"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Endingnya
Hari pertama aku minta antar Daniel, baru-buru aku turun dari mobil saat melibatnya akan keluar gerbang sekolah, tetapi dia malah melewatiku.
Hari kedua aku tidak bertemu dnegannya, kata siswa lain dia sudah pulang.
Hari ketiga, dikam terakhir atu bolos sekolah. Memutuskan untuk kembali menemuinya.
Ternyata hari ini dia menggunakan mobil.
Tepat saat kulihat mobil miliknya berjalan hendak melewati pagar, aku berlari keluar dari persembunyianku dan berdiri tepat didepan mobilnya sembari merentangkan tangan.
Cit ....
Suara decitan menggema membuatku meringis sembari memejamkan mata sejenak.
Setelah yakin mobil Dia berhenti, aku membuka mata menghela nafas lega. Tentu saja aku takut dia telat mengerem dan menabrakku, tetapi jika aku tidka melakukan hal ini, dia tidak akan mau menemuiku.
"LO MAU MATI!!!" Teriak Sagara menggelegar.
Aku yang tidak perduli dnegan teriakannya itu, buru-buru aku masuk kedalam mobilnya sebelum dia keluar dari dalam mobil.
"Ayo jalan" ucapku dengan riang mencoba bersikap seakan tidak terjadi apapun.
"Keluar" desis Sagara.
Aku menoleh pada Sagara dengan senyum lebarku, "Gara ayo jalan."
Kulihat tangannya mengepal di atas setir mobil, tetapi aku mengabaikannya.
Dia menatapku tajam "Bilqis, keluar!" kali ini penuh dengan tekanan.
Aku tetap tersenyum lebar, "panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Kalimat itu begitu tegas dan jelas ditelingaku.
Kugigit bibir bagian bawahku, sembari tetap mempertahankan senyumku.
Aku salah jadi harus terima konsekuensinya, aku mengulang kata-kata itu berkali-kali dibenakku. Mencoba tenang dan terus tersenyum padanya.
"Ayo jalan, mau ketemu Sakura kan?" tanyaku sekuat mungkin untuk mengatakannya agar tidak terdengar sumbang.
Raut wajah berubah sendu, aku membuang muka, pura-pura sibuk dengan seat belt yang akan aku gunakan.
"Beberapa hari ini aku mau memintamu untuk bertemu Sakura atas permintaan Abang Ar, tapi kamu mengabaikanku."
Saat mengatakan kalimat terakhir, aku benar-benar membuang muka dengan menatap keluar jendela.
Pelahan mobil m mulai berjalan, aku mengotak atik layar head mobil milik Sagara tampa melihat kearah padanya. Kumasukkan alamat tempat dimana Sakura dirawat dan kembali menatap keluar jendela.
Benar bukan, aku tidak seharusnya berharap, bahkan dengan dia menemui Yardan, dengan postingannya diakun sosial medianya seharusnya tidak membuatku pendirianku goyah untuk tidak berharap lebih.
Selama perjalanan mereka diam, aku hanya memilih diam, saling menautkan jemariku menatap kosong kedepan.
Dret ...
Kesunyian yang terjadi diantara kami terpecah karna ponsel ditanganku bergetar, ternyata Daniel menghubungiku.
"Niel, jemput aku ... Alamatnya ku share."
Aku tidak menunggu jawaban Daniel, kututup panggilan Daniel lebih dulu, lalu mengotak atik ponselku untuk mengirim alamat dan kembali menatap keluar jendela.
"Tidak usah minta jemput nanti gue antar."
"Gak usah" tolakku.
Aku yakin, suaraku terdengar serak olehnya.
"Lo marah?."
"Enggak."
"Bukannya seharusnya disini gue yang harus marah?."
Kugenggam ponsel ditanganku erat hingga buku tanganku memutih, "ya" hanya satu kata persetujuan yang keluar dari mulut Bilqis.
Tenggorokanku bagaikan dicekik susah untuk mengeluarkan suara.
"Lo gak mau minta maaf gitu?."
"Maaf."
Dadaku semakin sesak rasanya.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali menahan air mataku agar tidak tumpah. Kalaupun ingin menangis, aku tidak mau menangis disini.
Ah ... Lagi pula apa yang akan aku tangisi?, aku sudah tahu akan begini endingnya.
