Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Perdana Kedekatan Naura Dan Noah
Langkah Naura sedikit berlari menuju toilet yang terdekat dari auditorium, dan masih mengendong Noah, anaknya Irfan.
“Kita sudah sampai,” ujar Naura, ia memilih salah satu bilik kemudian menurunkan bocah tampan itu.
“Tante bukakan dulu celananya ya.” Naura kembali berkata sembari terburu-buru membukakan kancing dan resleting celana bocah kecil itu.
“Epetan Ante ...,” pinta Noah sembari menatap wanita yang belum pernah ia kenal dan melihatnya.
“Iya Dede ganteng, dah sekarang bisa pipis,” pinta Naura dengan lembutnya, lalu mengiring Noah ke closed. Lantas, bocah kecil itu membuang hajatnya hingga tuntas.
Sambil menunggu, entah mengapa tangannya terulur mengusap rambut keriting berwarna coklat milik Noah, mirip dengan rambutnya yang juga keriting dan berwarna coklat.
“Ante, Noah udah nih pipisnya,” ujar Noah dengan mendongakkan wajahnya menatap Naura.
Naura kembali membungkukkan punggungnya, “Pintarnya, Tante bersihkan dulu ya,” balas Naura segera membersihkan Noah, kemudian ia berjongkok menyejajarkan tinggi tubuhnya. Jemarinya sangat lincah merapikan celana dan kemeja yang dikenakan bocah kecil itu. Lalu, pandangan Naura kembali mengamati wajah Noah. Hampir 70% bocah kecil itu plek mirip Irfan, 30%nya ia tidak bisa menilainya mirip dengan siapa.
“Sekarang Dede cuci tangan dulu, mau Tante gendong atau bisa jalan sendiri?” tanya Naura dengan intonasinya masih terdengar lembut.
Kedua bola mata Noah yang cukup mengemaskan jika dipandang menelisik Naura dari atas hingga bawah. “Oleh Noah inta endong agi, Ante?” tanya Noah yang memang cara bicara masih agak cadel, namun masih bisa dipahami oleh orang dewasa.
“Oke, Tante gendong lagi,”balas Naura kembali mengendong bocah tampan itu, dan membawanya keluar dari bilik menuju wastafel, lalu mendudukinya di sisi granit wastafel dan mulai menyalakan kran untuk membersihkan kedua tangan mungil milik Noah.
Semula Naura sempat berpikir dengan hatinya yang kecewa dan sakit karena masa lalu dengan Irfan, akan membuat sikapnya dingin terhadap anak mantan suaminya. Tetapi rupanya tidak begitu, ketika ia berinteraksi dengan Noah justru ia merasa terpikat melihat bocah itu, seakan ada daya tarik tersendiri. Padahal ia mengetahui jika Noah adalah anak Irfan dengan istri pertamanya.
“Ante kok engong cih,” tegur Noah memperhatikan tangannya sejak tadi diusap lembut di bawah aliran air kran, dengan tatapan kosong.
Teguran Noah sontak saja membuat lamunan Naura buyar. “Eh, maaf ya De,” balas Naura tersenyum hangat, lalu menyudahi membersihkan tangan Noah.
“Ante, maacih ya udah antu Noah, alau ndak Noah udah ompol agi,” ujar Noah jujur, bibir mungilnya tersenyum lebar. Sekejap Naura terhenyak melihat senyuman bocah kecil itu, serasa pernah melihatnya dan merasa mirip seseorang, tapi ia tidak ingat siapanya.
“Sama-sama Dede ganteng. Dede pintar tidak ngompol,”balas Naura dengan mengacungkan kedua jempolnya, lalu tak lama matanya agak berbinar-binar dapat mereka berdua saling bersitatap.
“Andaikan anakku masih hidup, pasti dia sudah sebesar ini,” batin Naura kembali teringat, ia pun menengadahkan wajahnya ke langit-langit demi menahan air mata yang tanpa kompromi ingin jatuh membasahi pipinya.
Noah menarik ujung blazer Naura karena merasa aneh, wanita itu pun kembali menunduk.
“Ante napa? Kok aya au nangis?” tanya Noah, bola matanya mendelik penasaran.
Naura tersenyum lantas tangannya mengusap ujung matanya. “Mata Tante kemasukan debu jadi kaya orang nangis,” jawab Naura asal, lalu ia merapikan tatanan rambut bocah itu kemudian tangannya terulur menyentuh pipi Noah yang cukup ngembul.
“Tampannya,” puji Naura.
“Noah emang ampan Ante, aya Papi,” timpal Noah jujur.
Ucapan tersebut membuat Naura tersenyum kecut lalu bergegaslah ia menarik tangannya dari pipi Noah.
“Sekarang kita kembali ke ruangan nanti Dede dicariin sama opa,” ajak Naura sembari kembali mengendong Noah.
Begitu langkah kaki Naura keluar dari toilet wanita, sosok Irfan sudah ada dihadapannya, lantas pria itu langsung mengambil Noah dari gendongan Naura.
“Lain kali jangan sesekali menyentuh atau mengurus anak saya!” hardik Irfan, sungguh kasar sekali.
Naura sempat termangu, kemudian ia menghela napas panjang sembari membuang mukanya ke samping, serta tidak peduli dengan kepergian Irfan begitu saja.
“Ante, ayo itut!” seru Noah mengajak Naura untuk mengikuti langkah papinya yang sudah meninggalnya, tangan mungilnya pun melambai. Naura hanya bisa tersenyum kecut dan membalas lambaian tangan itu dengan perasaannya yang aneh.
Sementara itu, Irfan yang mendengar Noah berkata seperti itu mendengus kesal. “Noah, lain kali jangan pernah dekat sama tante itu! Papi larang!” tegas Irfan.
Noah langsung menatap bingung pada papinya. “Ante olang aik Pih, ndak ahat ama Noah,” balas Noah tidak setuju akan permintaan Irfan.
“Kalau Papi sudah melarang, berarti tante itu orang jahat! Dengarkan kata-kata Papi! Papi gak suka kalau anak Papi melawan!” ujar Irfan tampak tidak suka dibantah.
Noah yang disentak seperti itu langsung menundukkan kepalanya, bibirnya melipat ke dalam menahan untuk tidak menangis.
Irfan yang sejak tadi terbawa emosi seketika menyadari telah membentak anak satu-satunya. “Maafkan Papi,” ujar Irfan langsung memeluk dan mengecup kening putranya. Dan bocah itu hanya bisa terisak pelan.
Naura tidak kembali ke ruang auditorium, ia memilih ke ruangannya untuk membuat surat pengunduran diri yang akan ia berikan hari ini juga pada Damar. Keputusannya sudah bulat.
***
Dua jam kemudian, acara di ruang auditorium sudah selesai. Irfan meminta Sofia dan Noah untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan ia sendiri akan bersinergi dengan papanya. Berarti Naura juga harus hadir di ruang Presdir, tapi apa yang terjadi ketika Naura masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Naura, ini maksudnya apa?” tanya Damar dengan tangannya memegang amplop coklat yang baru saja ia terima.
“Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Bapak, mohon maaf hari ini saya mengajukan pengunduran diri,” jawab Naura tanpa menatap Irfan yang juga duduk di sofa dekat Damar.
Damar meletakkan amplop tersebut ke atas meja sofa, lalu ia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, pandangannya menyelidik pada wanita yang kini masih berdiri di hadapannya.
Sementara itu, Irfan mendesah pelan dan membuang pandangannya ke sembarang arah.
“Naura, duduklah dan jelaskan duduk perkaranya, kenapa tiba-tiba kamu ingin mengundurkan diri? Padahal tadi pagi kamu siap akan mendampingi putra saya,” pinta Damar.
Naura mematuhi perintah Damar dengan duduk di salah satu sofa single yang berhadapan dengan Irfan.
“Mohon maaf Pak Damar jika saya terkesan tidak bisa memegang janji saya sebelumnya. Mungkin Ini terkesan sangat mendadak, tapi saya sudah memutuskan dan memikirkannya matang-matang. Saya ingin mengundurkan diri dari sini, dan saya ucapkan terima kasih telah diberikan kesempatan bekerja di sini,” ujar Naura dengan sopannya.
Irfan lantas menolehkan wajahnya kemudian mengambil amplop coklat tersebut.
“Sret ... Sret!”
Bersambung ...✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia