SEKUEL TERPAKSA MENIKAHI PEMBANTU
Giana yang sejak kecil kehilangan figur seorang ayah merasa bahagia saat ada seorang laki-laki yang merupakan mahasiswa KKN memberikan perhatian padanya. Siapa sangka karena kesalahpahaman warga, mereka pun dinikahkan.
Giana pikir ia bisa mendapatkan kebahagiaan yang hilang setelah menikah, namun siapa sangka, yang ia dapatkan hanyalah kebencian dan caci maki. Giana yang tidak ingin ibunya hancur mengetahui penderitaannya pun merahasiakan segala pahit getir yang ia terima. Namun, sampai kapankah ia sanggup bertahan apalagi setelah mengetahui sang suami sudah MENDUA.
Bertahan atau menyerah, manakah yang harus Giana pilih?
Yuk ikuti ceritanya!
Please, yang gak benar-benar baca nggak usah kasi ulasan semaunya!
Dan tolong, jangan boom like atau lompat-lompat bacanya karena itu bisa merusak retensi. Terima kasih atas perhatiannya dan selamat membaca. ♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSM 5
Setiap Minggu pagi, Giana ditugaskan berbelanja ke pasar. Sungguh ia tidak bersemangat. Pikirannya penuh. Banyak hal yang penuh sesal di dalam otaknya. Mengenai apa yang harus dilakukannya ke depan.
"Ojek, Mas," ucap Giana kepada seorang pemuda yang sedang nongkrong-nongkrong di bahu jalan. Ada tiga motor. Dari tiga motor itu, ada satu motor yang terlihat jadul, namun terawat sangat baik. Entah mengapa, Giana justru tertarik naik ke ojek dengan motor jadul tersebut.
Ketiga pemuda itu saling menoleh satu sama lain. Mereka pun berseru bersamaan.
"Apa? Ojek?" ucap dua orang. Sementara si pemilik motor jadul hanya terdiam memerhatikan.
"Iya, Mas ini ojek 'kan? Bisa tolong anterin saya ke pasar?" Ketiga pemuda itu memakai kaos santai dan jeans belel. Belum lagi motor yang terlihat biasa dan posisi nongkrong di jalanan. Tidak salah 'kan kalau Giana mengira mereka adalah tukang ojek. Meskipun sebenarnya, Giana merasa sedikit aneh sebab baru kali ini ia melihat tampang tukang ojek yang memiliki ketampanan di atas rata-rata. Meskipun mereka berpakaian santai dan memakai jeans belel, tapi semua yang mereka kenakan terlihat bersih. Terutama si empu motor jadul.
"Bisa. Ayo!" jawab pemuda itu membuat kedua temannya sontak tercengang.
"Loe serius, Ru?"
"Ayo, Mbak! Silakan naik!" Pemuda itu mempersilakan Giana naik ke atas motor. "Gue pergi dulu, ya! Kapan-kapan kita nongkrong lagi," seru pemuda tadi membuat kedua temannya semakin tercengang.
"Gue nggak salah nih!"
"Yang bener aja, kita cakep-cakep gini dikira kang ojek dan si Birru kok mau-maunya." Mereka pun tergelak sambil menatap kepergian temannya yang jadi tukang ojek dadakan.
*
*
*
"Sudah sampai, Mbak," ujar pemuda yang kerap disapa temannya Birru itu.
"Iya, Mas. Makasih, ya. Berapa ongkosnya?" tanya Giana.
"Berapa aja deh, Mbak. Sedikasinya aja," ujar Birru sambil nyengir kuda.
"Lho, kok gitu? Kalau aku cuma kasi kamu seribu, gimana?" canda Giana. Lama sudah rasanya ia tidak bercanda dengan orang-orang. Bertemu dengan Kang Ojek yang ramah membuat Giana senang.
"Ya udah, nggak papa. Berarti rejekinya ya cuma segitu."
"Eh, nggak boleh gitulah."
"Ya, udah, gini aja, Mbak biasanya naik ojek dari sana tadi ke sini berapa?" tanya Birru. Ia masih duduk di atas motornya. Hanya saja helmnya sudah dilepaskan. Sebenarnya jarak dari perumahan tadi ke pasar tidaklah jauh. Tidak melewati jalan raya juga. Oleh sebab itu, Giana tidak mengenakan helm. Lagipula Birru tidak membawa helm cadangan.
Kini giliran Giana yang nyengir. "Nggak tau juga, Mas. Biasanya aku jalan kaki."
"Apa?" Sontak saja Birru terkejut sebab meskipun jaraknya tidak terlalu jauh, hanya saja tetap butuh waktu untuk menuju ke pasar itu.
"Aku sedang malas sebenarnya ke pasar, tapi ...." Giana menggantung kata-katanya. Birru menatap lekat wajah Giana yang sedikit pucat.
"Kalau Mbak sakit, seharusnya istirahat aja di rumah. Nggak usah ke pasar. Masalah makan 'kan sekarang gampang. Tinggal pesan di hp, sampai. Iya 'kan?" Birru tidak tahu kesulitan Giana oleh sebab itu ia menyarankan seperti itu.
"Eh, kok kamu tau?" Giana merasa heran.
Birru nyengir. "Em, soalnya wajah Mbak keliatan pucat. Ya udah, karena udah kepalang berada di pasar, aku temenin Mbak belanja deh. Banyak yang mau dibeli?"
"Lumayan sih? Eh, tapi nggak usah ditemenin juga. Kamu 'kan mesti narik lagi. Lagipula aku nggak bisa kasi ongkos lebih. Ini, 10 ribu cukup ya?" Giana menyodorkan uang 10 ribu ke arah Birru. Melihat uang 10 ribu yang sedikit lecek itu membuatnya meringis.
"Hehehe, iya, Mbak. Makasih. Ayo, aku temenin ke dalam. Nggak papa. Nggak pake ongkos tambahan kok. Gratis. Daripada Mbak pingsan di dalam 'kan gawat," seloroh Birru membuat Giana tersenyum. Hal ini seketika mengingatkan Giana dengan sikap Herdan dulu. Dulu Herdan pun naik dan ramah seperti ini. Tapi seiring berjalannya waktu, dia justru berubah.
"Ya, udah kalau kamu memaksa." Giana tidak menolak tawaran Birru. Toh pikirnya ini hanya pengalaman pertama dan terakhir kali jadi tak masalah. Belum tentu mereka bertemu lagi di lain kali.
Birru tersenyum lebar. Ia pun segera menggantung helmnya. Namun, tiba-tiba Giana mengernyit. Motor Birru terlihat jadul, tapi kok helmnya terlihat bagus sekali. Ia bisa menebak kalau helm itu helm mahal.
"Mas, apa nggak dibawa aja helmnya. Takut hilang," ujar Giana yang khawatir. Meskipun di sana ada tukang parkir, tapi keamanan kendaraan tetap tidak terjamin. Apalagi helm yang bisa diambil dengan mudah siapa saja.
"Oh." Birru tampak menimbang. Lalu ia melihat seorang pengemis kecil di dekat tempat parkir. Birru pun segera mendekatinya. Tak lama kemudian, Birru kembali dengan anak kecil itu. "Nah, kamu duduk di sini, ya! Kakak temenin Kakak cantik ini belanja dulu, oke!"
"Oke, Bos," seru anak kecil itu membuat Giana tercengang.
"Mas, itu ...."
"Masalah helm sudah aman, tinggal kita belanja aja. Ayo, Mbak! Keburu siang. Entar makin panas, Mbak bisa pusing lho."
Giana mengangguk. Ia pun segera masuk ke dalam pasar dan berbelanja kebutuhan dapur rumah Herdan.
Masuk ke pasar, entah mengapa Giana merasakan pusing luar biasa. Tapi ia berusaha bersikap santai dan menahannya. Perutnya semakin terasa bagai dikocok-kocok saat di tempat jualan ikan. Dadanya terasa penuh seakan ada yang mendesak untuk keluar.
"Mas, bisa tolong tungguin ikannya yang lagi dibersihkan? Aku ... aku mau ke sana dulu." Giana menunjuk asal. Birru mengangguk saja. Sebenarnya ia bisa melihat kalau Giana sedang tidak baik-baik saja. Hanya saja, ia mencoba menahan diri. Giana bukan siapa-siapa dirinya jadi ia tidak boleh sok terlalu perhatian.
Setelah selesai, Birru mengambil ikan yang sudah dibersihkan. Ia pun segera mencari Giana. Saat menemukannya, Giana tampak sedang terduduk lemas dengan keringat sebesar biji jagung membanjiri pelipisnya.
"Ini." Birru menyodorkan sapu tangan dari saku celananya pada Giana.
"Ini ...."
"Sudah semua 'kan? Langsung pulang aja, ya. Kamu udah keliatan lemes banget gitu. Atau mau ke rumah sakit dulu untuk diperiksa?"
"Mendengar nama rumah sakit, Giana sontak menggeleng. Darimana ia uang untuk membayar biaya rumah sakit. Jadi ia pun memilih pulang."
Birru mengantar Giana pulang ke rumah. Setibanya di teras, tampak Ratih dan Rahma sudah berdiri dengan berkacak pinggang.
"Ke mana aja kamu? Pacaran?" tuding Rahma saat melihat Giana turun dari motor Birru.
"Ma, Mama 'kan yang menyuruh aku belanja, jadi jangan menuduh sembarangan," geram Giana yang semakin lama semakin muak dengan sikap mertuanya itu.
"Kamu berani menjawab Mama?" sentak Ratih.
"Aku 'kan ngomong yang sebenarnya, apa salah? Mas, maaf, ini uangnya cuma sisa segini, nggak papa 'kan?" ujar Giana malu seraya menyerahkan pecahan uang seribuan dan lima ratusan dengan total 8.500 rupiah.
"Nggak, papa, Mbak. Makasih." Birru sebenarnya merasa penasaran dengan sikap Rahma dan Ratih. Apalagi mereka langsung saja memarahi dan menuding Giana sembarangan.
"Apa dia pembantu rumah tangga di sini? Tapi kok sikap mereka gitu amat. Amit-amit. Baru punya rumah kayak gini aja sombongnya udah selangit," lirih Birru membatin.
Birru menatap tajam ke arah Rahma dan Ratih sambil menggeber motornya hendak pergi dari sana. Ratih sontak kesal. Meskipun Birru terlihat tampan, tapi melihat motor yang ia bawa membuat Ratih ilfil.
"Dasar, cuma tukang ojek aja sok kecakepan! Tapi jangan-jangan bener dia itu pacar kamu ya, Mbak!
...***...
...Smg aja nggak ada typo. Soalnya belum benar-benar fit..😫...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
Jangan mau kembali Gi walau ibu mertua mu yng meminta 😠😠😠
giana jgk ngk mau rujuk samamu herdan
mimpi kali yaa😝🤣🤣
enak aja Giana di minta balikan lagi pas tau dia hamil, dan karena si Angel istri pilihan si Herdan belum hamil juga 😡
biar karma untuk kalian adalah tdk dianugerahi keturunan dan biar si Angel yg akhirnya Mandul beneran 😜😡