Menceritakan tentang gadis lugu yang kerap kali mendapat perlakuan buruk dari orang sekitarnya terutama keluarganya sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berpulang yang nyaman justru bagaikan jeruji besi penjara bagi sang gadis. Dirinya diperlakukan bak tawanan di rumahnya sendiri.
Tiada baginya tempat bersandar walau hanya sejenak saja. Rasa letih kian menggebu dalam hatinya, rasa ingin membunuh dirinya begitu besar namun semua terhalang oleh impian serta besarnya dosa yang akan ia tanggung.
Hingga menginjak bangku sekolah menengah atas dirinya bertemu dengan lelaki dingin nan ketus yang menggedor pintu hatinya dan menjadikan dirinya seorang istri di usianya yang masih sangat muda.
🥀🥀🥀
Bagaimana kisahnya? Apakah lelaki itu akan membawanya keluar dari lubang penderitaan? Ataukah justru semakin membuatnya terpuruk ke dalam lubang yang sama?
Penasaran? Yuk, langsung baca. Jangan lupa vote dan comment-nya yaw. Happy reading^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhiya Andina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17. Tertidur
...Terkadang di balik emosi seseorang terdapat sejuta luka yang ingin ia ungkapkan...
...-Most Wanted vs Nerd Girl-...
***
Setelah sepuluh menit berkendara di atas motor, akhirnya keduanya sampai di sebuah hotel bintang lima yang terkenal dengan kemewahannya. Ratu hanya terdiam tidak berani melangkah mengikuti Ketua OSIS di hadapannya.
"Buruan! Gua udah bilang, gua benci cewek lelet! Apalagi cewek jelek kayak lo, makin buat gua muak!" sarkas Raja dengen ketusnya.
"Kakak tuh kenapa, sih, kayaknya benci benget sama Ratu. Emang Ratu salah apa? Selalu aja marah-marah sama Ratu, huh!" pekik Ratu merasa kesal pada cowok di hadapannya.
"Karena lo—" Raja sengaja menjeda ucapannya, membiarkan gadis di hadapannya mengernyit keheranan.
"Lebih baik masuk sekarang, nanti gua cerita," tambahnya.
Kali ini Ratu memilih diam sembari terus mengikuti langkah cowok yang menjabat sebagai Ketua OSIS. Akhirnya keduanya sampai di depan pintu berwarna cokelat tua, Raja membuka pintu dengan kartu yang ia pegang, tak lama pintu pun terbuka dengan lebarnya.
Benar saja, kamar tersebut begitu luas dan mewah. Seluruh ruangan tersusun dengan berbagai aneka barang yang tentu hanya mampu dimiliki oleh orang dengan dompet buncit.
"Kak, Kakak ngapain ke sini? Dan Kakak punya uang dari mana bisa nyewa apartemen termahal di sini?" tanya Ratu dengan tingkat kekepoan yang memuncak.
"Mandi," sahut Raja merebahkan tubuhnya di atas ranjang berwarna abu-abu itu, tentu itu hanya gurauan darinya.
"Kalau Kakak mandi kenapa malah rebahan di atas situ? Dan kenapa Kakak mandi di apartemen semahal ini? Emang di rumah Kakak gak ada kamar mandinya, ya?" celetuk Ratu.
Mata Raja yang semula tertutup kini terbuka sembari menatap gadis yang berdiri tidak jauh darinya. "Lo polos atau bego? Gua bawa lo ke sini buat jalani hukuman atas apa yang udah lo perbuat bukan karena gua mandi. Atau lo mau mandiin gua?"
"Eh, Kak Raja kira Ratu ini pembantu Kakak apa? Ratu itu adik kelas Kakak, masa disuruh mandiin Kakak. Lagian Kakak udah besar, 'kan? Masa, iya, masih mau dimandiin, memalukan," celetuk Ratu dengan tingkat kepolosan yang patut dihadiahkan jitakan di kepalanya.
Raja memilih diam, sepertinya dia salah sudah mengajak gadis itu untuk datang ke apartemen miliknya. Gadis itu terus memperhatikan dirinya masih dengan posisi berdiri, membuatnya merasa sedikit risih. "Kenapa lihatin gua?" tanyanya.
"Jawab pertanyaan Ratu, ih. Ratu udah kepo banget sama jawaban Kakak tahu!" decak Ratu mencibirkan bibirnya.
"Yang mana?" Wajar saja jika Raja bertanya balik lantaran Ratu terus saja menghujani Raja dengan ribuan pertanyaan tidak penting darinya.
"Kenapa Kakak kalau sama Ratu galaknya jadi double, sedangkan sama cewek lain Kakak bisa lebih santai. Apa karena wajah Ratu yang jelek gini? Kok pilih kasih banget, sih!" Ratu melipat kedua lengannya di depan dada sembari memasang wajah penasaran.
"Lo gak perlu tahu alasannya," jawab Raja singkat.
Terdengar embusan napas panjang dari Ratu, tampaknya gadis itu tengah menahan amarahnya menghadapi spesies membingungkan seperti senior di hadapannya. "Serahasia itu, kah?"
"Maybe," sahutnya santai, tentu masih dengan posisi memejamkan mata elangnya.
Apa ini ada sangkut pautnya sama ucapan Kak Nathalie sewaktu di UKS itu kali, ya? tanya Ratu dalam hatinya, entahlah mengapa tiba-tiba saja dirinya teringat akan hal itu.
"Kak? Ratu tanya hal pribadi sama Kakak boleh gak? Gak banyak kok, mungkin beruntun aja gitu," cengir Ratu tanpa dosanya, seakan ia tidak takut akan cowok di hadapannya.
Cowok itu tampak memasang aura mencekam, sorot matanya tampak lebih tajam dari biasanya. Hmm ... seolah dirinya tidak mengizinkan ada yang mengusik kehidupannya. Padahal dirinya sendiri pun terkadang juga mengusik hidup orang lain.
"Gak," tolak Raja dingin.
Ih, tapi tadi, 'kan, katanya mau cerita. Gimana, sih? Dahlah jangan pernah berharap sama Kak Raja. Jangan pernah! umpat Ratu dalam hatinya.
Cowok itu beranjak dari posisinya menuju kamar mandi, tanpa meninggalkan sepatah kata. Ratu ditinggalkan olehnya seorang diri, namun gadis itu justru memanfaatkannya untuk mencari tahu tentang sesuatu. "Mungkin Ratu bisa dapat jawabannya di apartemen ini."
Mata Ratu langsung terpaku pada sebuah foto yang terpampang jelas di atas meja. Tampak sebuah keluarga berswafoto dengan cengiran khas dari ketiga orang tersebut. Dan yang menjadi pusat perhatian Ratu adalah foto seorang cowok yang tengah menyengir di antara kedua pasangan yang diduga adalah orang tua dari cowok tersebut.
Manik mata Ratu terus menatap foto itu, memastikan apakah benar cowok yang dilihatnya adalah—
"Yang suruh pegang itu tanpa izin siapa? Lo gak diajarin sopan santun di keluarga lo!?" ketus Raja sambil melempar handuk ke sembarang arah.
Lihatlah, siapa yang tidak diajarkan sopan santun sebenarnya. Ratu yang meraih sebuah foto dari atas meja tanpa izin? Ataukah justru Raja yang melempar handuk ke sembarang arah seolah itu adalah ruangan pribadinya? Atau justru keduanya? Terserah hati Raja saja.
"Sebenarnya siapa yang gak sopan, sih? Udah jelas Kakak yang lempar handuk kayak gitu. Emang Kakak gak pernah apa diajarin sama Mama Kakak kalau setelah pakai handuk itu dijemur kayak gini." Ratu meraih handuk abu itu kemudian menjemurnya di balkon.
Letak balkon memang tidak jauh dari posisinya berdiri. Hanya beberapa langkah saja dirinya sudah sampai di balkon yang cukup lebar dari balkon pada umumnya. "Nah, gini baru benar. Handuk itu harus segera dijemur kalau udah basah banget kayak gitu, kalau cuma ditaruh kayak tadi nanti handuknya jadi sarang kuman. Gak sehat, ih," tutur Ratu.
"Lo siapa gua? Ngapain ngatur-ngatur hidup gua?" ketus Raja.
"Dasar gak tahu rasa berterima kasih! Anaknya siapa, sih, kayaknya gak punya tata krama sama sekali. Kakak itu gak pernah diajarin berterima kasih sama orang tua Kakak? Seolah-olah kata terima kasih tuh gak ada di kamus Kakak aja, deh," sebalnya pada cowok yang kini menatapnya datar.
"Emang enggak, lo puas?" Usai mengatakan hal itu Raja kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya yang empuk. Tak lama ia memejamkan kedua bola matanya, berharap ia mampu melupakan sesuatu dari benaknya.
Tiba-tiba saja Raja merasakan ada sesuatu yang bergerak di atas kepalanya. Ia membuka kedua matanya menjumpai Ratu tengah memijat kepalanya dengan lembut. Dengan cepat Raja bangkit dari posisinya, kembali dengan memamerkan wajah datarnya. "Siapa yang suruh lancang pegang kepala gua, hah!?"
"Kakak, tuh, sebenarnya PMS atau gimana, sih? Galak banget gini udah kayak singa bangun tidur aja. Mirip sih," gurau Ratu disertai kekehan darinya, namun tentu Raja justru membalasnya dengan tatapan elang khasnya.
"Gua cowok," sahutnya singkat.
"Ratu lihat kayaknya Kakak pusing gitu, Mama Ratu bilang kalau pusing lebih baik dipijat kepalanya. Makanya Ratu mau memijat kepala Kakak, siapa tahu Kakak gak lagi pusing, 'kan? Apalagi Kakak hobi marah-marah kalau sama Ratu pasti makin pusing, deh," cerocosnya panjang kali lebar.
Siapa tahu Ratu nemu rambut putih di sana, batinnya.
"Gak usah sok perhatian. Gua udah terbiasa kayak gini." Nada bicara Raja terdengar begitu sendu, tampaknya cowok itu tengah menutupi sesuatu sedari lama.
Apa mungkin Kak Raja itu ... semoga aja Ratu salah nebak, pikir Ratu.
Ratu kemudian menarik paksa tubuh Raja dan memaksanya agar meletakkan kepala di atas paha Ratu. "Kenapa, sih, Kakak tuh keras kepala banget? Udah gitu suka banget marah-marah, gak baik buat kesehatan tahu. Senyum, tuh, perlu biar Kakak awet muda kayak Ratu," tuturnya diiringi gurauan.
Raja hanya terdiam memejamkan kedua matanya, sejujurnya dirinya juga menikmati pijatan dari Ratu. Rasanya ia lebih rileks usai mendapat pijatan itu, bahkan kini dirinya tertidur di atas paha Ratu.
Terdengar dengkuran halus dari cowok di hadapannya. Ratu menyunggingkan senyumnya sembari memijat kepala Raja. "Kakak itu keras kepala banget kayak Papa Ratu, udah gitu Kakak juga hobi banget marah-marah padahal aslinya Kakak itu peduli banget."
Tanpa sengaja air mata Ratu terjun membasahi kedua pipi tembamnya. Perlakuan papanya kembali berputar dalam benaknya. "Walaupun Papa kayak gitu, tapi Ratu yakin Papa sayang sama Ratu. Ratu akan berusaha buat Papa bahagia dan Ratu akan buktikan kalau Ratu bisa jadi yang terbaik!" serunya disertai senyuman menyakitkan.
"Papa dan Kak Raja punya kesamaan. Keduanya suka marah-marah kalau sama Ratu. Kalau Papa marah sama Ratu karena Papa benci sama Ratu, sedangkan Kak Raja marah sama Ratu karena apa, ya?" monolognya. "Kayaknya Ratu harus tanya seseorang, deh. Siapa tahu Ratu bisa tahu apa yang sebenarnya Kak Raja tutupin dan apa maksud dari ucapan Kak Nathalie waktu itu."
Ratu terus memijat kepala Raja dengan lembutnya, hingga akhirnya rasa kantuk menyerang dirinya. Tidak lama kemudian ia tertidur menyusul Raja di alam mimpinya.
semangat...
ayo mampir juga dikaryaku /Smile/