Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Bunda
Erlangga dan Kendra duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Pak Dion memanggil asisten rumah tangganya untuk membawakan minuman untuk mereka. Kepada istrinya, Pak Dion memuji kemampuan Erlangga. Tak lama kemudian Qonita datang. Rumah Qonita bersebelahan dengan rumah Pak Dion.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Nah ini dia, Qonita sudah datang."
Kendra memandang Qonita tanpa berkedip.
"Ken.. " Erlangga menyenggol lengan Kendra.
"Eh iya... "
Bagaimana Kendra tidak terpaku melihat Qonita. Ternyata selain Qonita ini dulunya satu sekolah SD dengannya. Ia juga merupakan adik kelas Kendra di SMA. Dan Qonita dulu menjadi incaran banyak pria di sekolah, termasuk Kendra. Namun sayangnya Qonita orangnya tertutup dan membatasi pergaulannya dengan laki-laki.
"Qonita, kami ingat saya?" Ujar Kendra tanpa sadar mempertanyakannya.
"Eh... maaf siapa ya?"
"Hem, kita satu sekolah dulu di SMA. Kamu adik kelasku."
"Oh iya, maafkan aku. Bukan bermaksud pura-pura lupa tapi memang lupa."
"Iya aku paham. Kamu dulu memang tidak suka main sama cowok, hehe... "
Erlangga memberikan lembar kertas kuisioner kepada Qonita.
"Ini sudah saya isi. Kalau perlu bantuan lain, jangan sungkan."
"Terima kasih, Er."
"Iya, sama-sama."
Erlangga ingin pamit pulang, namun Pak Dion mencegahnya. Ia meminta Erlangga dan Kendra untuk makan malam bersama. Erlangga sudah menolak, namun Pak Dion terus memaksa. Erlangga pun tidak enak hati.Ua pun menerima ajakan Pak Dion dan istrinya.
Akhirnya mereka makan malam bersama. Kedua anak laki-laki Pak Dion pun ikut bergabung bersama mereka.
Selama makan malam berlangsung Qonita tak dapat menahan diri untuk melihat sosok idamannya itu. Tatapannya begitu dalam saat melihat Erlangga yang saat ini sedang khusyuk makan. Kendra tanpa sengaja memperhatikan Qonita. Entah kenapa Erlangga merasa ada yang aneh. Dari tadi ia punya firasat yang kurang baik.
Selesai makan malam, mereka berdua langsung pamit pulang. Sepulangnya dari rumah Pak Dion, mereka mampir di sebuah cafe untuk sekedar nongkrong.
"Bos, kamu beruntung banget bisa kenal dengan keluarga Qonita."
"Oh ya?"
"Iya... dan apa lagi aku perhatikan Qonita sepertinya ada rasa sama kamu, Bos."
"Tahu dari mana?"
"Dari tatapannya."
"Astagfirullah... sempat-sempatnya kamu perhatikan dia."
"Huh... jujur saja, Bos. Dulu saya sempat suka sama dia."
"Sekarang?"
"Hehe... masih mikir dua kali."
"Kenapa? "
"Kalau saingannya kamu, Bos. Nyerah aja aku."
Erlangga mengulum senyum dan menggelengkan kepala. Tidak lama kemudian kopi yang mereka pesan datang. Tidak lama kemudian Bunda Winda menelpon menanyakan keberadaan Erlangga. Meski Erlangga sudah dewasa, namun Bundanya tetap mengkhawatirkannya. Apa lagi pergaulan anak muda sekarang yang kadang tidak bisa dikendalikan.
"Bos, kamu masih jadi anak Bunda?"
"Ya begitulah. Ayo kita pulang!"
"Masih jam 10, Bos."
"Pulang, atau kamu mau di pecat sebelum bekerja?"
"Eh iya, Bos. Ayo pulang."
Kali ini, Kendra yang mengemudi mobil. Setelah sampai di rumah Kendra, ia pun turun. Erlangga ganti posisi di kursi kemudi.
"Ken, masuk dari hari senin. Langsung ke kantor saja!"
"Siap, Bos."
"Tetap bawa CV. Karena aku harus bersikap profesional."
"Iya, iya Bos. Hati-hati Bos, kalau malam suka ada wanita jadi-jadian di jalan."
"Haha.. kamu ini ada-ada saja."
Erlangga melajukan kembali mobilnya menuju arah pulang.
Bunda Winda lega dan bersyukur saat putranya sudah sampai di rumah. Ia bisa kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Dua hari kemudian.
