"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Aku hamil
"Mas Juno, dia-"
"Aku disini Kek." Suara Juno, sontak saja membuat Indira terkejut. Dia menoleh ke belakang untuk memastikan, apa benar pria yang bersuara itu adalah suaminya?
Terlihat Juno memasuki ruangan itu dengan penampilan seadanya, rambut basah dan terkesan acak-acakan. Sepertinya, dia terburu-buru.
"Sayang, kenapa kamu ninggalin aku? Aku bilang kan tunggu dulu," ucap Juno sembari merangkul tubuh istrinya dan mereka pun merapat. Juno tersenyum lembut pada istrinya, seolah-olah dia sangat mencintai Indira. Inilah sandiwara yang selalu dilakukan oleh Juno didepan kakeknya. Peran suami-istri yang saling mencintai.
"Maaf Mas, habisnya tadi kamu lama di kamar mandi. Jadi aku tinggal," jawab Indira yang juga turut ikut berakting didepan pak Edwin.
"Kamu habis ngapain Juno? Kenapa rambut kamu basah begitu?" tanya Pak Edwin yang penasaran dengan rambut Juno, juga penampilannya yang terlihat kacau.
Juno tersenyum, dia menunjukkan gelagat malu-malu. "Kakek kayak nggak tahu aja, aku kan sama Indira habis itu, Kek."
Perih hati Indira, melihat suaminya yang pintar berakting itu. Padahal suaminya melakukan hubungan intim dengan wanita lain, tapi malah mengaku berhubungan intim dengannya. Miris.
'Pintar sekali kamu berakting Mas. Kamu melakukannya dengan wanita lain, tapi mengaku melakukannya denganku. Bodohnya aku, kenapa aku masih memiliki rasa cinta untukmu bahkan sampai detik ini' batin Indira yang merutuki kebodohannya yang masih mencintai Juno. Meskipun dia sudah mengetahui kecurangan, pengkhianatan dan sikap Juno padanya selama ini.
"Alhamdulillah, kalau kalian masih melakukannya. Jadi kapan kalian akan memberi kakek cicit?" tanya pria tua itu dengan senyuman lebar dan mata yang penuh harap menatap cucu dan cucu menantunya.
Indira terdiam mendengar pertanyaan dari kakek suaminya ini, lidahnya mendadak kelu. Berbagai macam spekulasi muncul di kepalanya sekarang.
'Jika kakek mengetahui tentang anak yang aku kandung. Pasti dia bahagia kan? Tapi, Mas Juno... entahlah' batin Indira sedih.
"Segera kek. Kakek tunggu saja kabar baiknya. Kakek akan segera memiliki cicit," ucap Juno dengan senyuman lebar dibibirnya. Indira langsung menoleh ke arah Juno, dia tampak terkejut mendengar jawaban Juno, sekaligus sakit hati. Karena ia tahu siapa cicit yang dimaksud oleh Juno. Anak Juno dari wanita bernama Sheila itu, bukan anak darinya.
Susah payah, Indira menahan air matanya. Dia harus terlihat bahagia didepan pak Edwin. Pria yang sudah seperti kakeknya sendiri ini, jangan sampai penyakitnya kambuh karena Indira dan Juno.
"Kakek menunggu kabar baik itu. Karena mungkin usia kakek tidak akan lama lagi," ucap Pak Edwin seraya memegang tangan Indira dengan lembut.
"Kakek jangan bicara seperti itu. Kakek akan baik-baik saja, dan kakek bisa melihat anak-anak kami nantinya," ucap Indira dengan hati yang berlainan dengan perkataannya. Dia sedang berbohong pada pria tua itu, demi menjaga perasaan dan kesehatannya.
"Aamiin, semoga seperti itu. Kakek harap, hubungan kamu dan Juno selalu baik-baik saja. Itu yang terpenting," pesan pak Edwin pada keduanya.
"Iya kek," jawab Juno dan Indira bersamaan, hingga membuat hati Pak Edwin sedikit lega. Dia selalu mengkhawatirkan rumah tangga Juno dan Indira.
Saat dokter sedang memeriksa Pak Edwin, Juno mengajak Indira untuk pergi keluar dari ruang rawat pria tua itu. Dia menarik tangan Indira dengan kasar, sedangkan ibu mertua dan adik iparnya sama sekali tidak mempedulikan Indira yang diperlakukan seperti itu oleh Juno.
