Adrian adalah seorang pemuda yang tanpa sengaja mendapatkan kekuatan mata yang super hebat. Selain dapat menembus setiap benda, mata itu juga memberikan Adrian kemampuan medis legendaris dan juga bela diri kuno.
Seketika nasib Adrian berubah dan banyak di sukai oleh para wanita cantik.
Sekilas cahaya keemasan terlintas di mata Adrian.
"Apa ini, mataku mampu menembus pakaiannya," ucap adrian.
Bagaimana kelanjutannya bisa langsung di baca di novel ini ya !!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus budianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 10 PERTANDINGAN DI MULAI
Vanesa tidak menyangka bahwa Wanto mengincar toko milik keluarganya. Apa lagi toko itu merupakan aset berharga keluarga mereka.
"Toko itu di dapatkan oleh keluarga Setiawan dengan biaya yang sangat besar," bisik seorang pria di sana kepada rekannya.
"Jika dia menyetujuinya, bukankah sama saja memberikan toko itu secara cuma-cuma," sahut rekannya.
Pada dasarnya semua orang sangat meremehkan Adrian dan beranggapan bahwa tidak mungkin Adrian akan menang jika bertanding melawan Wanto.
Namun Adrian sama sekali tidak memperdulikan semua orang yang meremehkannya dan Adrian justru sangat percaya diri.
"Lalu bagaimana jika kamu kalah?" tanya Adrian kepada Wanto sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Aku kalah...?" ujar Wanto.
"Hahaha," Wanto tertawa lepas sekali.
"Apa bocah ini sedang bermimpi di siang bolong, ingin mengalahkan master Wanto, sungguh besar sekali gayanya," ujar seseorang di sana kepada temannya.
"Baiklah bocah, jika aku kalah, aku akan menggonggong seperti anjing dan memberikan uang senilai dengan batu giok nya sebagai kompensasi," ujar Wanto.
Vanesa terlihat sedikit panik dan mulai ragu kembali mendengar taruhan yang semakin besar ini.
"Adrian seberapa besar keyakinanmu untuk menang?" tanya Vanesa sambil berbisik-bisik.
"Aku pasti menang," jawab Adrian sambil merangkul pinggang Vanesa.
Vanesa tersipu malu dengan tindakan Adrian ini, wajahnya memerah dan membuat jantungnya berdegup semakin cepat.
"Aku adalah seorang yang melihat dengan jelas, dengan kekuatan mata ini," ucap Adrian di dalam hati di ikuti senyum kemenangan.
"Baik, aku menerima pertandingan ini," ujar Vanesa yang menaruh semua harapannya kepada Adrian.
Pertandingan pun resmi di mulai, Wanto juga sudah pergi untuk memilih batu terbaik. Begitu juga dengan Adrian yang langsung mencari batu dengan di ikuti oleh Vanesa di belakangnya.
Setelah beberapa saat, Vanesa mulai menghela nafasnya melihat Adrian sembari tadi hanya mengelus-elus dan mengetuk-ngetuk batu saja.
"Apa seperti ini caranya mencari batu giok, tapi sebelumnya di toko dia cukup hebat?" pikir Vanesa.
"Berjudi batu pertama harus melihat penampilan kristalisasi dari batu asli," ujar Vanesa kepada Adrian.
"Kedua harus melihat retakan tampilan luarnya, kristalisasi banyak, dan retakan sedikit, maka itu kwalitas tinggi," sambung Vanesa.
"Oh begitu ya," balas Adrian seolah paham dan nyambung.
Adrian seolah paham dengan apa yang di katakan oleh Vanesa, sedangkan pada kenyataannya dirinya tidak begitu mendengarkannya.
"Oh iya Vanesa, warna giok apa yang paling bernilai?" tanya Adrian.
Orang-orang di sekitar mereka seketika tertawa mendengar pertanyaan Adrian ini.
"Bocah ini bahkan tidak tau apapun haha..." ujar seorang pria sambil memegangi perutnya karena tertawa.
"Kali ini tuan master Wanto akan menang dengan mudah," ujar pria yang lain.
Vanesa tidak menyangka bahwa Adrian sama sekali tidak mengerti dengan giok yang memiliki nilai tertinggi. Vanesa mulai berpikir bahwa membiarkan Adrian untuk bertanding adalah keputusan yang salah.
Vanesa mulai menjelaskan nilai sebuah giok berikut dengan warnanya. Mulai dari giok dengan nilai terendah hingga sampai yang tertinggi.
Sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh Vanesa, Adrian mulai melihat ke arah semua batu yang ada di dekatnya. Sebuah kilauan cahaya keemasan melintas di matanya.
Sambil tersenyum Adrian dapat melihat semua isi batu dengan begitu sangat mudah.
"Ini dia," ujar Adrian pada sebuah batu.
"Kamu sudah selesai memilih, coba aku lihat," Vanesa tidak menyangka Adrian cepat juga dalam memilih batu setelah mendengarkan masukan darinya.
Vanesa melihat batu yang di pilih oleh Adrian dan mendapati sebuah batu berukuran bola futsal.
Vanesa mencoba mengecek batu itu dengan kemampuannya, namun Vanesa seolah tidak percaya bahwa Adrian justru memilih batu yang berbanding terbalik dengan kriteria yang telah dia jelaskan sebelumnya.
"Tidak ada kristalisasi dan seluruh tampilannya retak," ujar Vanesa.
Bagitu melihat label harga pada batu itu, Vanesa semakin terkejut karena harganya begitu tidak masuk akal.
"Harganya hanya satu juta," ujar Vanesa.
Sebuah batu dengan harga satu juta jelas memiliki kualitas yang sangat buruk sekali.
"Bagaimana, harganya murah, barangnya bagus bukan?" ujar Adrian sambil tersenyum memegangi dagunya.
"Benda apa yang kamu pilih ini, jika batu ini memiliki isi, itu baru aneh," Vanesa kesal bukan main di buat oleh Adrian.
Tiba-tiba saja Wanto sudah selesai dan datang menghampiri mereka dengan membawa batu pilihannya.
"Bocah, karena sudah selesai memilih, kalau begitu langsung kita potong saja," ujar Wanto kepada Adrian.
"Tunggu, kami mau ganti," sela Vanesa hendak mencari batu lagi.
Adrian langsung menangkap tangan Vanesa dan menghentikannya.
"Percaya padaku," ujar Adrian sambil menatap mata Vanesa.
"Jika aku kalah, kamu boleh melakukan apapun kepadaku," sambung Adrian.
Dengan jarak yang begitu dekat di tambah kata-kata dari Adrian membuat hati Vanesa tersentuh. Wajahnya memerah, hatinya berdebar kencang, sehingga membuatnya menjadi malu.
Sesaat kemudian Vanesa melepaskan diri dari Andrian dan membelakanginya karena mulai salah tingkah.
"Sudahlah, terserah kepadamu saja, jika kalah juga tidak apa-apa," ujar Vanesa dengan pelan sambil tertunduk.
Sikap Vanesa dan Adrian ini bak seperti seorang kekasih di mata setiap orang.
"Sudah mau kalah, untuk apa buang-buang waktu," ujar Wanto.
"Orang yang akan kalah bukan aku, tapi kamu," balas Adrian.
"Dari mana datangnya kepercayaan bocah ini," ujar seseorang di sana.
"Kedua batu mereka jika di letakkan bersama juga akan langsung tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah," ujar orang yang lain.
Kemudian beberapa orang telah tiba dengan membawa alat untuk memotong batu. Batu permata yang akan di potong adalah batu milik Wanto.
Batu milik Wanto mulai di potong secara perlahan-lahan.
"Sudah terbuka," ujar si pemotong batu.
Terlihat sebuah batu giok hampir sebesar bola kasti yang di dapatkan di dalam batu pilihan Wanto.
"Dengan ukuran sebesar itu, bisa untuk membuat 4 buah gelang dan dua liontin," ujar seseorang salah seorang di sana.
"Master Wanto, aku bersedia membelinya dengan harga 4 milyar," ujar orang yang lain.
"Aku bayar 5 milyar," ujar orang yang lain lagi.
"Jangan buru-buru," terlihat Wanto begitu puas dengan hasil yang di dapatkan.
"Tunggu mereka selesai membelah miliknya, baru kalian memilihnya," sambung Wanto.
Wanto sudah sangat yakin dengan hasil ini dirinya sudah di pastikan akan memenangkan pertandingan ini.
Adrian mengambil sebuah kapak dan akan membelah batu miliknya sendiri. Hal itu membuat orang-orang tertawa dan semakin meremehkannya.
"Adrian mereka sudah selesai memotong, apa yang kamu lakukan?" tanya Vanesa.
"Aku mencari posisi yang tepat untuk menghindari giok di dalamnya," jawab Adrian.
Adrian mengangkat kapaknya dan bersiap memotong. Bola mata Adrian menyala bak bola api menembus ke dalam batu.
"Kamu berbicara seperti bisa melihat kedalam nya saja," ujar Wanto.
"Memang benar yang kamu katakan, aku bisa melihat ke bagian dalamnya," ucap Adrian di dalam hati.
Adrian mulai mengayunkan kapaknya dengan sangat cepat. Setiap gerakan dari Adrian mengeluarkan gesture yang begitu hebat. Setiap tebasan kapak Adrian memotong batu itu dengan sempurna.
Cahaya yang menyilaukan keluar dari dalam batu yang di potong oleh Adrian. Wanto pun sampai terdiam di buat oleh cahaya itu.
"Cahaya apa ini, silau sekali," ujar orang-orang di sana.
"Maaf sepertinya aku yang menang," ujar Adrian.