Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konsekuensi yang Tak Terduga
Bab 29: Konsekuensi yang Tak Terduga
Pedang Kael mengarah dengan tajam ke Batu Kekuatan, menyentuh permukaan batu itu dengan kekuatan yang begitu besar. Namun, sebelum ujung pedangnya benar-benar menghancurkan batu tersebut, sebuah kilatan cahaya yang begitu terang dan menyilaukan meledak dari dalam Batu Kekuatan. Semua orang terpelanting mundur, dan tubuh mereka seakan-akan tersedot ke dalam angin yang kuat, menahan mereka agar tidak jatuh.
Kael merasakan kekuatan yang luar biasa menahan dirinya, seolah-olah batu itu tidak hanya melawan pedangnya, tetapi juga melawan keberadaannya sendiri. Cahaya itu mulai mengalir dari Batu Kekuatan, membentuk sebuah pusaran energi yang semakin besar. Dalam sekejap, makhluk besar yang sebelumnya hanya muncul dalam bayangan kini sepenuhnya materialisasi, berdiri di hadapan mereka, tinggi dan mengerikan. Wujudnya seperti gabungan dari makhluk purba dan energi kegelapan yang telah lama tersegel.
“Kael...” suara itu berbicara, namun kali ini tidak hanya terdengar dalam benaknya, tetapi juga di seluruh ruangan. “Kamu tidak mengerti apa yang telah kamu lakukan.”
Kael memaksakan diri untuk berdiri, menatap makhluk itu dengan mata yang penuh tekad. “Aku mengerti lebih dari yang kamu kira. Batu ini mengikat dunia dalam cengkeraman kekuatan yang tak adil. Jika itu dihancurkan, maka dunia akan bebas!”
Makhluk itu tertawa, suara yang bergema menembus setiap sudut ruangan. “Kamu pikir kamu bisa menghancurkan Batu Kekuatan dan tidak ada konsekuensinya? Dunia ini telah terjaga berkat Batu ini. Jika kamu menghancurkannya, tidak ada lagi penyeimbang yang menjaga stabilitas dunia. Kehidupan seperti yang kamu kenal, akan lenyap. Semua yang kamu sayangi, akan musnah.”
Kata-kata makhluk itu terasa menusuk, namun Kael tidak gentar. “Kehidupan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Kekuatan ini harus dihancurkan, bahkan jika itu berarti dunia akan berubah. Kita tidak bisa terus terbelenggu oleh ketidakadilan yang sudah berlangsung terlalu lama.”
Tim Kael, yang masih terhuyung-huyung setelah terpental mundur oleh ledakan energi tadi, mulai berdiri kembali. Mereka mengumpulkan keberanian untuk melangkah lebih dekat, meskipun ketakutan mulai merayapi hati mereka.
“Kael…” Aria berbisik, “Apakah kamu yakin? Jika ini benar-benar batu yang menjaga keseimbangan dunia, kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kita menghancurkannya.”
Kael menatap Aria, matanya penuh rasa yakin. “Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak bisa mundur. Dunia ini harus berubah. Jika kita membiarkan Batu ini terus ada, kita hanya akan memperpanjang penderitaan yang tidak adil.”
Namun, makhluk yang berdiri di hadapan mereka itu melangkah maju dengan langkah yang mengguncang tanah. “Kamu tidak tahu apa yang akan kamu hadapi. Jika Batu Kekuatan ini dihancurkan, kamu akan membuka gerbang yang tak terkendali. Aku adalah penjaga dari kekuatan yang lebih tua. Jika Batu ini hilang, yang akan datang berikutnya bukanlah pembebasan, tetapi kehancuran.”
Kael merasa terhimpit oleh kata-kata makhluk itu. Dia tahu betul bahwa tindakan yang akan diambilnya bisa sangat berbahaya. Namun, dia tidak bisa mundur sekarang. Dunia telah terperangkap dalam ketidakadilan selama terlalu lama, dan itu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Kael berbalik kepada teman-temannya, menyampaikan tekad dalam tatapannya.
