Marsha Calloway terjebak dalam pernikahan yang seharusnya bukan miliknya—menggantikan kakaknya yang kabur demi menyelamatkan keluarga. Sean Harris, suaminya, pria kaya penuh misteri, memilihnya tanpa alasan yang jelas.
Namun, saat benih cinta mulai tumbuh, rahasia kelam terungkap. Dendam masa lalu, persaingan bisnis yang brutal, dan ancaman yang mengintai di setiap sudut menjadikan pernikahan mereka lebih berbahaya dari dugaan.
Siapa sebenarnya Sean? Dan apakah cinta cukup untuk bertahan ketika nyawa menjadi taruhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayyun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Terungkap
Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Marsha menghela napas panjang, menatap ranjang kosong di hadapannya. Sudah lewat tengah malam, tetapi Sean belum juga kembali ke kamar. Ia tahu suaminya sibuk, tetapi tetap saja, ada perasaan gelisah yang mengusik hatinya.
Setelah beberapa saat menunggu, ia akhirnya bangkit. Mungkin secangkir minuman hangat bisa membantu Sean merasa lebih baik.
Dengan hati-hati, Marsha berjalan ke dapur dan menyiapkan secangkir teh. Aroma harum teh melati menguar di udara, memberikan sedikit ketenangan dalam pikirannya. Setelah memastikan cangkir itu tidak terlalu panas, ia membawanya ke ruang kerja Sean.
Namun, begitu sampai di depan pintu, langkahnya terhenti. Pintu itu tidak tertutup rapat. Alis Marsha berkerut. Biasanya, Sean selalu menutup pintunya dengan rapat saat bekerja.
Rasa penasaran membuatnya melangkah lebih dekat. Baru saja ia akan mengetuk, suara percakapan di dalam ruangan membuatnya menghentikan gerakannya.
"Saya sudah menyelidikinya, Pak. Ini bukan kecelakaan biasa. Ada seseorang yang dengan sengaja menyabotase kecelakaan Anda."
Darah Marsha seakan membeku. Tubuhnya kaku di tempat. Sabotase? Kecelakaan Sean… ternyata bukan sekadar kecelakaan? Tangannya yang memegang cangkir mulai bergetar. Nafasnya memburu saat ia mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya.
"Siapa pelakunya?" suara Sean terdengar berat dan dingin.
"Kami masih dalam tahap penyelidikan. Tapi kemungkinan besar ini ada kaitannya dengan—"
Marsha tidak mendengar kelanjutannya. Cangkir di tangannya terjatuh. Bunyi pecahan porselen memenuhi koridor, membuat kedua pria di dalam ruangan itu langsung menghentikan pembicaraan mereka.
Sean segera bergegas keluar. Begitu melihat Marsha yang berdiri kaku dengan wajah pucat, ia tidak membuang waktu. Dengan cepat, ia mendekati istrinya dan membopongnya ke dalam kamar, sementara asistennya yang masih di ruangan kerja hanya bisa diam, menunggu instruksi lebih lanjut.
"Kita lanjut bahas ini besok," ujar Sean dingin pada asistennya sebelum menutup pintu.
Marsha masih terdiam dalam gendongan Sean. Tangannya sedikit gemetar, pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban.
Setelah meletakkan Marsha di ranjang, Sean berjongkok di hadapannya, memegang tangannya yang dingin.
"Kamu dengar, ya?" suaranya lebih lembut kali ini.
Marsha mengangkat kepalanya perlahan, menatap Sean dengan mata yang masih dipenuhi keterkejutan.
"Itu bukan kecelakaan biasa…" suaranya bergetar. "Seseorang… ingin celakai kamu?"
Sean menghela napas panjang.
"Aku nggak mau kamu khawatir."
"Gimana aku nggak khawatir, Sean?" suara Marsha meninggi. "Ini tentang nyawa kamu! Siapa yang mau kamu celaka? Kenapa?"
Sean menggenggam tangannya erat, mencoba menenangkan kegelisahan di wajah Marsha.
"Aku masih selidiki," katanya pelan. "Tapi aku janji, aku akan cari tahu siapa pelakunya dan memastikan mereka nggak akan pernah menyentuh kita lagi."
Marsha menggeleng lemah. "Kenapa kamu nggak kabari lebih awal?"
"Aku nggak mau kamu terbebani dengan masalah ini, Marsha."
"Tapi aku istri kamu," suaranya bergetar. "Aku berhak tahu."
Sean menatapnya lama, seolah sedang menimbang sesuatu. Akhirnya, ia menghela napas pelan.
"Ada kemungkinan ini berhubungan dengan bisnis," ujarnya pelan. "Atau bisa juga seseorang yang punya dendam padaku."
Marsha menggigit bibirnya, pikirannya berputar mencari kemungkinan-kemungkinan yang ada. Apakah ini ada hubungannya dengan rival bisnis Sean? Atau dengan seseorang dari masa lalunya?
Ia mengingat sosok wanita yang pernah mereka temui di malam pesta perhiasan—wanita yang tampak begitu marah saat mengetahui Sean telah menikah.
Ataukah ini ada kaitannya dengan ibunya, yang jelas-jelas tidak menyukai keberadaannya? Semua kemungkinan itu menyesaki kepalanya, membuat dadanya terasa semakin sesak. Melihat ekspresi Marsha yang masih tegang, Sean menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
"Aku akan lindungi kamu, Marsha."
Marsha menatap mata suaminya, mencari ketulusan di sana.
"Apa kamu benar-benar yakin bisa lindungi kita?"
"Aku yakin," jawab Sean tanpa ragu. "Aku nggak akan biarkan siapapun sakiti kamu."
Kali ini, Marsha tidak lagi membantah. Ia hanya menutup matanya, mencoba menenangkan pikirannya. Namun jauh di dalam hatinya, Marsha tahu ini bukan sekadar masalah kecil
Bahaya sedang mengintai. Marsha tahu, ia tidak akan pernah merasa aman sampai mereka menemukan siapa dalang di balik semua inI.
...***...