Perhatian!!!
Jika nggak suka novel ini nggak usah kasih bintang 1,2,3, retting novel jadi turun. Mending nggak usah baca novel ini, gara-gara bintang 1,2,3 patahin semangat penulis yang sudah begadang untuk menulis novel ini. Baca di NT kan gratis, maka hargailah penulis.
Deskripsi
Andin, istri yang gendut setelah melahirkan. Ia di hina oleh ibu mertua dan kakak iparnya karena kegendutannya itu. Bahkan Rafif sang suami malu dengan penampilan istrinya yang sekarang. Sebelum menikah seksi tapi setelah melahirkan tubuhnya sangat melar. Rafif menceraikan Andin karena Andin mempunyai tubuh yang sangat gendut.
Bagaimana nasib Andin setelah bercerai dari Rafif
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Farida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gendut tapi Rezeki terbuka
POV Andin
Aku memaksa kepada dokter untuk pulang dengan alasan anakku tidak ada yang menjaga. Dokter sebenarnya tidak mengizinkan aku untuk pulang, karena ia tahu akan kondisiku. Tapi aku memaksa dan akhirnya dokter itu pun membolehkan aku pulang, dengan catatan aku harus terus meminum obat dan jangan diet. Jika diet aku harus konsultasi dengan dokter gizi, agar kejadian aku pingsan di tengah jalan tidak terjadi lagi.
"Dok, saya mau bertemu dengan suster Luna sebelum saya pulang," pintaku terhadap Dokter.
"Suster Luna?" tanya Dokter. Ia mengerutkan dahinya sepertinya dokter sangat terkejut ketika aku menanyakan suster Luna.
" Iya dong suster Luna susternya ciri-cirinya tinggi kulitnya putih hidungnya mancung cantik itu odok dia juga sangat slim tubuhnya," jawabku.
"Suster Luna masih istirahat, dia harus istirahat banyak," ucap dokter.
"Oh lagi sakit ya Dok suster Luna?" tanyaku.
"Iya dia lagi sakit," jawab Dokter.
"Ya sudah deh, nanti saya kirim WhatsApp aja sama suster Luna. Terima kasih Dok sudah mengizinkan aku pulang, assalamu'alaikum Dok." Aku sudah berpamitan kepada dokter.
Administrasi aku sudah diurus oleh Mas Rafif, ia lah yang mengurus semuanya karena dia juga yang bersikeras ke untuk aku pulang hari ini. Padahal tubuhku masih lemas, kepalaku masih pusing, tapi aku dipaksa untuk pulang. Aku harus kuat demi anakku Natasha. Dia lah satu-satunya yang menjadi kekuatan aku.
Sungguh teganya suamiku l, aku tak paham kenapa suamiku telah berubah. Memaksa aku untuk keluar rumah sakit hari ini dan juga dia tidak membantu aku untuk membawa tasku. Ia hanya bertolak pinggang di depan ruang resepsionis.
"Ayo cepetan jalannya, lambat banget sih kayak keong, makanya punya badan tuh jangan terlalu besar, nggak enak kan jalan, sesekan, keberatan badan." ucap Mas Rafif.
Aku sangat malu karena orang-orang memperhatikan aku, ketika Mas Rafif berbicara seperti itu mereka langsung melirik aku, dan menelusuri pandangannya ke arahku. Mereka melihat dari atas kepala sampai ujung kaki. Ada yang merasa kasihan karena suamiku bertingkah seperti itu, ada yang mencibik dan menghina tubuhku. Samar-samar aku dengar dari keluarga pasien yang menunggu di depan ruang resepsionis.
"Pantes aja, orang istri gendut kayak gitu. Suaminya gagah, kalau gandeng bersamaan juga nggak serasi mereka," ucap seorang ibu yang sedang duduk bersama suaminya walaupun ibu itu berbisik dengan suaminya tapi aku masih mendengar ucapan ibu itu.
Aku tak peduli dengan tatapan dan cibiran orang-orang yang tidak mengenal aku. Aku terus berjalan, memang aku berjalan sangat lambat karena kepalaku masih pusing dan tubuhku masih lemas. Aku hanya menghela nafas.
'Sabar Andin... sabar... Allah bersama orang-orang yang sabar,' ucap batinku menguatkan diriku sendiri.
Mas Rafif berjalan di depanku sangat cepat aku pun sampai ngos-ngosan untuk mengimbangi jalannya. Dia langsung masuk ke dalam mobil aku membuka pintu mobil bagian depan tapi mas Rafif tidak membolehkan aku.
"Ngapain kamu mau buka pintu mobil di bagian depan? Duduk di belakang, aku tidak mau duduk bersebelahan denganmu," ucap Mas Rafif marah.
Aku pun menutup kembali pintu bagian depan, lalu membuka pintu bagian belakang dan aku masuk di pintu bagian belakang mobil.
"Kamu duduk aja mobil bagian belakang seperti berat sebelah. Keberatan di bagian belakang." Mas Rafif terus saja menghina aku, padahal sebelum kita menikah, dia selalu memuja-muja kecantikanku.
Ponselku bergetar, aku melihat ada pesan singkat yang masuk, aku melihat nama yang tertera adalah suster Luna.
Luna \= ["Kenapa nggak bilang pulang sekarang? Kamu kan masih sakit."]
Andin\=["Aku tadi bicara dengan dokter untuk berpamitan denganmu. Tapi katanya kamu sakit, aku dipaksa pulang oleh suamiku."]
Luna \=["Enggak kok, aku nggak sakit. Aku sehat kamu lihat sendiri kemarin aku kan. Dasar memang laki-laki habis manis sepah dibuang. Padahal kamu susah payah untuk melahirkan anaknya, nanti aku bantu kamu untuk langsing kembali."]
Andin \=["Benarkah kamu membantu aku?"]
Luna\=["Iya tenang aja, selama ada suster Luna. Kecantikan akan bisa suster Luna ciptakan."]
Andin \=["Aku percaya sama kamu, karena kamu memang cantik kok."]
Aku melihat Mas Rafif melirik di kaca, ia melihat aku. Karena aku memang senyum-senyum melihat isi whatsapp-ku yang membuat aku semangat karena suster Luna akan membantuku. Dia memang teman baruku, tapi serasa aku sudah mengenal dia.
Tak terasa kami pun sampai di rumah kami. Ketika aku membuka pintu betapa berantaknya rumahku, tidak bisa diurus. Padahal aku di rumah sakit hanya sehari saja dan aku pun tidak melihat di mana Natasha.
"Natasha di mana Mas?" tanyaku.
"Aku menitipkan Natasha di rumah Ibu, karena aku menjemputmu. Semalam Natasha nangis terus dia tidak bisa tidur, jadinya aku juga kurang tidur. Aku akan ambil Natasha dari rumah Ibu. Aku balik ke rumah kemudian aku langsung ke kantor," ucap Mas Rafif.
Mas Rafif tidak masuk ke dalam rumah, ia langsung menaiki mobilnya kembali untuk menjemput putriku Natasha. Tidak lama suamiku datang kembali dan memberikan Natasha di pangkuanku, tanpa ada senyuman, tanpa ada ciuman kening dan Mas Rafif juga acuh kepada anaknya karena ia langsung pergi meninggalkan kami berdua di rumah.
"Anak Ibu yang cantik, kangen ya sama Ibu? Maafin Ibu ninggalin kamu, sekarang Ibu di sini." Aku menciumi pipi Natasha yang cuaby.
Aku pun tidak lekas membersihkan rumahku. Aku langsung memberi ASI kepada Natasha. Kelihatannya Natasha sangat kehausan. Tiba-tiba ada pesan Whatsapp lagi yang masuk ke dalam handphoneku.
...Andin jangan lupa obatnya, diminum hari ini tadi dokter yang bilang sama aku...
Isi WhatsApp dari suster Luna, aku hanya membalas terima kasih dan icon senyum kuberikan untuk membalasnya.
Setelah Natasha tidur, aku pun langsung meminum obat. Aku membuka tas yang juga berisi obat-obatan ternyata di dalam tas ada sebuah roti. Aku bingung roti dari mana ini tanpa aku berpikir panjang aku makan saja roti itu, karena aku ingin minum obat. Setelah aku minum obat, aku pun membuka kulkas. Aku menarik nafas karena kulkas isinya kosong. Mas Rafif belum memberikan aku uang untuk minggu ini,aku punya simpanan uang. Akhirnya aku pakai untuk membeli sayur dan juga ikan.
Aku masak untuk makan siangku, setelah aku masak aku membereskan rumahku yang sangat berantakan. Tubuhku sangat lelah, kepalaku pun pusing. Aku beristirahat sebentar sekitar 30 menit, kemudian aku kembali untuk membersihkan rumah sampai bersih. Lelah rasanya tubuh ini kemudian aku membaringkan tubuhku di atas ranjang. Aku melihat lagi instagramku, ternyata makin banyak saja DM yang ingin memesan desain aku dan aku membalas salah satunya dan mencoba berkomunikasi ternyata dia serius karena langsung ingin mengirim transfer uang ke rekeningku aku bingung karena aku belum pengalaman, akhirnya aku WhatsApp Luna. Karena aku tahu suamiku pulang malam jadi Luna aku undang datang ke rumahku, aku memberikan alamat rumahku kepada Luna.
Pada sore hari Luna tiba di rumahku ,aku menyuguhkan apa yang aku masak tadi. Lagi pula Mas Rafif juga tidak akan makan masakanku, semenjak aku melahirkan anak kami Mas Rafif jarang menyentuh masakanku.
"Suster Luna ada yang mau pesan desain dress aku, gimana ya terima nggak ya?" tanyaku.
"Panggil aku Luna aja, nggak usah pakai suster," pintanya.
"Terima aja rezeki nggak boleh ditolak," sambung Luna.
"Tapi bagaimana jahitnya? Aku kan tidak bisa jahit," tanyaku.
"Ah itu mah gampang, nanti kita langsung ke tukang jahit kenalan aku. Nanti kamu anterin," ucap Luna.
Dengan usulan Luna, aku pun mengiyakan orderan pertamaku untuk desain ku, dan orang itu setuju dengan harganya. Tak lama orang itu memberikan bukti transferan kepadaku. Aku sangat senang ketika melihat nominal transferan, akhirnya aku berguna walaupun tubuhku sekarang gendut, aku bisa mencari uang dengan keahlianku.
Bersambung