"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima Belas
Karina menatap Mario dengan mata tajam, suaranya penuh penekanan. "Apa kamu banyak menyimpan kebohongan sehingga bertanya padaku? Kejujuran apa yang ingin aku dengar? Berapa banyak kamu membohongiku, Mas?"
Mario terlihat gelisah, menghindari kontak mata. "Karina, aku ..."
Karina memotong kata-katanya. "Jangan berbohong lagi, Mas! Aku ingin tahu kebenaran. Apa yang kamu sembunyikan?"
Mario menarik napas dalam-dalam. "Aku ... aku takut kehilangan kamu, Karina. Aku takut kamu tidak akan memaafkan aku."
Mario berucap dengan terbata. Dia menunduk tak berani memandangi wajah istrinya itu. Tak tega melihat gurat kecewanya. Hal ini yang paling dia takutkan. Menyakiti hati Karina dan membuat wanita itu kecewa, walau dia juga sadar semua karena kesalahannya juga.
Karina mendekati Mario, suaranya lembut tapi teguh. "Aku ingin tahu kebenaran, bukan janji atau harapan. Apa yang kamu sembunyikan selama ini dibelakang'ku, Mas?"
Mario menunduk, suaranya pelan. "Maaf, Karin ...." Hanya kata itu yang bisa Mario katakan. Dia yakin jika Karina telah mengetahui semuanya. Tak mungkin menyembunyikan semua lagi.
Karina terdiam, mata basah. "Apa yang sebenarnya terjadi, Mas?" Karina menengadahkan kepalanya agar air mata itu tak jatuh membasahi pipinya.
"Aku yang terlalu bodoh karena telah kamu bohongi selama ini atau kamu yang terlalu pintar mengelabui diriku, Mas!" seru Karina lagi.
Dadanya sesak membayangkan berapa lama dia telah dibohongi suaminya. Selama ini dia yang naif karena terlalu percaya jika Mario begitu mencintainya.
Mario mengangkat kepala, menatap Karina dengan penuh penyesalan. "Aku akan ceritakan semuanya, Karina. Tapi tolong, jangan tinggalkan aku."
Karina menatap Mario dengan mata penuh air mata. "Ceritakan semuanya, Mas. Aku ingin tahu kebenarannya. Mengenai keputusanku apakah akan tetap di sini atau mundur tergantung nanti."
Mario menarik napas dalam-dalam, dia seperti dihantam ombak saat ingin memulai pengakuan. Terasa sangat menakutkan.
"Aluna bukan hanya anak asuh. Dia ... dia anakku sendiri. Aku membohongi kamu karena takut kehilangan kamu, Karina." Akhirnya Mario dapat mengucapkan itu walau dengan suara agak tersekat karena belum siap juga. Namun, kapan dia siap?
Dengan suara pelan akhirnya Mario mengakui semua. Dia sudah tahu kalau Karina melihat fotonya sedang memeluk Aluna di kantor kemarin. Tapi, untuk memulai kejujuran itu dia belum siap. Dia tak siap kehilangan istri yang sangat di cintai.
Karina terdiam, wajahnya pucat. Walau dia telah mengetahui kebenaran semua ini tapi tetap saja hatinya sakit saat mendengar pengakuan langsung dari bibir suaminya itu. "Mengapa kamu membohongi aku, Mas? Apa salahku ...? Apa karena aku belum juga memberikan kamu keturunan?"
"Bukan ... bukan karena itu, Karin. Kamu pasti tau bagaimana aku mencintaimu. Aku tak masalahkan keturunan."
Mario mendekati Karina. Merapatkan tubuhnya pada wanita itu. Dia sangat terluka melihat air mata yang jatuh membasahi pipinya. Bagaimana pun dia berusaha agar Karina tak sakit hati, itu mustahil karena luka itu tetap dia yang torehkan dan telah lama dia tanamkan walau baru diketahui sang istri.
Mario terlalu percaya diri jika istrinya tak akan pernah tahu apa yang dia lakukan, karena sikapnya yang tetap sama dan tak berubah. Dia tetap pulang kerja seperti biasa. Tetap memberikan perhatian yang sama. Tetap bersikap wajar.
Namun, Mario lupa jika sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Dia yang dengan rapat telah menyimpan kebusukannya, pada akhirnya tercium juga.
"Jika bukan karena keturunan, apa alasan kamu menduakan aku, Mas? Apa aku kurang memuaskan?" Karin mencoba menahan sebak di dada saat bertanya itu.
