.
Seraphina menatapnya tajam.
“Aku bisa menanyakan hal yang sama padamu,” balasnya.
Lucian tertawa kecil.
“Aku ingin berlatih, dan kupikir kau mungkin ingin ikut.”
Seraphina mendengus, tetapi matanya menunjukkan ketertarikan.
Dia memang ingin memastikan seberapa jauh kemampuan Lucian saat ini, jadi ini adalah kesempatan yang baik.
Tanpa banyak bicara, dia mengikuti Lucian ke area latihan yang terletak di pinggiran kota.
Lapangan itu luas, dipenuhi dengan boneka latihan, pedang kayu, dan berbagai alat lainnya.
Tempat ini biasanya digunakan oleh para pemburu muda untuk meningkatkan kemampuan mereka sebelum menjalankan misi berikutnya.
Lucian mengambil dua pedang kayu, lalu melemparkan salah satunya kepada Seraphina.
“Gunakan hanya kekuatan fisik,” katanya. “Jangan gunakan sihir atau kemampuan khusus.”
Seraphina mengangkat alisnya.
“Oh? Kau ingin melihat siapa yang lebih unggul dalam pertarungan fisik?”
Lucian tersenyum miring.
“Bukan ingin melihat, tapi aku sudah tahu jawabannya.”
Seraphina mengerutkan dahi.
Pria ini memang selalu penuh percaya diri.
Tanpa basa-basi lagi, pertarungan pun dimulai.
---
Seraphina bergerak cepat, menyerang Lucian dengan tebasan horizontal.
Namun, Lucian dengan mudah menghindar ke samping dan membalas dengan serangan balik.
Mereka bertarung dengan kecepatan tinggi, mengandalkan refleks dan keahlian murni.
Seraphina tidak bisa memungkiri—Lucian sangat kuat dalam pertempuran fisik.
Gerakannya halus dan efisien, setiap serangannya memiliki perhitungan yang presisi.
Tetapi dia juga bukan tandingan mudah.
Seraphina memutar pedangnya, mengalihkan arah serangan dan meluncurkan tendangan cepat ke arah Lucian.
Lucian mengangkat lengannya untuk menahan, tetapi dorongan kuat dari tendangan itu memaksanya mundur beberapa langkah.
Dia menyeringai.
“Kau tidak buruk,” katanya.
Seraphina mendengus.
“Kau juga tidak terlalu buruk.”
Mereka melanjutkan pertarungan mereka dengan lebih sengit.
Namun, tanpa mereka sadari, beberapa anggota tim mereka sedang memperhatikan dari kejauhan.
---
Elias, salah satu anggota tim mereka dari Kuil Ksatria, berdiri dengan mata melebar.
“Apa-apaan ini…?” bisiknya.
Di sampingnya, Marina dari Kuil Penyihir juga menatap dengan takjub.
“Mereka tidak menggunakan sihir, tapi kecepatan dan kekuatan mereka… luar biasa,” katanya dengan kagum.
Beberapa anggota tim yang lain ikut terdiam, menyaksikan duel yang terjadi di depan mereka.
Lucian dan Seraphina bergerak seperti tarian mematikan, menyerang dan bertahan dengan keahlian yang tidak biasa bagi pemburu pemula.
Mereka terlalu kuat.
Dan itu membuat mereka semakin misterius.
Elias menelan ludah.
“Apa mereka benar-benar manusia biasa…?”
---
Tiba-tiba, suara lonceng berbunyi dari dalam kota, menandakan bahwa ada panggilan resmi dari para tetua.
Lucian dan Seraphina menghentikan pertarungan mereka, saling bertukar pandang.
Tanpa perlu berbicara, mereka segera berlari menuju balai utama.
Di dalam gedung yang megah itu, mereka melihat para tetua sudah menunggu.
Namun, kali ini, ada sosok lain yang berdiri di antara mereka.
Seorang pria berambut putih dengan mata keperakan yang tajam.
Aura yang dipancarkannya sangat kuat.
Tetua dari Kuil Penyihir melangkah maju dan berbicara.
“Mulai hari ini, kalian akan mendapatkan mentor baru untuk membimbing kalian dalam perjalanan sebagai pemburu.”
Dia menoleh ke pria berambut putih itu dan memperkenalkannya.
“Ini adalah Kael Duskbane, salah satu pemburu legendaris dengan gelar Platina.”
Seraphina tercengang.
Duskbane?
Nama itu… bukan nama biasa.
Itu adalah nama keluarganya sendiri.
Dan pria di depannya ini…
Siapa dia sebenarnya?
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