Diam-diam aku menghela nafas beberapa kali.
"Lo robot apa gimana sih?, kenapa ..."
"Terus mau lo apa?" Potongku malah emosi.
Ya, lebih baik aku emosi daripada aku nangis disini, didepannya.
"Menurut lo?."
Aku memilih diam tidak mengatakan apapun.
Keheningan kembali tercipta diantara kami hingga mobil Sagara memasuki halaman rumah tempat Sakura dirawat.
Baru saja Sagara menghentikan laju mobilnya, aku sudah lebih dulu keluar dari dalam mobil.
Kubukan pesan masuk yang baru saja Daniel kirim padaku, dia sudah berada di depan pintu gerbang. Ternyata Daniel datang diwaktu yang tepat, syukurlah.
"Gue pulang" ucapku sembari menutup pintu mobil, "didalam ada Bang Ar."
Aku melangkah perlahan sembari membuka ranselku, mencari buku sketsa tentangnya yang selalu aku bawa kemanapun didalam tas.
Langkahku berhenti didekat tong sampah, mengeluarkan buku sketsa dari dalam tasku dan membuang kedalam tong sampah lalu kembali melangkah pergi.
Sudah aku bilang aku tidak mau berharap, tetapi kamu meyakinkanku, bahkan memintaku untuk optimis.
Atau mungkin hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita, aku yang salah memahami tentang hubungan yang kamu maksud dan salah mengartikan tentang apa yang terjadi.
Terima kasih atas waktu kebersamaan, perhatian dan apa yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Kukepalkan tanganku dengan kuat menahan sesak yang mulai menguasai dadaku.
Mobil Daniel berhenti tepat didepanku, aku hanya mampu menatap Daniel yang masih berada didalam mobil, sulit rasanya untuk bergerak melangkah.
Daniel turun daru dalam mobil untuk menghampiriku, sebelum Daniel mengatakan apapun, aku berhambur memeluknya erat.
*-*
"Akhirnya nangis juga."
Itu kalimat sindiran pertama yang aku dengar setelah membuka pintu rumah Ganendra.
Ayah duduk dikursi ruang tamu sembari melepaskan kaca matanya.
Mataku yang sejak tadi menahan tangis seketika tidak lagi bisa menahan bendungan air mataku.
"Sini" Ayah merentangkan tangannya padaku.
Aku berjalan perlahan masuk kedalam pelukannya dan menangis segugukan.
Ayah membalas pelukanku dan tertawa lepas, membuatku kesal dan memukul dada Ayah pelan. Ayah dan Chaka sama saja yang akan menertawakanku disetiap awal aku menangis tapi pada akhirnya nanti mereka akan mencoba menenangkanku.
"Gak usah nangis" ucap Ayah, "kamu sudah tahu kemungkinan terbesar endingnya gimana sayang."
Aku menganggukkan kepala.
"Terus kenapa nangis?."
Ayah merenggangkan pelukan kami, tangannya membingkai wajahku dan menghapus air mataku.
Aku yang masih segugukan tidak bisa menjawab, hanya diam.
"Ye ... Udah mau lulus SMA juga malah nangis" sindir Chaka.
Bibirku langsung mencebik ingin kembali menangis, Ayah mendekapku lagi sembari melempar bantal sofa pada Chaka.
"Meski sudah mau lulus SMA kalian masih lima belas tahun" omel Ayah, "jadi masih perlu belajar bayak hal, termasuk mengontrol emisi."
Aku mengagguk pelan, mengangkat kepalaku dan bergeser duduk di sofa panjang tepat disamping Chaka.
Tangan Chaka mengacak-acak rambutku, lalu mengelusnya dan memelukku dari samping.
"Jadi dia marah?" Tanya Chaka.
Aku mengangguk.
"Gak jadi Official dong?" Tanya Daniel.
Mataku langsung melirik Daniel tajam.
"Aku akan melakukan hal itu kalau terjadi sama kamu Bi" ucap Chaka lembut.
Mataku kembali berkaca-kaca.
"Gak nangis, jelek" ledek Chaka.
Aku berdecak malas.
Chaka dan Daniel malah tertawa lepas.
Ini endingnya, dan ternyata meski aku sudah memperkirakannya sebelumnya akan berakhir begini, tetap saja sakit dan sesak rasanya.
*-*