Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09
°
°
°
Akmal melepas baju luarnya dan bergegas mendekati Anaya yang berdiri lemas di depan wastafel. Dia membungkus tubuh basah istrinya dan menggendongnya dengan lembut.
Sebelum pergi, Akmal menatap tajam ketiga gadis yang menganiaya Anaya. "Aku ingat wajah kalian. Dan kupastikan kalian akan menyesal atas perbuatan ini," ujarnya dengan nada dingin.
Setelah mencapai mobil, Akmal mendudukkan Anaya di jok penumpang. "Maafkan aku, Nay. Aku tidak bisa melindungimu," katanya dengan penyesalan.
Anaya terdiam, tubuhnya terasa remuk redam. Dia tampak kacau, air mata membanjiri wajahnya yang merah memar. Kedua pipinya menampakkan bekas lima jari. Dia terisak, tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
°
Flashback on
Risna dan teman-temannya asyik bercengkerama ketika Tiara menunjuk ke arah tertentu. "Eh, Ris. Itu bukan, mantan calon suamimu?"
Semua mata menoleh. Risna mengangguk dengan wajah murung.
"Lebih cantik kamu, Ris. Tapi kenapa Akmal memilihnya?" tanya Wina.
"Benar, dia dulu sangat mencintaimu. Bagaimana bisa berpaling begitu cepat?" tambah Nola.
Risna menjawab pelan, "Aku tidak tahu. Mungkin dia memiliki sesuatu yang membuat Akmal memilihnya."
Tiara, Wina, dan Ria bangkit, meninggalkan Risna dan Nola yang tetap duduk. Ketiganya mengikuti Anaya yang masuk ke toilet.
Flashback off
°
Kini ketiga gadis itu diliputi rasa takut dan gelisah, membayangkan konsekuensi atas perbuatan mereka.
"Duh, apa yang akan terjadi pada kita nanti?" tanya Wina dengan khawatir.
Tiara mencoba menenangkan. "Tenang, dia pasti hanya menggertak. Dia kan karyawan biasa seperti kita."
Ria membantah, "Tapi, Ra, kalau dia karyawan biasa, bagaimana bisa memberikan mas kawin mobil Alphard dan tanah seluas itu?"
Tiara mengatur penampilannya dan mengajak teman-temannya pergi. "Sudahlah, kita lihat saja nanti. Jangan terlalu khawatir!"
"Kalian darimana?" tanya Risna saat melihat kedatangan ketiga temannya.
"Dari toilet," jawab Tiara singkat.
"Baju kamu basah, Win." Nola bertanya.
"Kran wastafel lepas, airnya muncrat ke baju," jawab Wina gugup.
Risna menatap jamnya. "Sudah malam, kita pulang, yuk! Aku tidak ingin terlambat sampai kost-an."
Teman-temannya setuju. Mereka membayar tagihan dan berpamitan untuk pulang.
°
Sesampai di rumah, Akmal langsung menghubungi dokter. Meskipun Anaya menolak dibawa ke rumah sakit, Akmal ingin memastikan keselamatannya.
"Naiklah ke kamar, bersihkan dirimu dan istirahat. Dokter akan segera datang memeriksa keadaanmu," kata Akmal lembut.
Anaya mengangguk, merasakan kepalanya pusing, juga nyeri dan panas pada pipinya. Kemudian dia bergegas ke kamarnya.
Akmal menatap Anaya dengan rasa iba. Meski belum ada cinta, dia merasa wajib melindungi istrinya.
Akmal menghubungi seseorang, lalu berbicara di telepon dengan nada serius. Bahkan tangannya mengepal dan rahangnya tampak mengeras.
"Lihatlah, aku akan memberi kalian kejutan besok," ujarnya
"Kalian yang memulai, jadi jangan salahkan aku jika bertindak lebih jauh," sambung Akmal geram
Tak lama Dokter Mirna tiba, dan Akmal mengantarnya ke kamar. Dokter Mirna adalah dokter di klinik perusahaan Akmal.
"Anda menghubungi saya malam-malam, siapa yang sakit, Tuan?" Dokter Mirna bertanya.
"Maaf, Dok. Istri saya mengalami kekerasan. Tolong diperiksa." Akmal memohon.
"Wah, Anda sudah menikah? Kenapa tidak mengundang saya?" Dokter Mirna tersenyum.
"Iya, Dok. Beberapa hari yang lalu," sahut Akmal.
Dokter Mirna segera memeriksa Anaya. "Badannya hangat, mungkin karena syok."
"Semuanya baik-baik saja, kan?" Akmal bertanya.
"Tenang, tidak ada yang serius. Saya akan memberinya obat penenang dan salep anti memar." Dokter Mirna menenangkan.
Dokter Mirna kemudian pamit pulang setelah memeriksa dan memberikan resep obat. Akmal mengantarnya sampai di depan pintu. "Terimakasih, Dok!"
Dokter Mirna tersenyum. "Sama-sama, Anda tidak perlu sungkan."
Setelah Dokter Mirna pergi, Akmal kembali ke kamar. "Aku akan menebus obat dulu," katanya pada Anaya.
Anaya mengangguk pelan. Setelah Akmal pergi, dia memegang pipinya yang terasa nyeri.
"Mereka begitu kejam," gumamnya. "Apa aku seburuk itu sampai dituduh pelakor?"
Anaya menatap langit-langit kamar, pikirannya berkecamuk. "Siapa mereka? Aku tidak merasa punya musuh. Aku bahkan jarang bergaul, mengapa mereka tiba-tiba menyerangku?"
Akmal kembali dan menemukan Anaya terpaku dalam lamunan.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Akmal.
Anaya menggeleng. "Aku tidak mengerti, kenapa mereka menyebutku pelakor, Mas."
Akmal mendekati dan menyerahkan obat. "Minum dulu, lalu ceritakan apa yang terjadi."
Anaya menurut, ia bersandar pada headboard, lalu meminum obatnya.
"Sekarang, ceritakan," dorong Akmal.
Anaya menceritakan kejadian tersebut tanpa ragu. Akmal mengepalkan tangannya, tidak terima.
"Sekarang istirahatlah, aku akan mengurus semuanya," kata Akmal lembut.
Anaya merebahkan tubuhnya, menutupi diri dengan selimut, dan segera terlelap.
Akmal keluar kamar, setelah memastikan Anaya tidur nyenyak. Di ruangan sebelah, dia membuka laptop dan meretas sistem keamanan mall. Dalam sekejap, dia berhasil mendapatkan rekaman CCTV sebagai barang bukti.
Setelah memastikan tidak ada jejak digital, Akmal menutup laptopnya. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi, melipat tangan di belakang kepala, wajahnya memancarkan kemarahan dan kekecewaan mendalam.
°
°
°
Alarm berdering, membangunkan Anaya dari tidurnya. Dia meregangkan badan mengambil napas dalam-dalam, dan menoleh ke samping. Namun Akmal tidak ada di sebelahnya.
"Mas Akmal ke mana?" Anaya bertanya, lalu turun dari ranjang menuju kamar mandi yang kosong.
Dia keluar kamar mencari Akmal, dan menemukannya tertidur di kamar sebelah dengan kepala telungkup di atas meja.
Merasa kasihan, Anaya membangunkannya dengan lembut. "Mas Akmal, bangun. Tidurlah di kamar!"
"Jam berapa?" tanya Akmal dengan suara serak.
"Setengah lima, Mas," jawab Anaya dengan senyuman.
Akmal bangun menuju kamarnya. Lalu ke kamar mandi untuk berwudhu. Anaya mengikuti dan mereka berdua melaksanakan shalat Subuh berjamaah.
Setelah shalat Akmal kembali tidur. Sementara itu, Anaya masuk ke dapur dengan gembira untuk memasak sarapan favorit suaminya.
Satu jam berkutat di dapur, Anaya selesai membuat sarapan untuk sang suami. Dia tersenyum menatap hasil karyanya. "Semoga Mas Akmal suka."
Beberapa hari di rumah mertua, Anaya banyak bertanya pada Bunda Marini apa saja yang di sukai dan tidak disuka oleh Akmal. Dia sudah bertekad ingin menjadi istri yang baik. Jangan sampai mengecewakan suaminya.
Selesai memasak Anaya membersihkan rumah, selanjutnya menyiram bunga dan tanaman lainnya. Selesai semua pekerjaannya Anaya kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
Jam tujuh pagi, pasangan suami-istri itu sudah rapi dan duduk di meja makan. Anaya melayani Akmal dengan senyum hangat.
"Bagaimana, Mas? Nasi gorengnya enak?" tanya Anaya saat Akmal menyelesaikan suapan pertama.
Akmal berhenti mengunyah dan mengangguk sembari tersenyum. "Enak, mirip masakan Bunda."
"Aku minta resepnya langsung dari Bunda," kata Anaya bangga.
Akmal terdiam, menatap Anaya dengan mata penuh kasih. Dia merasa bahagia karena istrinya melakukan hal-hal kecil yang membuatnya senang.
Setelah sarapan, Akmal dan Anaya berangkat ke kantor bersama. Akmal mengantarkan Anaya terlebih dahulu.
"Terima kasih, Mas. Jika Mas Akmal sibuk, tidak perlu menjemputku. Nanti aku bisa nebeng Ersa atau naik taksi," kata Anaya.
"Iya, terserah kamu saja," jawab Akmal.
Anaya mencium tangan Akmal, lalu keluar dari mobil. "Hati-hati ya, Mas!"
Akmal tersenyum dan mengangguk, lalu melajukan mobil menuju kantor kepolisian terdekat.
Setelah lima belas menit berkendara, Akmal tiba dan disambut oleh Petugas Haris, temannya di satreskrim.
"Eh, tumben datang kemari! Apa kabar, Bro?" Haris bertanya.
Mereka bersalaman dan berpelukan hangat.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik," jawab Akmal.
"Apa yang membawamu kemari?" tanya Haris, duduk di sofa.
"Aku butuh bantuanmu," kata Akmal. Ia lalu menceritakan kejadian yang dialami Anaya semalam.
"Astaghfirullah al'adzim! Apa kamu membawa buktinya?" Haris bertanya serius.
Akmal menyerahkan rekaman CCTV. "Tolong berikan mereka efek jera."
"Ok, jangan khawatir," Haris menenangkan Akmal dengan menepuk bahunya.
Setelah selesai melapor, Akmal pamit dan meninggalkan kantor polisi.
°
Pukul sembilan pagi, kantor Risna dan teman-temannya mulai beraktivitas. Semuanya berjalan normal hingga mereka dipanggil menghadap HRD.
Risna dan Nola datang dengan penasaran, menyusul Tiara, Wina, dan Ria yang sudah berada di sana menundukkan kepala.
"Ada apa kita dipanggil?" tanya Risna.
Sebelum ada jawaban, dua orang berseragam polisi masuk ke ruangan membuat Risna dan yang lainnya terkejut.
"Polisi...? Kenapa ada polisi kemari?" batin Risna bertanya keheranan.
°
°
°
°
°
Apa yang akan terjadi pada mereka ya... Ternyata Akmal tidak main-main 😭😭😭
Saat ada masalahnya pun nggak berlarut-larut dan terselesaikan dengan baik.
Bahagia-bahagia Anaya dan Akmal, meski ada orang-orang yang berusaha memisahkan kalian.
Semangat untuk Ibu juga. Semangat nulisnya dan sukses selalu💪💪🥰❤️❤️❤️