“Kita harus melakukannya. Kita tidak bisa membiarkan dunia ini dihancurkan lebih lanjut.”
Tanpa menunggu jawaban, Kael mengangkat pedangnya sekali lagi, dengan tujuan yang jelas di dalam hatinya. Energi dalam pedang itu berkumpul, siap untuk menghancurkan Batu Kekuatan dan memulai perubahan yang besar. Namun, saat pedang hampir menyentuh Batu, makhluk besar itu bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, melesat ke depan Kael dengan tangan yang terbuka lebar.
"Jangan lakukan itu!" teriaknya dengan suara yang lebih menggelegar, seolah-olah seluruh dunia bergetar.
Tiba-tiba, angin kencang yang tidak terlihat menarik Kael dan timnya ke belakang, mendorong mereka sejauh mungkin dari Batu Kekuatan. Semua anggota tim terjatuh, dan mereka merasakan bahwa tanah di bawah mereka mulai bergetar hebat.
Kael menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan dirinya yang terseret mundur. "Kami harus menghancurkannya," teriaknya, suara penuh tekad. “Kami akan melakukannya!”
Namun, saat Kael berdiri kembali, dia merasakan suatu perubahan. Di dalam dirinya, sebuah perasaan asing mulai muncul. Sebuah kekuatan gelap yang dulu hanya bersembunyi, kini mulai menyusup ke dalam dirinya. Itu adalah energi dari Batu Kekuatan yang berusaha merasuki tubuh dan pikirannya, berusaha mengambil alih kendali.
“Kael…” suara Aria terdengar cemas. “Apa yang terjadi padamu?”
Kael menggenggam kepalanya, merasa kesulitan untuk berpikir. Energi itu semakin kuat, menembus benaknya, mencoba mengendalikan setiap pikiran dan perasaannya. “Tidak…” Kael berbisik, merasakan pertempuran di dalam dirinya. “Aku tidak bisa membiarkan ini menguasai diriku.”
Di tengah kesulitan itu, Kael melihat kembali ke arah Batu Kekuatan. Makhluk besar itu berdiri di hadapan mereka, dengan tatapan yang tajam. “Kekuatan ini… adalah bagian dari dirimu, Kael. Jika kamu memusnahkan Batu ini, kamu juga akan memusnahkan bagian dari dirimu sendiri. Kegelapan ini sudah ada di dalam dirimu sejak awal.”
Kael terdiam, matanya berbinar. Apakah benar apa yang dikatakan makhluk itu? Apakah Batu Kekuatan telah menanamkan benih kegelapan di dalam dirinya sejak awal? Jika itu benar, maka jalan yang dia pilih mungkin jauh lebih berbahaya daripada yang dia bayangkan.
Namun, di tengah keraguan dan perasaan terperangkap, Kael merasakan kekuatan baru bangkit dalam dirinya. Itu adalah kekuatan yang bukan hanya berasal dari Batu Kekuatan, tetapi juga dari tekad dan keberanian yang ada dalam hatinya. Dengan kekuatan itu, Kael berteriak, menantang kegelapan yang mencoba menguasainya.
“Tidak akan ada yang mengendalikan aku!” teriak Kael dengan suara yang penuh dengan energi dan kemarahan. “Aku yang akan mengendalikan takdirku sendiri!”
Dengan itu, Kael berlari menuju Batu Kekuatan, bersiap untuk menghancurkannya sekali dan untuk selamanya. Namun, makhluk besar itu melompat, menghalangi jalan Kael dengan cepat. “Jangan coba lakukan itu, Kael. Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi.”
Namun, Kael sudah terlanjur memutuskan. Dengan satu tebasan pedang yang penuh tekad, dia mengayunkannya kembali, menghancurkan Batu Kekuatan yang telah lama mengikat dunia dalam cengkeramannya.