(Cerita dewasa🌶️)
Kisah ini, berawal dari kejadian di mana Silvia di kepun dan buru oleh keluarga besar seorang ketua Mafia, lalu mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya....
Kemudian ia diberih kesempatan kedua untuk hidup kembali, merasuki tubuh seorang menantu yang tak diinginkan....
Mau tau kisah selanjutnya?
yuk...silahkan mampir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33¹
...(1 jam sebelumnya)...
...Rasa asam manis mangga muda perlahan menghilang dari indra perasa Silvia. Kini, atensinya sepenuhnya tertuju pada layar laptop yang menyala di hadapannya. Dengan tekad membara, ia memulai kembali pencariannya akan kebenaran di balik kematian kedua orang tua angkatnya. ...
...Namun, penelusurannya kali ini hanya membuahkan sebuah video klarifikasi dari Edo, pria yang sudah lama ia anggap sebagai bagian dari keluarganya. Dalam video tersebut, dengan nada meyakinkan, Edo menjelaskan bahwa peristiwa nahas itu adalah murni bunuh diri, sebuah konsekuensi tragis dari kepedihan mendalam karena kehilangan Silvia dalam kecelakaan. Sebagai putri semata wayang, alasan yang diungkapkan Edo memang tampak masuk akal di mata publik, dan kebenaran versinya pun diterima tanpa Reserve. ...
"Om," gumam Silvia lirih, meraih tas dan kunci motornya. "Kamu harus menjawabku dengan sejujur-jujurnya." Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah keluar dari kafe.
...Jalan menuju rumah Edo sudah seperti jalur memorinya sendiri. Sejak kecil, ia terbiasa keluar masuk rumah itu. Sesampainya di sana, matanya menangkap kilau mobil baru yang terparkir di halaman. Mobil baru Edo, mungkin, pikirnya sambil melangkah memasuki pekarangan rumah yang terasa begitu familiar....
...Saat Silvia hendak mengangkat tangan untuk mengetuk pintu yang ternyata terbuka sedikit, telinganya menangkap samar-samar suara percakapan Antonio dan Edo. Rasa penasaran sontak menghentikan gerakannya. Ia memutuskan untuk menguping sejenak, berniat pergi diam-diam setelahnya. Namun, semakin lama ia mendengar, semakin jelas pula kisah tragis di balik kematian kedua orang tua angkatnya terungkap. Emosi Silvia tak tertahankan lagi. Lupakan rencana untuk pergi tanpa diketahui, ia memberanikan diri melangkah masuk ke dalam rumah....
...🔥🔥🔥🔥🔥...
...(Kembali ke cerita)...
...Akhirnya, badai kesalahpahaman di antara mereka mereda. Tawa riang Edo menggema, tak henti-hentinya mengejek Antonio yang hanya bisa tersenyum kecut....
"Antonio, kukira urat romantismu sudah putus seiring bertambahnya usia," ledek Edo sambil tergelak. "Ternyata dugaanku salah besar!"
Itu membuat Antonio pun memutar bola mata dengan kesal."Aku hanya melakukan itu di depan istriku," cibir Antonio.
Antonio memutar bola matanya jengah. "Tentu saja. Hanya untuk istriku," cibirnya.
"Ehem," Silvia berdeham pelan, memecah suasana. "Ngomong-ngomong, bagaimana Om dan Antonio bisa saling kenal?" tanyanya dengan nada ingin tahu.
"Sayang," jawab Antonio, menatap Edo dengan senyum mengejek, "dia ini teman lamaku. Pertemuan kami cukup unik. Bayangkan saja, kami berdua terjebak di dalam lift setelah rapat besar selesai. Dan dia..." Antonio berhenti sejenak, menahan tawa, "...menangis sesenggukan karena lift itu penuh wanita, hanya kami berdua pria di sana."
"Emmm..." Silvia semakin mengerutkan kening, rasa ingin tahunya bertambah. "Memangnya kenapa Om Edo sampai menangis?" tanyanya, menatap Antonio penuh harap.
Antonio tersenyum lembut sambil menyelipkan anak rambut Silvia yang menutupi sebagian wajahnya. "Sayang, kamu pasti tahu betul kenapa Om-mu itu begitu ketakutan jika berada di dekat wanita lain."
"Tentu saja aku tahu!" sahut Silvia cepat. "Itu semua gara-gara Tante Ana yang super pencemburu. Dia bisa marah besar dan mengejar Om pakai apa saja kalau sampai ketahuan dekat wanita lain, meskipun cuma berdiri bersebelahan atau sekadar menyapa." Silvia bergidik membayangkannya.
...Edo menepuk jidatnya, lalu menunduk dalam-dalam. Rasa malu menyeruak, kedoknya terbongkar oleh keponakan kesayangannya sendiri....
"Silvia," panggil Edo dengan nada sedikit menyesal.
"Iya, Om?" jawab Silvia sambil tersenyum, menoleh ke arah pamannya.
"Begini, Nak," Edo menarik napas sejenak. "Bisakah kamu ceritakan bagaimana kamu bisa... hidup kembali? Bukan maksud apa-apa, Om hanya sangat penasaran." Ada nada hati-hati dalam pertanyaannya.
Suara Silvia bergetar, matanya mulai berkaca-kaca saat menceritakan, "Awalnya, aku dikejar oleh Pedro dan anak buahnya. Mereka menembaki mobilku dengan senjata RPG. Panik, aku membanting setir ke jalur kereta api, mencoba menghindari mereka. Saat itu, aku sama sekali tidak menyadari ada kereta yang sedang melintas. Tabrakan tak terhindarkan... dan aku meninggal." Silvia menelan ludah, lalu menoleh ke arah Antonio.
"Suamiku," panggilnya lembut, "kamu masih ingat waktu dokter bilang aku keracunan?"
Antonio mengangguk pelan, raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang sama. Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya, mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi Silvia. "Iya, Sayang. Aku ingat betul," jawabnya dengan suara serak.
Dalam hati, Antonio berbisik pilu menatap istrinya, "Melihatmu seperti ini, hatiku hancur. Aku tidak tega sedikit pun untuk mengurungmu, Sayang." Cinta dan rasa bersalah bercampur aduk dalam benaknya.
"Karena waktu itu," Silvia melanjutkan dengan suara pelan, "Silviana diracuni oleh Tamara dan pelayannya. Dan saat aku terbangun... mereka berdua terkejut dan mengira aku adalah Silviana. Aku tahu ini terdengar sedikit membingungkan, tapi inilah yang sebenarnya terjadi." Senyum getir terulas di bibirnya sebelum ia menunduk, larut dalam kesedihan.
...Tanpa ragu, Antonio segera meraih Silvia dan menariknya erat ke dalam pelukannya. Dengan lembut, ia mengusap kepala istrinya, mencoba menyalurkan ketenangan dan cinta yang tak terhingga....
"Semua sudah berlalu, Sayang. Mari kita pulang," bujuk Antonio lembut, berusaha mengakhiri kesedihan istrinya.
...Namun, mendengar ajakan itu, Silvia segera melepaskan diri dari pelukan Antonio. Ia bergerak menjauh dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat, menolak ajakan suaminya....
"Aku tidak mau pulang sebelum aku membalas mereka, Antonio," tolak Silvia dengan nada tegas, sorot matanya menunjukkan tekad yang kuat.
"Tapi, Nak, kamu sedang—" Edo mencoba menenangkan, namun Silvia memotongnya dengan nada penuh tekad.
"Om, aku mohon..." air mata mulai mengalir di pipinya, namun suaranya tetap penuh keyakinan. "Aku tidak bisa membiarkan mereka hidup tenang. Aku ingin mereka merasakan penderitaan yang jauh lebih hebat dari yang kedua orang tua angkatku rasakan." Emosi Silvia membara, terpancar jelas dari sorot matanya.
...Antonio dan Edo bertukar pandang, kebingungan sekaligus khawatir. Mereka tahu, jika mereka memaksa Silvia untuk pulang bersama Antonio saat ini, gadis itu pasti akan menolak dan bahkan marah besar. Situasi menjadi semakin rumit....
"Baiklah," putus Antonio tiba-tiba, mengambil keputusan yang mengejutkan. "Aku akan membantumu."
"Tidak!" sergah Silvia cepat, menggelengkan kepalanya keras. "Itu terlalu berbahaya, Suamiku. Aku tidak mau kamu ikut terlibat dalam masalah ini."
"Jadi, maksudmu aku hanya berdiam diri dan membiarkan istri serta anakku dalam bahaya?" tanya Antonio dengan nada sedikit meninggi, namun raut wajahnya memelas menatap Silvia. "Silvia, aku ini suamimu. Itu artinya aku bertanggung jawab penuh atas keselamatanmu dan calon anak kita. Jika aku tidak melakukan apa pun untuk melindungimu, lalu apa arti status suami yang kubawa ini, Silvia? Tolong, jangan membuatku merasa tidak berguna sebagai seorang suami." Ada permohonan tulus dalam setiap kata yang diucapkannya.
