seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9: Ujian Terakhir
Suara deru mesin yang datang dari luar semakin menggetarkan. Quenn bisa merasakan ketegangan yang semakin menekan dada mereka. Jalan keluar sudah semakin sempit. Setiap detik yang berlalu memperburuk keadaan. Di luar sana, mereka tahu bahwa musuh sudah mengepung—tidak hanya para pengawal Marco, tapi juga kekuatan yang jauh lebih besar, yang bisa menghancurkan mereka dalam sekejap.
“Erik, lebih cepat!” teriak Quenn, suaranya penuh desakan, matanya tajam mengamati setiap gerakan di luar.
Erik memacu langkah, meskipun jelas terlihat wajahnya yang mulai diliputi kecemasan. “Kita harus keluar sekarang. Mereka sudah tahu kita ada di sini!”
Rina, di belakang Quenn, sudah siap dengan senjata di tangannya. “Mereka tidak akan memberi kita kesempatan, Quenn. Kita harus bertarung!”
Quenn menoleh ke belakang sejenak, mengatur napas. “Kita tidak punya pilihan lain, Rina. Hanya ada satu jalan—keluar atau mati di sini!”
Saat mereka berlari menuju pintu belakang, derapan kaki terdengar semakin jelas. Pengawal Marco semakin dekat. Quenn bisa mendengar mereka berbicara satu sama lain, menyusun strategi untuk menghadapi mereka. Waktu mereka tinggal sangat sedikit. Jika mereka tertangkap, ini akan menjadi akhir bagi semuanya.
“Tembak mereka!” teriak Erik, tak memberikan ampun. Dia menembak satu pengawal yang muncul di depan pintu, langsung membuatnya terjatuh.
Namun, lebih banyak lagi yang datang, semakin banyak. Sebuah truk besar tiba-tiba muncul dari balik bayang-bayang rumah, menyekat jalan keluar mereka. Keadaan semakin genting. Quenn merasakan kepanikan mulai mendera, tapi dia menahan diri. Tidak ada waktu untuk takut.
“Pintu belakang, cepat!” seru Quenn dengan suara serak. Mereka harus meloloskan diri dari kepungan ini.
Mereka berlari ke belakang, namun saat Quenn membuka pintu, pandangannya tertumbuk pada sosok yang membuat darahnya membeku. Seseorang berdiri di ujung halaman, mengenakan masker dan jas hitam. Tubuhnya tegap, bergerak dengan ketenangan yang menakutkan—sosok yang tak dikenal, tetapi jelas bukan bagian dari pasukan Marco.
Tembakan pertama melesat ke udara, namun pria itu bergerak lebih cepat. Dengan gerakan yang begitu gesit, dia menyergap pengawal yang mendekat dan menjatuhkannya dengan kekuatan luar biasa. Tidak ada perlawanan. Seperti petir, pria itu menghabisi mereka dalam sekejap. Keheningan mengikuti setelah ledakan tembakan terakhir. Quenn dan timnya terdiam, memperhatikan dengan cemas.
Siapa dia? Kenapa dia ada di sini?
Pria itu menatap Quenn dengan mata tajam yang sulit dibaca, seolah menilai apakah mereka layak untuk dipercayai. Setelah beberapa detik yang terasa seperti jam, dia akhirnya berbicara dengan suara rendah dan tegas.
“Berhenti di sini. Ikuti aku jika kalian ingin hidup.”
Quenn tak bisa mengelak. Mereka sudah dikepung, dan satu-satunya pilihan adalah mengikuti orang misterius ini. “Kau siapa? Apa yang kau inginkan?” tanyanya, suara serak, penuh kecurigaan.
Pria itu tersenyum samar, tetapi senyuman itu tak memberikan ketenangan sedikit pun. “Aku bukan temanmu. Tapi aku bisa membantu kalian keluar dari sini. Tapi tidak untuk lama.”
Rina mengeluarkan senjata, menatap pria itu dengan penuh waspada. “Kami tidak butuh bantuan dari siapa pun, apalagi seseorang yang muncul entah dari mana!”
“Tunggu!” cegah Quenn, menatap pria itu dengan penuh perhatian. “Apa maksudmu dengan ‘tidak untuk lama’? Apa yang kau tahu tentang mereka?”
Pria itu tak segera menjawab. Sebaliknya, dia mengarahkan mereka menuju sebuah mobil yang sudah terparkir di ujung jalan. “Jika kalian ingin bertahan lebih lama, kita harus bergerak. Mereka sudah menandai lokasi ini. Mereka akan datang dengan lebih banyak lagi.”
Rina melirik ke arah Quenn, kebingungannya jelas. Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Situasi sudah semakin gawat.
“Mari cepat. Kami tidak punya waktu untuk debat,” ujar Quenn, mengetatkan genggaman pada senjatanya. “Ikuti dia.”
Mereka melangkah dengan hati-hati, dan begitu mereka masuk ke dalam mobil, pria misterius itu segera menyalakan mesin, mobil meluncur cepat ke jalan yang gelap. Di belakang mereka, suara kendaraan yang mendekat makin jelas. Musuh tak akan memberi mereka waktu. Sementara itu, di dalam mobil, udara terasa semakin berat.
Pria itu akhirnya membuka mulutnya, meskipun suaranya terdengar rendah dan tegas. “Mereka tahu lebih banyak daripada yang kalian kira. Marco hanya pion dalam permainan besar ini. Ada kekuatan yang lebih besar yang mengendalikan semuanya.”
Quenn merasa darahnya berhenti sejenak. "Kekuatan lebih besar? Maksudmu siapa?" tanyanya, suara terdengar menggema di telinganya. Ketegangan semakin meningkat.
Pria itu tidak menjawab langsung. “Kalian harus menghancurkan sumbernya. Jika tidak, kalian akan selalu menjadi bagian dari permainan mereka.”
“Dan kau tahu itu?” tanya Quenn, mencoba memahami maksudnya.
“Karena saya pernah menjadi bagian dari mereka,” jawab pria itu dengan ketegasan yang menggetarkan. “Tapi saya keluar, dan sekarang saya tahu bagaimana mereka bekerja.”
Quenn merasa seolah ada sesuatu yang menggelitik dalam pikirannya. “Jadi, kau tahu cara untuk menghentikan mereka? Apa yang harus kita lakukan?”
Pria itu menatap jalan di depannya dengan tajam. “Kalian akan ke tempat yang sangat berbahaya. Jika kalian salah langkah, tidak ada yang akan selamat. Tapi jika kalian berhasil, kalian akan mendapatkan informasi yang bisa meruntuhkan kekuatan mereka.”
Rina dan Erik saling berpandangan, merasakan ketegangan yang semakin memuncak. Tidak ada tempat aman. Mereka sedang bergerak menuju wilayah yang lebih gelap, yang bahkan lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Namun, Quenn tidak punya pilihan selain melangkah ke depan, meski tak tahu apa yang menunggu di sana.
Tiba-tiba, suara radio mobil itu berbunyi. Suara seorang pria terdengar terburu-buru, “Target ditemukan. Semua unit siaga. Jangan biarkan mereka lolos.”
Pria misterius itu tersenyum tipis, ekspresinya tetap dingin. “Kalian sudah masuk ke dalam permainan yang lebih besar. Sekarang, semuanya tergantung pada keputusan kalian.”
Mobil itu melaju lebih cepat, menembus malam yang gelap. Di luar sana, perang besar sedang menunggu, dan tak ada jaminan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Quenn merasa tekadnya semakin kuat, tetapi juga semakin sadar bahwa jalan ini akan membawa mereka ke ujian terakhir—sebuah ujian yang bisa menghancurkan mereka atau membawa mereka pada kemenangan yang tak terbayangkan.