"Kakak kelihatannya lagi marah sama cewek kampung itu," kata Jenny sambil melihat ke arah Juno yang tengah menyeret Indira menjauh dari lorong itu.
Lusi, ibu Juno terlihat sinis dan selalu ketus bila membahas soal Indira. "Palingan dia buat ulah lagi. Dia memang suka buat masalah."
Juno membawa Indira ke ujung lorong rumah sakit yang tidak banyak dilewati oleh orang-orang. Juno menatap Indira dengan tajam, dan sepertinya Indira sudah terbiasa.
"Kali ini, apalagi salahku Mas?" tanya Indira sebelum Juno bertanya lebih dulu kepadanya.
"Bagus, ternyata sebelum aku bertanya kamu sudah lebih dulu menyadari kalau kamu salah di sini!"
"Aku bertanya lebih dulu bukan karena aku merasa salah. Tapi, kamulah yang sudah terbiasa menyalahkanku. Jadilah aku bertanya lebih dulu," ucap Indira dengan suara yang menekan.
"Kamu benar-benar keterlaluan. Kenapa kamu pergi ke rumah sakit seorang diri dan kamu nggak ngasih tahu aku kalau kakek lagi sakit?" cecar Juno sambil menarik dan mencengkram sikut Indira dengan keras.
"Lucu kamu Mas. Siapa yang bilang kalau aku nggak ngasih tahu kamu soal kakek?" ucap Indira sinis, sehingga Juno pun terdiam dan menatap Indira, dia menunggu penjelasan selanjutnya dari wanita itu.
"Aku udah ngasih tahu kamu, aku gedor gedor pintu kamar kamu yang terkunci itu. Aku teriak-teriak, tapi kamu nggak ngerespon apapun. Ya, aku tahu... kamu mungkin sibuk berzina sama pacar kamu didalam sana," Indira berkata dengan nada getir, hatinya sakit mendengar bibirnya sendiri mengatakan tentang perselingkuhan suaminya.
"Lancang kamu bicara begitu!" sentak Juno kesal.
"Faktanya kamu memang berzina, Mas."
Juno tidak mampu menyangkal itu, dia kesal dengan ucapkan Indira. Tapi dia tidak mau sampai membuat keributan disini.
"Sudahlah! Ayo kita ke ruangan kakek lagi. Daripada kita membicarakan hal yang tidak berguna seperti ini," ucap Juno yang ingin menyudahi pembicaran mereka.
'Tidak berguna? Pembicaraan ini tidak berguna?' Lagi, Indira tertawa getir dengan ketidakpedulian suaminya dan rasa tidak tahu malu pria itu yang sudah berselingkuh.
Indira melihat suaminya melangkah pergi dari sana lebih dulu. "Aku hamil, Mas."
Suara Indira yang mengatakan dia hamil, membuat langkah Juno langsung terhenti dan pria itu langsung menoleh ke belakang dengan terkejut.
"Apa maksud kamu?"
"Seandainya, bagaimana kalau aku hamil Mas?"
"Itu tidak mungkin, kita hanya melakukan sekali."
"Aku bilang seandainya, Mas." Indira bicara dengan penuh penegasan, dia tatap wajah suaminya itu dengan dalam. "Bagaimana bila aku hamil?"
Juno terdiam sejenak, sedangkan Indira merasa berdebar menantikan jawaban dari suaminya. Tak lama kemudian, Juno tersenyum dengan santai.
"Gugurkan saja."
Deg!
"Aku tidak akan sudi, mempunyai anak darimu. Wanita yang berhak mengandung anakku hanya wanita berkelas seperti Sheila."
Sakit, jawaban Juno sungguh melukai hati Indira. Setelah menjawab Indira, Juno pergi meninggalkan gadis itu begitu saja.
"Mama harus bagaimana nak? Papamu... tidak menginginkanmu." Indira memegang perutnya yang masih datar itu dan berbicara dengan pilu.
Tanpa dia sadari, seseorang mendengar apa yang dia katakan dan melihat gelagatnya. "Dia... dia hamil?"
****
penyesalan mu lagi otw juno