Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Tak Mengenali Suaminya Sendiri
Langit rasa belum ada satu minggu dirinya minggat, tapi baru sehari saja, ia sudah terlunta-lunta. Segala fasilitas yang ia miliki dari orang tuanya, disita. Bukan hanya kartu kredit, ATM, dan tiga buah rekening yang ia miliki. Karena mobil yang ia bawa juga sampai diderek, diambil paksa darinya.
Orang utusan pak Excel tak memaksa Langit ikut, tapi mereka sengaja membuat Langit terlunta-lunta. Alasan Langit tak dipaksa pulang tampaknya agar Langit menderita ketika hidup di luar tanpa fasilitas dari orang tuanya. Untungnya, beberapa teman Langit masih percaya dan mau memberi Langit pinjaman sejumlah uang. Termasuk pemilik diskotik Langit berada, juga masih teman baik Langit.
“Mit, maju cepat! Deketin! Tuh orang pasti asli orang kaya! Ganteng pula!”
Suara beberapa wanita yang terdengar antusias, tak sabar agar apa yang mereka harapkan segera terjadi. Suara tersebut sudah sangat mengganggu Langit. Langit menatap sumber suara dan bermaksud untuk mengusirnya. Baik itu melalui satpam atau penjaga bertubuh kekar di sana dan akan ia undang. Hanya saja, ketimbang wanita muda yang memakai rok sangat mini dipadukan dengan tank top crop di hadapannya, kehadiran wanita bercadar yang melangkah cepat di belakang rombongan, jauh lebih mengusik Langit.
“Gimana kalau dia punya istri? Jari manis tangan kanannya pakai cincin, Cuk!” ucap Mita yang penampilannya tak kalah n a k a l dari wanita-wanita muda di sekelilingnya dan jumlahnya ada enam.
“Risiko istrinya dong! Tuh pria mau sama kamu, berarti dia lebih milih kamu. Istri dan anak dia, urusan nanti. Sekarang yang penting dia mau sama kamu. Kamu enggak usah minum pil, biar akhirnya hamil. Kalau kamu hamil kan lebih gampang buat ngikat dia!”
Mita belum melihat bahwa di belakangnya ada wanita bercadar yang sibuk mengabsen setiap wajah wanita muda di sana. Wanita bercadar yang mencuri perhatian Langit. Selain sampai tak lanjut minum padahal gelas mungil transparan sudah menempel di bibir bawahnya, Langit yang terpaku pada sosok tersebut, mengira bahwa yang datang merupakan sang mama. Sebab dari postur tubuh dan juga gaya tampilannya Dita, memang sama dengan ibu Azzura.
“Siapa yang hamil?” santai Dita meski tangan kananya sudah memegang tongkat kasti.
Tidak ada yang tidak memperhatikan Dita, apalagi bagi para laki-laki di sana, dan kebanyakan terlihat sangat berduit.
Baru bertanya santai saja, rombongan Mita sudah ketar-ketir. Kehebohan langsung terjadi ketika mereka kompak menatap pada sosok yang suaranya sangat mereka kenal, sosok tersebut menurunkan cadar. Wajah garang Dita sudah langsung terlihat, dan membuat ketujuh wanita muda di hadapannya, termasuk Mita, histeris ketakutan.
Langit yang langsung mengenali wajah Dita karena ia melihat adegan Dita menurunkan cadar hanya untuk dikenali ketujuh wanita muda di sana, langsung ketar-ketir.
Ketujuh kepala wanita muda di hadapannya, dan semuanya kompak menggerai rambut. Sengaja Dita jambak, kemudian tarik dalam satu kesempatan. Dita melihat Langit yang juga ia pergoki sempat mengawasinya. Namun, Dita tak mengenali Langit sebagai suaminya. Dita mengenalinya sebagai pria yang sempat ada di kamar Langit, ketika ia tidur sendiri setelah menjalani malam pertama.
“Iya, mirip banget! Apa jangan-jangan memang masih orang yang sama?” pikir Dita. Hanya saja, cabe-cabean di bawah umur yang ia j a m b a k, terlalu berisik. Karenanya, ia segera menyeretnya keluar sambil terus menjambaknya.
Semua yang di sana kompak memberi jalan. Namun untuk beberapa laki-laki, mereka tetap mengikuti karena terlalu tertarik kepada Dita. Apalagi di beberapa kesempatan, cadar Dita turun nyaris lepas karena ditarik-tarik oleh ketujuh cabe-cabean yang ia grebek.
