Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TUDUHAN
Baik Embun maupun Nathan, keduanya hanya diam saat makan malam. Hanya terdengar suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Kejadian sore tadi membuat keduanya merasa malu.
Embun mengaduk-aduk nasi dipiringnya. Dia tak bisa konsentrasi makan karena terngiang terus yang dia lihat tadi. Begitupun dengan Nathan, dia masih merasa malu. Untuk pertama kalinya, miliknya yang berharga itu dilihat langsung oleh seorang wanita.
"Kamu bosen gak dirumah terus?" Nathan mencoba membuka orolan. Tapi yang diajak ngobrol malah melamun, bikin kesel. "Lagi mikirin apa sih?"
"Kecil, ups," Embun reflek menutup mulutnya.
"Kecil, apa yang kecil?" Nathan terlihat meradang. Entah dugaannya benar atau salah, Embun seperti membicarakan miliknya.
Embun langsung salah tingkah. "I-ikan. Iya, ikannya kecil." Dia mengambil seekor ikan goreng lalu menaruh dipiringnya. "Besok kalau belanja lagi, aku beli yang besar-besar."
"Itu tadi masih tidur, kalau bangun dia gede dan panjang." Nathan tak terima miliknya dikatain kecil.
"Ngomongin apaan sih," potong Embun cepat. Wajahnya memanas karena Nathan membahas hal yang berbau vullgar.
Apa harus dijelaskan sedetai itu ya?
"Kamu pikir aku gak tahu, kamu ngatain punyaku kecilkan?"
"Eng-enggak, orang aku ngomongin ikan," Embun mulai salah tingkah.
"Jangan-jangan kamu udah sering lihat makanya bisa bandingin," ujar Nathan sambil tersenyum miring.
"Apaan sih, kok malah nuduh yang enggak enggak," Embun mulai kesal. "Aku gak pernah lihat begituan, tadi yang pertama."
"Kalau enggak, kenapa bisa bilang punyaku kecil?"
"Ya karena lebih kecil dari yang biasa aku lihat difilm."
Nathan seketika melotot. Jadi benar dugaannya, Embun tadi sedang ngatain punyanya. Dan apa dia bilang, bandingin sama film? Ukuran orang indonesia memang beda dengan orang bule. Apalagi yang difilm, itu jelas sudah pilihan.
Sial, kenapa keceplosan.
Embun merutuki dirinya sendiri yang secara tidak sadar membongkar aib. Gimana gak lihat, teman teman sekantornya kadang ada yang iseng ngeshare video mesum digrup. Tak hanya itu, kadang dikos, dia malah diajakin nobar yang enggak-enggak. Awalnya nolak, lama-lama penasaran juga
"Yakin difilm, bukan kamu bandingin sama punya Rama?"
Embun langsung berdiri. "Kok malah bawa-bawa Rama. Aku kan udah bilang, aku gak cinta sama Rama. Aku itu cuma mau balas dendam."
"Ya mungkin saja selama kalian 10 tahun pacaran pernah gituan. Tidak ada yang tahu apa saja yang kalian lakukan saat pacaran dan selama jadi pasangan selingkuh."
Embun meremat dasternya sambil membuang nafas kasar. Kali ini Nathan sudah sangat keterlaluan. "Aku sudah selesai," ujarnya dengan bibir bergetar karena menahan tangis. Dia beranjak dari kursi makan lalu masuk kedalam kamar.
Nathan membanting sendok lalu menarik rambutnya kebelakang. Dadanya terasa sakit saat membayangkan Embun dan Rama bercinta. Dulu saat menikahi Embun, dia memang mengira jika Embun dan Rama sudah sering melakukan itu, tapi rasanya biasa saja. Dia tak peduli sama sekali, yang penting Rama dan Embun tak bisa bersatu.
Tapi sekarang, kenapa rasanya sakit, rasanya tak rela. Mungkinkah karena sekarang dia sudah mencintai Embun. Jadi emosinya langsung naik saat membayangkan yang tidak-tidak antara Embun dan Rama.
"Harusnya aku tak bilang seperti itu tadi," Nathan melihat kearah pintu kamar Embun. "Saat memutuskan menikahinya, aku sudah harus siap menerima semua masa lalunya."
.
.
Meski masih kesal dengan tuduhan Nathan semalam, Embun masih tetap menyiapkan sarapan. Padahal semalam rencana mau minta izin ngelamar kerja, eh tahunya malah berantem gara-gara ular kadut.
"Maaf."
Embun yang sedang membuat nasi goreng bisa mendengar suara Nathan. Tapi dia sama sekali tak ada niat untuk menoleh.
"Maaf jika kata-kataku semalam membuatmu tersinggung."
Embun mematikan kompor lalu membalikkan badan. "Jadi minta maaf karena membuatku tersinggung, bukan karena merasa bersalah karena udah nuduh yang enggak-engak?"
Nathan diam saja mendapat pertanyaan seperti itu.
Embun berjalan mendekati Nathan sambil menatap kedua matanya. "Aku masih perawan," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Embun tak kuasa menahan air mata. Segera dia pergi dari hadapan Nathan dan masuk kedalam kamar.
"Astaga, apa aku sudah salah tuduh," Nathan sungguh merasa bersalah.
Pagi itu, tak ada acara sarapan pagi bersama. Sampai Nathan berangkat ke kantor, Embun masih belum keluar dari kamar.
Di kantor, Dimas dan Anisa jadi sasaran kekesalan Nathan. Apapun yang dua orang itu lakukan, terlihat salah dimata Nathan. Dan ujung-ujungnya, mereka kena semprot.
Sudah pikiran tak karuan, Rama malah datang keruangannya, membuat Nathan rasanya pengen meledak.
"Ada apa?" tanya Nathan tanpa basa-basi.
"Cuma mau ngasih ini, dari mama." Rama meletakkan kotak berisi kue kiriman dari mama Salma keatas meja.
"Apaan itu?"
"Ketan srikaya, kesukaan Embun."
Nathan makin meradang mendengar Rama menyebutkan kesukaan Embun. Pria didepannya itu seoalah menunjukkan jika dia tahu banyak tentang Embun, bahkan melebihi dia yang berstatus sebagai suami.
"Aku permisi dulu," Rama segera pamit melihat tatapan tak bersahabat dari kakak iparnya.
"Tunggu," teriak Nathan.
Rama terpaksa membalikkan badan meski dia malas berurusan dengan Nathan. Dia pikir dengan datang ke ruangan Nathan, dia bisa bertemu Embun, eh...ternyata Embun malah gak ada. Menyesal dia datang keruangan Nathan.
"Jangan pernah mengganggu Embun lagi. Jangan kau kira aku tidak tahu jika kau masih berusaha menghubungi Embun. Selama ini aku diam padamu bukan karena aku tak mempermasalahkan perbuatanmu. Kalau saja bukan karena Navia, sudah lama aku mendepakmu dari perusahaan maupun rumah. Jangan bertingkah jika kau masih mau hidup enak."
Rama mengepalkan kedua telapak tangan mendengar ancaman Nathan. Rasanya ingin membalas ucapan Nathan. Tapi sayang, dia tak punya kuasa yang bisa membuatnya berani melakukan itu. "Aku mengerti," sahutnya lalu keluar dari ruangan Nathan.
Nathan menyandarkan punggung sambil memijit kepalanya yang terasa pusing.
Aku masih perawan.
Dia kembali terngiang ucapan Embun tadi pagi. Ditambah dengan kedua mata Embun yang berkaca-kaca, Nathan makin merasa bersalah. Dia membuka laptop, melihat rumah dari cctv. Dahinya mengkerut saat tak menemukan keberadaan Embun.
"Apakah dia sedang ada di kamar mandi?"
Nathan membuka history, melihat rekaman cctv beberapa jam yang lalu. Dia melihat Embun keluar dari rumah sambil membawa sebuah map.
"Mau kemana dia? Jangan-jangan mau ke....."
Pikiran Nathan langsung kemana-mana. Bahkan pikirannya sampai di pengadilan agama.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