"Apa yang dikatakan suamimu ada benarnya, Silvia," timpal Edo lembut, berusaha menenangkan keponakannya. Ia tersenyum hangat dan mengusap kepala Silvia seperti yang sering dilakukannya sejak ia masih kecil. "Cobalah pikirkan perasaan suamimu dan calon anak yang ada di rahimmu. Apa kamu mau tindakanmu justru membahayakan mereka? Tentu tidak, kan? Jadi, tenangkan dirimu dan pikirkan cara terbaik untuk membalas mereka. Om juga akan membantumu, santai saja."
...Namun, sentuhan lembut Edo di kepala Silvia justru menimbulkan rasa cemburu di hati Antonio. Tanpa berkata apa pun, ia menarik Silvia mendekat dan memeluknya erat, sambil melayangkan tatapan tajam penuh peringatan kepada Edo....
"Jangan sentuh istriku," geram Antonio dengan nada posesif.
"Wow, santai, Kawan," balas Edo sambil mengangkat kedua tangannya sedikit. "Dia ini keponakanku."
"Tapi dia istriku," jawab Antonio tak mau kalah, matanya masih tertuju tajam pada Edo.
...Mendengar perdebatan sengit antara kedua pria yang menyayanginya itu, Silvia merasa kesal. Ia melepaskan diri dari pelukan Antonio dan bangkit berdiri. Dengan tatapan bergantian yang tajam, ia menatap kedua pria di hadapannya....
"Baiklah," ucap Silvia akhirnya, setelah berpikir dengan mantap. "Satu tahun. Aku akan menahan diri selama satu tahun, Om, Suamiku. Setelah satu tahun, aku akan kembali dan membalas mereka."
...Antonio dan Edo ikut berdiri, senyum lega merekah di wajah mereka. Meskipun tidak sepenuhnya berhasil membujuk Silvia untuk mengurungkan niatnya, setidaknya keselamatan calon anak Antonio terjamin hingga lahir nanti....
"Oke, deal," sahut Edo riang, mengulurkan tangannya ke arah Silvia.
"Deal." Bukan Silvia yang menjawab atau menjabat tangan Edo, melainkan Antonio yang dengan sigap mengambil alih dan menjabat tangan pamannya.
"Cih! Dasar tua bangka tukang bucin," desis Edo kesal sambil melirik Antonio dan segera menarik tangannya dari jabatan erat itu.
"Biarkan saja," balas Antonio dengan nada bangga sambil merangkul bahu Silvia posesif. "Dia kan istriku."
"Ish! Kalau begitu sudah, ayo kita pulang!" ajak Silvia kesal sambil menghentakkan kakinya, lalu berbalik dan berjalan mendahului.
"Kami pamit dulu. Sampai ketemu lagi tahun depan," ucap Antonio sambil tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Edo sebelum menyusul Silvia.
"Kami permisi dulu, Tuan," pamit Aldo sopan sambil membungkuk hormat kepada Edo, lalu bergegas mengikuti langkah Silvia dan Antonio.
...Edo tersenyum bahagia, matanya mengikuti kepergian Silvia dan Antonio. Ia tak menyangka akan dipertemukan kembali dengan keponakan yang dulu sangat ia sayangi....
"Sampai ketemu lagi tahun depan, keponakanku," gumam Edo lirih, menyimpan harapan dalam hatinya untuk pertemuan selanjutnya.
...🔥🔥🔥🔥🔥...
...Sebelum kembali ke negara X, Silvia menyempatkan diri mampir sejenak ke kafe dengan menggunakan wajah samarannya. Di sana, ia menitipkan kafe itu kepada Nanda. Mereka berdua kemudian mengucapkan salam perpisahan, berjanji untuk bertemu kembali di tahun yang akan datang....
(Bersambung)
...*BONUS*...
(Visual Edo dan istrinya Ana)
lain x dicek ulang deh tulisannya biar reader gg bingung menafsirkannya
klo ada masukan jgn marah ya thor semangat 💪💪
aku suka Antonio semoga jadian Ama silvia
pakek pengaman Ndak...?
jadi Begini... tidak sesuai dengan harapan, Seharusnya Silvia itu karakternya Wanita kuat Ahli IT, Beladiri, Ahli menggunakan senjata api/pedang Terus punya anak buah dll