"Apa kurang'ku, Mas?" Karina bertanya lagi dengan suara terputus. "Kenapa kamu tega mengkhianati pernikahan kita? Apa yang kurang dalam diriku sehingga kamu mencari pelukan lain?"
Mario menunduk, tidak berani menatap Karina. Suaranya pelan, "Tidak ada yang kurang dalam dirimu, Karina. Kamu sempurna. Aku yang banyak kekurangan dan kesalahan. Itulah alasan kenapa aku berbohong. Aku takut kamu tinggalkan."
Karina tersenyum pahit. "Jika aku sempurna, mengapa kamu masih mencari yang lain? Apakah cinta kita tidak cukup kuat? Atau memang kamu yang mudah tergoda?"
Ruang keluarga yang biasanya hangat kini terasa dingin dan sunyi. Mario tidak menjawab, hanya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang penuh penyesalan.
Karina melanjutkan, "Aku pikir kita memiliki segalanya. Cinta, kepercayaan, dan keluarga. Tapi ternyata semuanya hanya ilusi."
Mario mengangkat kepala, menatap Karina dengan mata basah. "Aku minta maaf, Karina. Aku tidak bisa meminta lebih. Maaf yang kau berikan itu sudah lebih dari segalanya!"
Karina berpaling, dia lalu berdiri dan meninggalkan Mario sendirian dengan penyesalannya. Wanita itu langsung masuk ke kamar.
Dia tak bisa bicara saat ini karena sepertinya Mario belum siap dengan kejujurannya. Karina tak mau mendengar kebohongan lain yang akan dikatakan pria itu. Mending dia pergi dan memberikan waktu buat pria itu berpikir untuk mengatakan semuanya sejujur-jujurnya. Bukannya dia tak mau menyelesaikan, dia telah memiliki keputusan sendiri. Jujur atau tak jujur Mario nantinya, dia akan pergi.
Mario yang baru tersadar dari lamunannya langsung berdiri saat menyadari jika istrinya sudah pergi. Dia memandangi pintu kamar dan yakin jika wanita yang dia cintai itu ada di dalam.
Dengan pasti dia bangun dan berjalan menuju kamar. Dia mengetuknya dengan pelan. Takut mengganggu tidurnya sang putri.
"Karina, kita belum selesai bicara. Kamu dengarkan dulu alasanku, Sayang. Kamu harus tau cerita semuanya agar kamu tak berpikir yang macam-macam. Apa kamu tak ingin tau siapa maminya Aluna dan bagaimana aku dengannya. Aku akan jujur semuanya!" seru Mario.
Tidak ada jawaban yang dia dengar. Hanya kesunyian malam. Mario masih menunggu hingga beberapa saat. Tapi, sepertinya Karina tak akan keluar.
"Karin, kamu harus dengar semuanya dariku. Bukan dari orang lain yang pastinya sengaja ingin merusak hubungan kita!" seru Mario.
Masih tak ada jawaban. Mario mengetuk pelan pintu kamar tersebut. Tetap saja tak ada jawaban yang terdengar. Pria itu tampak menarik napas dalam.
Mario kembali mengetuk pintu kamar Karina dengan lembut, berharap cinta mereka bisa mengatasi kepedihan. "Karina, tolong buka pintu. Aku tidak bisa tinggalkan kamu seperti ini. Kita harus bicara, Sayang."
Suara Karina terdengar lemah dari balik pintu. "Mas, aku lelah. Aku butuh waktu untuk sendirian. Besok, kita bicarakan semua di kantor."
Mario merasa hatinya terhimpit. Dia menunduk, suaranya pelan. "Aku tidak bisa menunggu besok, Karina. Aku butuh tahu apa yang terjadi sekarang."
Karina tidak menjawab. Kesunyian kembali menghantui.
Mario bangun, mengetuk pintu sekali lagi. "Karina, aku cinta kamu. Aku tidak bisa kehilangan kamu."
Suara Karina terdengar tegas. "Besok, Mario. Aku minta waktu. Aku ingin kita bicarakan semuanya besok. Kita selesaikan di kantor. Aku mau kamu persiapkan alasan yang tepat kenapa kamu melakukan itu!"
Mario merasa kehilangan harapan. Dia bangkit, berjalan perlahan meninggalkan kamar Karina. Langkahnya berat, hatinya terluka.
Ruang tamu yang biasanya hangat kini terasa kosong dan sunyi. Mario merasa kesepian menghantui hidupnya. Baru saja Karina mendiamkan dirinya begini, sudah terasa hampa. Apalagi jika wanita itu sampai meninggalkan dirinya. Membayangkan saja dia tak mau.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya