Mendadak Jadi Istri Miliarder

Mendadak Jadi Istri Miliarder

01

°

°

°

"Apa kamu bilang...? Batal...? Astaghfirullah...! Kamu ini sudah tidak waras atau bagaimana, Risna! Membatalkan pernikahan setelah semua terlanjur begini? Terus mau ditaruh mana muka orangtuamu ini, Risna...!" teriak Bu Rahma dengan hati bergemuruh dikuasai amarah.

"Daripada setelah menikah nanti kita bercerai, Bu," jawab Risna.

"Iya, tapi masalahnya pernikahan kalian tinggal dua hari lagi. Dan semua sudah siap, apa kamu sanggup menanggung malu Risna! Pikirkan itu!" Bu Rahma berkata dengan emosi memuncak.

"Jangan terlalu emosi, Bu. Ingat, nanti darah tinggi Ibu kumat." Pak Rusli memperingatkan.

"Astaghfirullah al'adziiim!" Bu Rahma beristighfar seraya menepuk dadanya yang terasa sesak bagai terhimpit beban yang sangat berat. Ya memang berat, karena pasti jika pernikahan dibatalkan tentu akan menanggung rasa malu yang tak terbayangkan oleh mereka sebelumnya.

"Sebenarnya ada apa ini, Risna? Kenapa kamu tiba-tiba berubah seperti ini? Tidakkah kamu memikirkan perasaan Bapak dan ibu, hahhh!" marah Bu Rahma lalu menghempaskan bahu anak gadisnya dengan kasar.

"Risna, sekarang dengarkan bapak dan jawab dengan jujur! Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu untuk membatalkan pernikahan ini?" tanya Pak Rusli. Beliau berusaha sabar menghadapi anak gadisnya.

"InsyaAllah, Risna sudah mantap, Pak," jawab Risna sambil menunduk.

"Ya sudah kalau begitu besok kita datang ke rumah Pak Deni untuk memberi kabar," ucap Pak Rusli.

Sementara Bu Rahma dengan hati mendongkol terpaksa mengikuti saran suaminya. Dalam hati Bu Rahma sangat kecewa dengan keputusan anak gadisnya. Bagaimana tidak kecewa, calon suami Risna adalah pemuda yang baik, mapan, tampan, dan dari keluarga terpandang. Padahal jika seandainya anaknya berjodoh, setidaknya bisa mengangkat derajat keluarga mereka.

Bu Rahma menarik napas dalam-dalam, berusaha menguasai emosinya, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya dan memikirkan alasan yang tepat untuk mengabarkan hal tersebut.

°

Keesokan harinya Bu Rahma dan Pak Rusli, mendatangi kediaman keluarga Pak Deni. Tak butuh waktu lama hanya dua puluh menit perjalanan, tibalah keduanya di rumah calon mantan besan mereka.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, silakan masuk Pak, Bu." Pak Deni yang kebetulan berada di ruang tamu meyambut kedatangan calon besannya dengan suka cita, meskipun hatinya diliputi pertanyaan.

"Maaf, Pak Rusli dan Ibu Rahma. Hal penting apa yang sekiranya membuat Anda berdua datang kemari?" tanya Pak Deni dengan tutur kata yang sangat sopan.

Sebelum menjawab Pak Rusli terlihat gugup dan menoleh pada Bu Rahma seolah meminta istrinya saja yang berbicara. Sayangnya Bu Rahma tidak menanggapi. Wanita itu justru sibuk memilin ujung bajunya dengan tangan bergetar.

"Ada apa sebenarnya ini, Pak, Bu?" Bunda Marini seakan menangkap adanya keraguan dan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan dari sikap kedua tamunya tersebut.

Tegang bercampur gelisah tercetak jelas pada wajah tua Pak Rusli. Bahkan beliau langsung menundukkan kepala tak sanggup menerima tatapan yang begitu mengintimidasi dari tuan rumah.

"Maafkan kami, Pak Deni beserta keluarga. Sebenarnya kami merasa malu jika harus datang ke rumah Bapak. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena kami tidak bisa melanjutkan pernikahan ini." Pak Rusli akhirnya memberanikan diri untuk berbicara pada pokok permasalahan.

Jdeeerrrr

Bagai petir menyambar di tengah hari yang terik. Meski lirih, namun perkataan Pak Rusli terdengar sangat jelas mengingat suasana di rumah saat itu sangat hening. Pak Deni dan Bunda Marini langsung menatap ke arah Pak Rusli dengan sorot mata tajam menyiratkan kemarahan dan kekecewaan, namun Pak Deni berhasil menguasai dirinya. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan Bu Marini.

"Apa maksud Bapak tidak bisa melanjutkan pernikahan ini? Apa itu artinya..." Bunda Marini tidak sanggup berkata lagi, tenggorokannya terasa tercekat, dan bibirnya bergetar hebat, wajahnya berubah pias.

"Maafkan anak kami, Pak, Bu. Risna mengatakan belum siap untuk menikah dan meminta pernikahan ini dibatalkan." Pak Rusli menambahkan ucapannya dengan kepala tertunduk.

Suasana menjadi hening seketika, atmosfer udara di ruang tamu rumah Pak Deni seolah kosong dan berhenti dalam sekejap. Menampilkan helaan napas panjang dan dalam dari masing-masing individu yang berada di ruangan itu.

"Astaghfirullah... bagaimana bisa begini, Pak? Pernikahan mereka tinggal besok. Seharusnya kalau memang belum siap kenapa dulu menerima pinangan kami? Lalu ini...?" Bunda Marini tidak sanggup melanjutkan lagi kata-katanya. Beliau bahkan hampir saja limbung, andai Pak Deni sang suami tidak segera menahan tubuhnya.

"Sabar, Bun. Nanti kita cari solusinya bersama-sama," hibur Pak Deni kepada Bunda Marini.

"Tidak bisa begitu dong, Yah! Mereka tidak bisa mempermainkan kita seperti ini. Bukan masalah nominal yang sudah kita keluarkan, tapi ini menyangkut tanggung jawab dan harga diri." Bu Marini berkata dengan berapi-api bahkan sampai berdiri dari duduknya.

Tidak ada yang berani menyahut, semua sibuk dengan pemikiran masing-masing. Ketegangan begitu mewarnai ruang tamu di rumah Pak Deni.

"Bagaimana Anda berdua mendidik anak gadis Anda menjadi seorang yang plin-plan dan tidak punya pendirian. Seharusnya kalau memang belum siap menikah, kan bisa bicara jujur sebelum semuanya terlanjur! Saya benar-benar kecewa dengan keluarga ini," kata Bunda Marini dengan menahan kekecewaan yang mendalam.

"Sekarang, silakan Anda berdua tinggalkan rumah kami, karena semua sudah jelas dan tidak ada lagi yang perlu dibicarakan! Assalamualaikum." Bu Marini lalu berdiri dengan gestur mempersilakan tamunya untuk pergi. Biarlah dikatakan tidak sopan karena telah mengusir tamu, tetapi hatinya sudah terlanjur kesal dan amarah yang memenuhi aliran darahnya.

Dengan rasa tidak nyaman dan menanggung malu, pada akhirnya, Pak Rusli dan Bu Rahma meninggalkan kediaman Pak Deni.

°

Akmal datang dengan wajah bingung, dia sempat melihat sekilas calon mertuanya keluar dari halaman rumahnya. Akmal saat itu baru saja tiba menjemput Arbi sahabatnya dari bandara, dan merasakan aura keheningan yang mencekam di dalam rumahnya

"Ada apa ini, Yah? Tadi aku lihat seperti ada Pak Rusli keluar dari sini?" tanyanya pada sang ayah.

"Risna membatalkan pernikahan kalian," ucap Bunda Marini di sela kesedihannya.

"A-a-pa...! Membatalkan pernikahan? Apa benar ini, Yah?" tanya Akmal pada Pak Rusli.

"Iya benar, Nak! Risna bilang, 'Dia belum siap menikah,'" jawab Pak Deni lirih, tetapi terdengar jelas oleh semua yang ada di dalam ruangan itu termasuk sahabat karib Akmal yaitu Arbi.

"Astaghfirullah al'adzim...! Jadi Kak Akmal batal menikah?" celetuk April adik Akmal yang tiba-tiba datang entah darimana.

Akmal langsung syok dan terpaku di tempatnya berdiri, saat mendengar perkataan sang bunda. Dia begitu terpukul, apalagi ayahnya juga membenarkan bahwa Risna calon istrinya membatalkan pernikahan mereka.

Akmal tampak begitu frustasi dengan berbagai pertanyaan memenuhi benaknya. Padahal besok mereka akan menikah tapi mempelai wanitanya malah membatalkan pernikahan. Lalu apa kata orang nanti?

°

°

°

Hallo readers setiaku...😍

Selamat berjumpa kembali di cerita baru Moms TZ . Semoga betah menemani Moms ya.

Jika suka silahkan like dan tekan permintaan update, tetapi jika tidak suka cukup tinggalkan dan jangan meninggalkan jejak apapun!

Berkarya tidak mudah, mohon dukungannya, terimakasih 🙏🙏🙏😍😍😍

Terpopuler

Comments

ora

ora

Ini ceritanya Akmal nya Arbi kah?

2025-01-05

1

FT. Zira

FT. Zira

Akmal... yg suka nyelonong,, buka pintu tanpa ketuk .. apa lagi ya..
akmal yg itu bukan??

2025-01-05

1

ora

ora

Hay, Ibu ... aku menyimak awal bab.
Semangat untuk cerita barunya, dan sukses selalu💪💪💪🥰❤️

2025-01-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!