Erlangga dan keluarganya berangkat berkunjung ke pesantren untuk mengunjungi kedua adiknya Erlangga, yaitu Syakira dan Syakir. Si kembar tiga pun juga ikut. Baru kemarin Papa Pras pulang dari Jawa Barat. Dan hati ini memang waktunya kunjungan mereka. Syakira dan Syakir mondok di salah satu pesantren di Jombang. Dulu pondok tersebut merupakan tempat saudara Winda mondok. Mereka membawa sopir untuk mengemudi.
Setelah menempuh perjalanan hampir 3 jam, mereka pun sampai di pesantren. Di sana Syakira dan Syakir sudah menunggu namanya dipanggil.Akhirnya moment yang mereka tunggu datang juga. Syakira dan Syakir berjalan menuju ruang kunjungan. Mereka tersenyum saat melihat Abangnya ikut mengunjungi mereka.
Ustadzah yang menjaga ruang kunjungan pun terpesona melihat Erlangga. Kali ini style Erlangga kayanya seorang santri. Ia menyesuaikan pakaiannya dengan sempat yang dikunjungi. Mereka tidak akan pernah mengira jika Erlangga adalah seorang CEO.
"Abang, Syakira kangen sama Abang." Ucap Syakira yang saat ini sedang duduk di samping abangnya.
"Abang juga kangen kalian. Makanya abang ikut."
Syakira dan Syakir saat ini sudah kelas 3 SMP.
Mereka menceritakan kegiatan di pesantren. Menyampaikan keluh kesahnya kepada keluarganya.Erlangga memberi pesan kepada kedua adiknya.
"Ayo jangan cerita mulu, makan dulu. Ini Bunda sudah bawakan makanan kesukaan kalian." Ujar sang Bunda
"Alhamdulillah, Bunda memang the best."
"Papa nggak, gitu?"
"Papa juga lah."
Mereka pun makan bersama. Setelah itu, Erlangga dan keluarganya shalat Dhuhur di Masjid pesantren. Setelah selesai shalat, mereka pamit kepada, Syakira dan Syakir. Namun sebelum meninggalkan pesantren, Bunda Winda mengajak keluarganya untuk soan kepada Kiyai dan Bu Nyai.
Mereka pun menuju rumah pengasuh pesantren.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Seorang santriwati yang bertugas di rumah Kiyai keluar.
"Mbak, Kiyai sama Bu nyai ada?"
"Ada, Bu. Monggo silahkan masuk."
"Terima kasih."
"Silahkan duduk, Bu. Saya sampaikan kepada beliau dulu."
Mereka pun duduk di ruang tamu. Santriwati tersebut masuk untuk memberitahu kepada Bu Nyai.Tidak perlu lama mereka menunggu, akhirnya Bu Nyai dan Kiyai pun keluar menemui mereka. Senang sekali lu rasanya bisa berjumpa dan berkumpul dengan orang alim. Bunda Winda meminta do'a barokah kepada Kiyai agar keluarganya diberikan kesehatan dan anak-anaknya dijadikan anak yang sholeh dan sholeha.
Sejenak Bu Nyai tertarik kepada Erlangga. Pembawaannya yang kalem dan santun, membuat Bu Nyai penasaran dan akhirnya bertanya soal Erlangga.
"PIni anak pertamanya, Bu?"
"Iya, Bu Nyai."
"Wajahnya sangat bersahaja. Apa sudah lulus pesantren?"
"Alhamdulillah, dia sudah keluar dari pesantren empat tahun lalu. Satu minggu lalu baru pulang dari Jerman dan sekarang membantu Papanya di perusahaan."
"MasyaAllah... pantesan. Semoga ilmunya bermanfaat ya, leh."
"Amin... "
"Berapa usianya?" Kali ini Kiyai yang bertanya
"22 tahun, Kiyai. Tapi ya belum juga ada keinginan menikah." Ujar Papa Pras.
"Owalah... mungkin masih menyeleksi.Padahal sudah mampu secara lahir dan batin ya. Coba anak perempuan saya belum menikah, sudah saya ambil sebagai menantu saya. Hehe... "
Ucapan Kiyai membuat mereka tersenyum.
"Apa perlu saya carikan santri di sini? Tapi kalau saya lihat si bujang ini sedang menanti seseorang. Sebagai orang tua, Bapak dan Ibu do'a kan saja yang terbaik untuknya." Ujar Kiyai.
Erlangga mengulum senyum.
Tebakan Kiyai seakan-akan memang benar adanya.
"Nggih Kiyai. Kami juga mohon sambung do'anya."
Setelah Kiyai membaca do'a untuk mereka, mereka pun mohon undur diri. Kiyai sudah menawarkan untuk makan namun mereka menolak secara halus. Kiyai pun tidak mau memaksa.
Akhirnya mereka pukang meninggalkan pesantren.
Bersambung....
...****************...
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka