Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Mata Quella berkedip perlahan, mencoba mengusir kabut tidur yang masih menempel di pelupuk matanya. Saat penglihatannya mulai jernih, ia tersentak. "Mengapa aku bisa ditempat ini?" gumam Quella saat menyadari dirinya berada di salah satu kamar milik Queez Hotel.
Memegang kepalanya, yang berdenyut nyeri, karena memaksakan untuk bisa mengingat. "Aku tidak bisa mengingat apapun," Quella kebingungan karena seingatnya, dirinya berada di dalam perjamuan.
Menoleh kearah jendela, karena merasa ada seseorang di sana memperhatikannya. Mata onyx nya bertemu dengan mata biru shappire Xaver yang duduk di kursi dekat jendela. Cahaya pagi yang menerobos melalui jendela memantulkan kontur wajah Xaver yang tampak serius, dan yang lebih mengejutkan Quella adalah kenyataan bahwa Xaver hanya mengenakan celana panjang, memperlihatkan dada bidangnya yang penuh dengan otot terdefinisi dengan jelas.
Quella menutup matanya sejenak, terpesona sesaat kemudian tersadar, berusaha mengumpulkan ketenangan hatinya. Dirinya juga baru menyadari saat gaun yang dipakainya semalam, telah berganti dengan sebuah setelan baju tidur.
Sebelum Quella sempat untuk berkata-kata, suara bising dari arah pintu kamar hotel membuatnya terganggu.
BRAK....
Pintu kamar hotel terbuka dengan keras, suara dobrakan dari pintu membuat Quella langsung menatap marah. Terlihat Jad bersama dengn Yuren masuk. "Nona muda," ucap Yuren dengan khawatir, pasalnya nona mudanya menghilang dari semalam. Yuren berjalan dan mengecek keadaan nonanya.
Owira masuk ke dalam untuk melihat keadaan Quella yang menghilang saat perjamuan, matanya membelalak kaget melihat Quella dan Xaver yang bersama. 'Mengapa mereka bisa berduaan?' terlintas pikiran buruk, membuat Owira langsung merasakan darah tinggi.
"Quella....," teriakan keras dari Owira, membuat semua orang membisu di tempat.
Zafran dan Alina yang berada di belakang ikut terdiam, mendengar teriakan yang terdengar marah itu. Mereka ikut terlibat, karena Xaver yang ikut menghilang bersamaan dengan Quella.
Owira berjalan dengan begitu tegas, melihat kemarahan omanya yang begitu besar, membuat Quella langsung bergerak dari tempat tidur dan berdiri kaku.
"Oma kenapa?" tanya Quella pelan, dirinya dibuat takut.
“Quella! Apa yang telah kau lakukan bersama Xaver?!” teriak omanya dengan nada tinggi dan penuh amarah, mengira Quella telah melakukan hal yang tidak pantas dengan Xaver.
“Tidak, Oma, kami tidak melakukan apa-apa!” Quella menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca namun dengan suara yang tegas ia membela diri.
Kemarahan omanya membuatnya takut, Quella menatap ke arah Xaver. "Parvez jelaskan, jangan diam saja!!" Quella meminta Xaver agar membantah omongan omanya.
Xaver hanya diam tidak mengatakan apapun, atau berkeinginan untuk menjelaskan. Dirinya dengan santai mengambil baju tidurnya, yang sempat dirinya lepas.
"Parvez..!" Quella terus mendesak Xaver agar berbicara.
"Apa aku harus menjelaskan kegiatan kita semalam?" ucap Xaver dengan nadanya yang datar, seolah-olah drama di depannya ini tidak penting baginya.
Bagai tersambar petir, di saat cuaca pagi hari yang hangat ini. Tangan Owira melayang menyentuh pipi Quella, bahkan dirinya melihat baju tidur yang sangatlah mirip dikenakan oleh Quella dan Xaver.
PLAK....
Suara tamparan yang cukup keras, Owira layangkan pada Quella. "Kurang ajar, oma mendidik mu untuk menjadi wanita yang menjaga kehormatannya. Apa yang kamu perbuat? Rasa-rasanya oma merasa gagal mendidik mu," Owira mengeluarkan semua kekecewaannya.
Hatinya merasa sangat sakit, saat tau cucu kesayangannya telah berbuat hal yang tidak baik ini.
Quella membeku, memegang pipinya yang terasa sakit, menatap dengan tatapan tidak percaya. Quella tidak pernah mengira bahwa omanya akan mempermalukannya seperti ini.
Namun, sebelum percakapan bisa berlanjut, Owira tiba-tiba memegang dada, wajahnya memucat, dan tubuhnya mulai limbung. "Agrh...," Owira merasakan kesakitan.
Quella berteriak histeris, “Oma!” saat ia melihat omanya terjatuh pingsan, untungnya Zafran dan Xaver repleks menahan tubuh itu, sebelum jatuh di lantai hotel yang keras.
°°°°°
"Oma tidak... Jangan pergi," seru Quella yang membiarkan air matanya mengalir.
Quella begitu shok sekarang, Omanya telah di bawa oleh ambulance untuk dibawa ke rumah sakit terdekat, dibantu oleh Zafran dan Alina.
"Yuren cepat ambil kunci mobil," pinta Quella dirinya ingin segera mungkin menyusul omanya.
"Baik nona," Yuren dengan cepat beranjak untuk mengambil kunci.
Membisu kembali di tempat, Quella masih tidak bisa berkata-kata. Hingga sebuah tangan menyentuh pundaknya. Menoleh untuk melihat. "Bisakah kamu pergi, semua ini terjadi karena mulut sialan mu itu," tunjuk Quella pada Xaver.
Matanya terasa panas, tatap benci dirinya arahkan pada Xaver, semua ini tidak akan pernah terjadi, jika Xaver bisa menutup mulutnya.
"Ingin aku antar," Xaver tidak menanggapi ucapan Quella, sebaliknya dirinya menawarkan bantuan.
"Nona mari, mobil telah siap," ucap Yuren dari dalam mobil, setelah menurunkan kaca mobilnya.
Menatap benci kearah Xaver. "Mulai detik ini, jangan pernah mengenaliku. Aku benci padamu," setelah mengatakan itu, Quella langsung berbalik untuk masuk ke dalam mobil yang digunakan oleh Yuren.
Mobil melaju minggalkan area Queez Hotel, Xaver hanya memandangi kepergian mereka, hingga sebuah suara memanggilnya.
"Tuan," Jad yang sedari tadi memperhatikan hanya diam. "Apa kita akan menyusul? Atau saya antarkan anda pulang," ucap Jad karena tuannya hanya diam, seperti melamun.
Berpikir sejenak, Xaver memikirkan apa yang harus dipilih. "Ini jauh sekali dari ekspektasi ku," gumam Xaver kemudian melirik ke arah Jad. "Menurutmu apa aku berlebihan?"
Jadi tidak langsung menjawab, berpikir sejenak untuk mendeskripsikan apa yang sudah terjadi. "Menurut saya memang agak terlalu nekat tuan," Jad berkata dengan jujur, dengan apa yang tuannya pertanyakan.
Xaver terkekeh mendengar itu, mengangkat bahunya dengan acuh. "Tapi menurutku ini jalan yang sangatlah benar," ucap Xaver berbalik untuk masuk kemana ke dalam Queez Hotel, untuk mengambil barangnya dan akan beranjak pulang.
Jad seperti biasa mengikuti dari arah belakang, menuruti semua yang tuannya perintahkan, sekalipun hal yang merepotkan baginya. "Hah...., seharusnya hari ini aku libur," gerutu Jad, yang merasa ingin cepat-cepat istirahat di rumahnya.
"Aku masih bisa mendengarnya Jad," seru Xaver yang mendengar protes dari Jad asistennya, yang dirinya paksa untuk datang tiba-tiba.
"Tidak tuan, saya hanya mengatakan bahwa cuaca hari ini hangat sekali," Jad beralasan, sebelum tuannya bersiap memotong gajinya.
°°°°°
Di salah satu kamar vip rumah sakit, Quella duduk di samping ranjang tempat oma-nya terbaring lemah. Setiap detik terasa begitu berat, menunggu kesadaran oma yang belum juga kembali. Quella memegang tangan oma dengan erat, seolah genggamannya bisa mengirimkan secercah kekuatan agar oma cepat siuman.
Matanya yang sembab menatap wajah tua itu dengan penuh harap, bibirnya bergerak-gerak membisikkan doa tanpa suara. Sesekali, dia mengusap air mata yang terus menderas dengan punggung tangan yang lain.
Zafran dan Alina sedari tadi berdiri di belakang, Alina merasa sangatlah bersalah karena hal ini terjadi secara tidak langsung ada sangkut pautnya dengan putra mereka. Sebaliknya Zafran ikut hanya karena Alina yang memaksanya.
Melirik satu sama lain, kemudian Alina memilih untuk mendekati Quella, karena sepertinya Zafran acuh sekali. "Quella..," panggil Alina dengan begitu lembut.
Menoleh kearah yang memanggilnya, menghapus cepat bekas air matanya. Quella baru menyadari ternyata kedua orangtuanya Xaver masih tetap di ruangan ini, sedangkan Yuren berdiri diam menemaninya tanpa disadari olehnya.
Alina tersenyum kecil, melihat tingkah Quella yang sepertinya gugup, dan kebingungan. "Iya ada apa?" tanya Quella pelan, dirinya tidak bisa berwajah marah, karena tatapan lembut Alina mengingatkannya pada mendiang ibunya.
"Bisa kita berbicara sebentar," Alina ingin mencari tau, sebenernya apa yang telah terjadi antara Quella dan Xaver.
Quella awalnya merasa ragu, bahkan akan segera menolak. "Tante mohon, hanya sebentar. Bukankah ada permasalahan yang harus kita bicarakan," ucap Alina mencegah Quella yang akan menolak ajakannya.
Menyetujui ajakan itu, Quella menganggukan kepalanya. "Yuren jaga oma sebentar," pinta Quella yang kemudian berdiri.
"Baik nona," ucap Yuren menuruti permintaan dari nonanya.
Alina mengulurkan tangannya untuk digenggam. Quella sempat ragu, tapi kemudian dirinya menerima uluran tangan itu.
Berjalan bersama ke arah luar, Zafran bersuara untuk bertanya. "Ingin sekalian sarapan," Zafran menekan pintu lift agar terbuka.
"Yah bukan ide yang buruk," Alina setuju dengan ide milik suaminya. Kejadian ini juga membuat perutnya lapar.
Quella diam tidak mengatakan apapun, tangan digenggam erat oleh Alina, rasanya hangat sekali. Pintu lift terbuka, mengikuti langkah kaki mereka, hingga Quella menghentikan langkahnya, saat sudah sampai di depan mobil.
"Aku tidak mau, jika tempatnya jauh," ucap Quella yang menolak untuk masuk ke dalam mobil.
Zafran menoleh, tangannya terulur untuk mengusap rambut Quella. "Tenang saja, kita hanya akan makan di restoran terdekat. Percayalah..," Zafran berkata dengan lembut. Tatapan ragu Quella mengingatkannya pada seseorang.
Merasakan perhatian lembut dari mereka, entah mengapa membuat hati Quella merasa hangat, rasa-rasanya seperti kedua orangtuanya memperhatikannya. Kedua orangtuanya meninggal saat dirinya berumur sepuluh tahun.
"Iya sayang, ayo kamu pasti lapar," Alina membujuk Quella sambil mengusap wajah Quella lembut.
Setelah berpikir beberapa menit, akhirnya Quella menganggukkan kepalanya setuju. Alina tersenyum senang, mendapati Quella tidak menolak ajakannya. "Ayo...," ucap Alina mengajak Quella untuk masuk ke dalam mobil.
°°°°°
Suasana restoran yang tenang, membuat Quella menikamati makannya yang disajikan. Alina dan Zafran tidak memulai percakapan apapun, mereka membiarkan Quella menikamati makanannya terlebih dahulu.
Mengusap sudut bibirnya dengan napkin, Quella menyudahi makanannya. Meletakkan kain itu ke tempatnya, Quella menatap pasangan yang ternyata sedang memperhatikannya.
"Jadi apa yang ingin dibicarakan?" Quella bertanya karena merasa, dirinya harus segera ke rumah sakit kembali.
Zafran yang pertama untuk membuka mulutnya. "Quella maafkan atas perlakuan Xaver, saya sejujurnya tidak tau apa yang sudah terjadi. Tapi jika memang hal buruk itu bener terjadi, kami siap bertanggung jawab," ucap Zafran formal, menandakan keseriusan ucapannya.
"Benar Quella, tante juga meminta maaf atas nama Xaver. Hanya saja jika kamu berkenan, Xaver akan segera datang untuk melam....," ucapan Alina terhenti karena tolakan yang begitu cepat dari Quella.
"TIDAK....," seru Quella dirinya bahkan sampai menaikan nada suaranya. Dirinya tau kemana arah pembicaraan ini akan berakhir. "Aku tidak melakukan apapun, kami benar-benar hanya dituduh," ucap Quella agar orang di depannya mengerti.
"Aku bahkan sama sekali tidak mengingatnya," lanjut Quella kembali. "Terakhir aku ingin berjalan menuju toilet, setelah itu aku tidak mengingat apapun," Quella menceritakan apa yang diingat kepalanya terakhir kali.
Alina membiarkan Quella menyelesaikan ceritanya."Sayang, jika kamu tidak mengingatnya. Mengapa Xaver bisa mengatakan kalian telah menghabiskan malam bersama?" Alina tentu mempertanyakan hal itu.
"Dan mengapa kalian bisa bersama, bahkan dengan baju tidur yang senada. Bukankah itu mencurigakan," ujar Zafran agar Quella menceritakan lagi, tapi yang dirinya lihat hanyalah sebuah kebingungan dari wajah Quella.
"Itu....," Quella kehabisan akal untuk menjawab, dirinya bingung harus memberikan alasan apa.
"Kamu pun ragu untuk menjawabnya kan," ucap Zafran lagi, raut Quella semakin tertunduk.
Menghela napasnya pelan, Quella sudah tidak tau harus berbuat apa. "Aku mohon, jangan permasalahan hal ini. Aku anggap masalah ini tidak pernah terjadi," ucap Quella berharap dengan tinggi agar masalah ini selesai begitu saja.
"Tapi nak, masalah ini akan membahayakan harga dirimu, dan kehormatan mu. Kami hanya ingin membantu, berita ini akan menjadi bumerang bagimu di suatu saat. Kita tidak tau, apakah berita ini sudah ada yang mengetahuinya atau belum? Hanya saja kami harap kamu berpikir dengan kepala dingin," Zafran menjelaskan semuanya, bahwa hal ini memiliki resiko yang tinggi.
Quella dibuat kebingungan, masalahnya dirinya tidak mau sampai harus menikah dengan Xaver. Sebelum dirinya mengatakan pembelaan kembali, kata-kata dari Zafran membuatnya berpikir beribu kali.
"Apalagi image Queez Hotel baru akan membaik. Apa kamu rela membuat Queez Hotel kembali dalam keadaan jatuh?" Zafran berkata dari sudut pandangnya yang menjadi seorang pembisnis.
"Aku...," Quella kebingungan, bahkan kepalanya merasa berdenyut. Memikirkan kemungkinan terburuk, jika berita ini sampai tersebar luas.
"Apa kalian tidak bisa menutupi berita itu, jika sampai tersebar?" Quella bertanya mengingat kekuasaan Parvez yang sangatlah besar.
Zafran menarik sudut bibirnya. "Tentu kami bisa melakukan apapun. Tapi nak, apa yang akan kami dapatkan?"
"....," Quella diam tidak mampu menjawab, dirinya merasa kali ini sangatlah terpuruk dan tidak berdaya, bahkan hanya dapat menundukkan kepalanya lemah.
"Zaf..," Alina berdecak kesal akan Zafran yang ingin memanfaatkan situasi.
"Aku bisa jamin semuanya akan kembali seperti semula. Dari image hotel mu, bahkan jika harus image buruk mu yang tersebar, akan hilang seperti tidak ada yang terjadi," ucap Zafran yang mulai santai, mengabaikan delikan tajam dari arah istrinya. "Tapi nak, sekali lagi apa yang akan kami dapatkan?"
Quella semakin dibuat bungkam oleh perkataan Zafran, seolah tersadar bahwa kekuasaan Parvez sangatlah jauh untuk bisa diusik oleh orang-orang. "Apa yang anda inginkan?" Quella bertanya dengan nada lemah, dirinya ingin segera menyelesaikan masalah ini.
"Menikahlah dengan putraku," ucap Zafran tanpa keraguan sedikitpun.
Quella langsung berdiri dari kursinya. "Maaf untuk hal itu, saya tidak akan pernah setuju," Quella muak mengapa orang-orang dari Parvez, begitu ingin dirinya masuk ke dalam keluarga mereka.
"Tenang saja tidak perlu terburu-buru, hanya saja penawaran ini terbatas. Hubungi Xaver jika kamu menyetujui apa yang saya tawarkan. Jangan terlambat atau dirimu kehilangan semuanya," ucap Zafran yang sama sekali tidak merasa tersinggung.
"Permisi," Quella berpamitan bejalan cepat menuju keluar restoran. Dirinya sama sekali tidak memperdulikan panggilan dari Alina, terus berjalan berusaha menjaga air matanya agar tidak mengalir, karena hal itu yang akan semakin menjatuhkan harga dirinya.
"Quella.... Quella....," panggil Alina, bahkan bersiap untuk menyusul Quella. Hanya saja tangan Zafran menghentikannya.
"Zaf, bagaimana ini?" Alina marah karena perlukan Zafran yang membuat Quella pergi. "Kamu terlalu terburu-buru," Alina protes akan aksi yang baru saja dilakukan oleh Zafran.
"Tenangkan dirimu dulu istriku, jangan marah seperti ini," Zafran mengusap dahi Alina agar tidak terus mengerut.
"Aw...," Zafran sedikit berteriak karena Alina mencubit pinggangnya.
"Semua ini terjadi gara-gara putra mu itu. Kemana juga Xaver, bukannya datang ikut malah tidak muncul-muncul?" Alina merasa marah akan kelakuan putranya, yang sepertinya abai dengan keadaan.
"Kamu bukannya membantu, malah memperkeruh situasi. Dasar tidak berguna, ayah dan anak sama saja menyebalkan," omel Alina kembali pada suaminya, dirinya beranjak pergi, karena sepertinya kekesalan hatinya malah semakin besar.
Zafran hanya dapat bernapas kasar, karena istrinya marah padanya. "Aku hanya membantu putraku," ucap Zafran acuh, dan menyusul kemana Alina melangkahkan kakinya.
•••••
TBC
JANGAN LUPA VOTE
yang salah disini siapa ya? Ayo tebak