"Aku mencintainya, tapi akulah alasan kehancurannya. Bisakah ia tetap mencintaiku setelah tahu akulah penghancurnya?"
Hania, pewaris tunggal keluarga kaya, tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Meskipun seluruh sumber daya dan koneksi dikerahkan untuk mencarinya, Hania tetap tak ditemukan. Tidak ada yang tahu, ia menyamar sebagai perawat sederhana untuk merawat Ziyo, seorang pria buta dan lumpuh yang terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya.
Di tengah kebersamaan, cinta diam-diam tumbuh di hati mereka. Namun, Hania menyimpan rahasia besar yang tak termaafkan, ia adalah alasan Ziyo kehilangan penglihatannya dan kemampuannya untuk berjalan. Saat kebenaran terungkap, apakah cinta mampu mengalahkan rasa benci? Ataukah Ziyo akan membalas dendam pada wanita yang telah menghancurkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Orang yang Sama
Apoteker itu, seorang pria berusia sekitar empat puluhan dengan kacamata tebal, tampak sedikit tergagap sebelum tersenyum profesional. "Oh, benar? Mungkin ada kesalahan pencatatan. Bisa saya lihat resepnya kembali?"
Hania menyerahkan resep dengan hati-hati, memerhatikan setiap gerak-geriknya. Pria itu memeriksa lembaran resep dan mengetik sesuatu di komputer, lalu berpura-pura mengernyit. "Ah, saya lihat ada kesalahan pencatatan. Saya akan menggantinya sekarang."
Tapi Hania tidak tertipu. Ia mengenali tanda-tanda seseorang yang sedang menutupi sesuatu. "Siapa yang menangani pesanan obat ini sebelumnya?" tanyanya, masih menjaga nada suara ramah.
"Saya tidak yakin, biasanya kami bekerja dalam tim. Tapi saya pastikan sekarang semuanya sesuai dengan resep dokter," jawab apoteker itu terlalu cepat.
Hania tersenyum tipis, menyembunyikan amarah yang mulai membuncah. Ia mengambil obat yang baru, tapi sebelum pergi, ia melihat sekilas ke papan nama apoteker itu. Ia sudah tahu ke mana langkah selanjutnya.
Saat keluar dari apotek rumah sakit, Hania segera menghubungi salah satu kenalannya yang memiliki akses pada rekaman CCTV rumah sakit. "Aku butuh bantuan. Bisa akses CCTV di rumah sakit tempat Ziyo dirawat?" tanyanya langsung begitu panggilan tersambung. "cari tahu siapa yang menangani obat pasien Ziyo sebelum aku mengambilnya tadi. Aku ingin tahu siapa yang bermain di belakang layar."
Di seberang sana, suara seorang pria terdengar santai tapi penuh ketertarikan. "Tentu saja, tapi kau tahu ini ilegal, 'kan? Siapa yang harus kucari?"
"Seseorang yang mencoba mengganti obat pasien. Kemungkinan besar dia bagian dari rumah sakit. Aku juga ingin tahu apakah ada pria bertopi dan bermasker yang mencurigakan di sekitar apotek atau tempat penyimpanan obat," jawab Hania tanpa ragu.
Hening sejenak sebelum pria itu bersuara lagi. "Aku mengerti. Berikan aku waktu beberapa jam. Aku akan mengirimkan rekamannya jika menemukan sesuatu."
Hania mengakhiri panggilan dan menarik napas dalam, matanya bersinar, dengan tekad menatap lurus ke depan. Jika ada yang mencoba mencelakai Ziyo, ia akan menemukan mereka. Siapapun yang mencoba mencelakai Ziyo, mereka harus bersiap menghadapi konsekuensinya.
Namun sesaat kemudian Hania nampak berpikir. Lalu, tanpa ragu, Hania segera meraih ponselnya dan menghubungi Prasetyo.
Prasetyo baru saja tiba di kantor ketika ponselnya bergetar. Ia melirik layar, sedikit terkejut melihat nama yang tertera di sana.
"Perawat Tuan Ziyo?" gumamnya sebelum segera mengangkat panggilan itu.
"Pak Pras, ini saya, perawat Tuan Ziyo. Ada hal penting yang harus saya beritahu."
Nada serius di suara Hania membuat Prasetyo langsung waspada. "Ada apa?"
"Saya baru saja menebus resep obat untuk Tuan Ziyo, dan ada yang tidak beres. Obat yang diberikan bukan yang seharusnya."
Prasetyo mengernyit. "Maksudmu?"
"Saya tahu sedikit tentang obat-obatan. Yang tadi itu bukan obat yang bisa mempercepat pemulihan Tuan Ziyo. Justru, obat itu hanya kombinasi yang tidak berdampak besar pada kesembuhannya."
Prasetyo merasakan hawa dingin menjalar di tengkuknya. "Apa kau yakin?"
"Sangat yakin, Pak. Saya sudah memeriksa ulang. Saya butuh bantuan Bapak untuk mencari tahu siapa yang mengganti resepnya."
Prasetyo terdiam sejenak. Jika apa yang dikatakan Hania benar, ini berarti ada seseorang yang sengaja memperlambat pemulihan Ziyo.
"Baik, aku akan segera ke rumah sakit. Kita bertemu di sana."
"Terima kasih, Pak Pras," ucap Hania sebelum menutup panggilan.
Prasetyo menarik napas dalam, matanya menajam. Ia tidak tahu siapa yang berani bermain-main dengan nyawa majikannya, tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan tinggal diam.
Tanpa menunggu lebih lama, ia meraih kunci mobil dan melesat keluar dari kantor.
***
Setengah jam kemudian, Prasetyo tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa, langsung menuju tempat di mana Hania menunggunya. Begitu melihatnya, ia tanpa basa-basi bertanya, “Apa maksudmu soal obat itu?”
Hania menyerahkan bungkusan obat yang telah ia tukar. “Saya curiga saat melihat resepnya. Saya cukup tahu tentang obat-obatan, dan obat tadi bukan obat yang seharusnya diterima Tuan Ziyo. Saya menukarnya dengan yang benar, lalu bertanya pada apoteker.”
Prasetyo mengernyit. “Apa katanya?”
“Mereka bilang itu hanya kesalahan pencatatan,” Hania menghela napas. “Tapi saya tidak yakin. Itu terlalu kebetulan.”
Prasetyo menatap obat di tangannya, wajahnya mengeras. “Jadi, kau pikir ada yang sengaja menukar obatnya?”
“Saya tidak punya bukti pasti,” jawab Hania, “tapi saya sempat memotret obat yang saya tukar. Dan apotekernya tampak gugup saat saya menanyakannya, seolah menyembunyikan sesuatu.”
Prasetyo mengepalkan tangan. “Kirimkan fotonya padaku.”
Hania mengangguk. “Baik.”
Prasetyo melangkah menuju pintu kamar rawat Ziyo, memandangi majikannya yang terbaring dengan wajah diperban. Ia lalu menoleh ke arah Hania. “Jaga Tuan Ziyo baik-baik. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, segera hubungi aku.”
“Baik, Pak,” sahut Hania tenang.
Prasetyo berbalik hendak pergi, namun tiba-tiba berhenti. Ia menatap Hania lebih lama, seolah mencoba menggali sesuatu dari balik sosok perawat sederhana itu. “Namamu Hania, 'kan?” gumamnya.
Hania mengangguk. “Iya, Pak.”
Nama itu. Prasetyo mendadak teringat seseorang. Fayza Hania, investor yang baru saja menyelamatkan posisi Ziyo. Sekilas, postur tubuh dan tinggi mereka mirip. Tapi Hania yang berdiri di depannya ini jauh berbeda. Kacamata besar, kawat gigi, tompel yang mencolok di wajahnya, serta suara dan cara bicaranya pun tidak sama.
Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang terasa janggal.
“Ada apa, Pak?” tanya Hania, berusaha tetap tenang meski menyadari tatapan Prasetyo yang lebih tajam dari sebelumnya. Ia mengontrol ekspresi dan suaranya agar tidak menunjukkan kegelisahan. "Apa dia mulai curiga?" batinnya.
Prasetyo menggeleng pelan, menyadari tatapannya mulai terlalu dalam. “Tidak apa-apa,” ucapnya akhirnya, lalu berbalik dan berjalan pergi.
Namun pikirannya masih terus mengolah semuanya. "Kenapa aku merasa ada sesuatu yang tidak beres? Gadis itu memang sederhana, tapi cerdas… dan entah kenapa, aku merasa dia bukan orang biasa."
Hania menghela napas panjang, menatap punggung Prasetyo yang semakin menjauh. "Aku sudah mengubah suaraku dan menyamar dengan penampilan seperti ini. Apa mungkin Pak Prasetyo masih bisa mengenaliku?" pikirnya. Ia mengepalkan tangan, menyadari betapa tipis batas antara aman dan ketahuan. "Aku harus lebih berhati-hati."
Tak lama setelah Prasetyo pergi, ponsel Hania bergetar. Sebuah pesan masuk dari kenalannya, disertai dengan beberapa potongan rekaman CCTV.
"Ada yang menarik di sini. Lihat video ketiga."
Hania segera membuka file yang dikirimkan. Dalam rekaman itu, seorang pria bertopi dan bermasker terlihat berdiri di dekat area apotek rumah sakit. Ia tidak mengambil obat secara langsung, tetapi berbicara dengan salah satu apoteker. Setelah itu, apoteker tersebut mengambil sesuatu dari rak obat dan menyerahkannya pada pria itu sebelum kembali ke meja pelayanan seolah tidak terjadi apa-apa.
Hania menyipitkan mata. "Jadi, dia tidak bertindak sendirian. Dan pria misterius ini adalah pria yang sama tempo hari."
Tangannya mengepal. Ada keterlibatan orang dalam di rumah sakit ini. Jika dibiarkan, Ziyo bisa berada dalam bahaya lebih besar.
Tanpa menunggu lebih lama, ia menghubungi kenalannya lagi.
"Bisakah kau mencari tahu identitas apoteker yang ada di video itu?" tanyanya tegas.
"Sudah kuduga kau akan memintanya. Beri aku waktu. Akan kukirimkan detailnya secepatnya."
Hania menutup panggilan dan menyandarkan punggungnya di kursi tunggu. Napasnya perlahan menghangatkan udara di sekitarnya.
"Siapa pun kau, aku pasti akan menemukanmu," gumamnya dengan suara dingin. "Aku harus memberi tahu Pak Prasetyo agar ia juga mengetahui hal ini dan bisa membantuku mencari dalang di balik semuanya."
...🔸"Orang yang menyamar pandai memainkan peran, tetapi hati kita memiliki radar yang lebih sensitif untuk mendeteksi kepalsuan."🔸...
...🍁💦🍁...
.
To be continued
Hania pergi ziyo ada yg hilang walaupun tidak bs melihat wajah hania ziyo bs merasakan ketulusan hania walaupun ada yg disembunyikan hania....
Dalang utama adalah diva ingin mencelakai ziyo dan pura2 baik didepan ziyo bermuka dua diva ingin menguasai perusahaan.....
Dasar ibu diva hanya mementingkan diri dan tidak mementingkan kebahagiaan Zian..
Diva tidak akan tinggal diam pasti akan mencelakai ziyo lagi....
bagus hania bantu ziyo sembuh dan pulih lagi musuh msh mengincar ziyo....