“Dia beneran enggak mengenali aku?” pikir Langit yang meski sudah berdiri kemudian memunggungi Dita, tatap menoleh ke Dita karena terlalu penasaran. “Bisa-bisanya wanita bercadar masuk ke diskotik?”
Alasan Dita tak mengenali Langit, tentu karena sebelumnya, di rumah Langit nyaris tidak ada foto keluarga. Karena walau tidak sampai diberitahu wajah asli Langit oleh Agnia ketika menjalani misi, minimal andai ada foto asli Langit maupun keluarga Langit di rumah pak Excel, Dita pasti paham. Namun tampaknya, pak Excel sekeluarga merupakan tipikal yang tidak pernah memajang foto, bahkan itu foto keluarga.
“Mbak Dita, ... Mbak Dita, ... sakit, Mbak!” rengek ketujuh cabe-cabean, hingga suasana di sana yang sudah ramai degup musik kencang, makin berisik saja.
Tak tanggung-tanggung, Dita sengaja menyerahkan ketujuhnya kepada polisi yang sudah ia undang.
“Tolong bantu bimbing mereka, Pak. Bocah-bocah ini, bukannya sekolah, malah jadi cabe-cabean! Minimal biarkan mereka menginap di balik sel jeruji selama tiga hari. Habis itu hubungi setiap walinya buat jemput. Khusus yang ini, namanya Mita. Dia adik saya dan anaknya susah banget diarahkan. Kalau dia memang tetap enggak merasa malu dengan kelakuannya, TOLONG JEDOTIN KEPALANYA SAMPAI DIA AMNESIA! Karena kalau memang dia enggak punya malu, lebih baik dia amnesia saja. Ingat ya, Pak. Minimal mereka harus tiga hari nginep di penjara. Dan selama itu juga, mereka enggak boleh santai-santai. S i k sa buat urus toilet apa gimana, Pak!”
“Mbaaaakkkk Ditaaaaaa!”
Urusan Dita dengan para cabe-cabean beres. Semuanya kompak menangis ketika mobil patrol yang memboyong mereka, melaju meninggalkan Dita. Namun di tengah suasana di sana yang temaram, Dita menyadari ada sosok bawang-bayang pria tegap memakai kemeja lengan panjang disingsing hingga siku. Pria yang juga ia dapati memegang gelas berkaki panjang.
“Sengar banget ... ini aroma minuman, ya? Pengin muntah. Kepalaku langsung kleyengan,” batin Dita buru-buru minggat dengan langkah cepat dari sana.
Tak peduli meski pria tadi berdeham dan memberikan kode keras kepada Dita, Dita tetap abai. Barulah ketika tangan kirinya meraih tangan kiri Dita yang tak memegang tongkat kasti, detik itu juga Dita balik badan. Namun dengan gesit, Dita mencoba m e n g h an t a m k a n tongkat kastinya kepada si pria.
Ternyata pria itu tetap diam, bahkan meski Dita sudah men g h a n t a m kepala Langit sekuat tenaga menggunakan tongkat kasti.
“Kenapa kamu keluyuran ke sini?” tanya Langit selaku pria yang menahan tangan kiri Dita.
“Pria ini lagi?” pikir Dita yang awalnya akan kembali meng h a n t a m Langit, tapi belum apa-apa, Langit sudah lebih dulu menimpa tubuhnya.
Gelas di tangan kanan Langit juga jatuh. Dita kewalahan karena tubuh Langit dua kali lipat lebih besar darinya, dan menang jauh lebih tinggi. Awalnya Dita akan m e m b a n t i n g Langit dan ia curigai memiliki niat tak baik. Namun selain tubuh Langit tetap menimpanya, ketika Dita menengadah, kedua matanya mendapati aliran darah. Darah tersebut berasal dari kepala Langit dan sudah sampai pelipis. Sementara ketika Dita memastikan kedua mata Langit, kedua mata itu telah terpejam damai.
“Gara-gara tongkat kasti, kah?” pikir Dita mau tak mau harus bertanggung jawab. Bahkan walau ia tak mengenali suaminya sendiri.
(Semoga yang sudah baca dari awal, tetap lanjut biar retensinya aman ya Allah. Bukan hanya aku loh yang mengeluhkan ini. Para pemes yang selalu dapat p r o m o besar pun. Jadi, ketika kalian sampai komentar, kenapa serba r e t e n si? Ya itu memang a t u r a n sini. Aku enggak mengada-ngada. Bismillah, jangan hanya sebagian pembaca saja yang kompak dan lagi-lagi harus kecewa karena hasil r e t en sinya 🙏🤲)