Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 - Sombong Dan Angkuh
"Ma, itu mobil siapa parkir di depan?" tanya Cici saat melihat mobil hitam di halaman rumahnya.
"Oh, itu mobilnya Roni." ucap ibu kost memberitahu.
Semalam Roni sudah minta izinnya untuk diperbolehkan parkir di halaman dan ia mengizinkan saja. Halaman rumahnya luas, jadi tidak masalah.
"Mobilnya?" tanya Cici tidak yakin. Duda tua pengangguran itu punya mobil. Mungkin saja itu mobil rental.
Begitu pemikiran Cici.
"Iya, itu mobilnya. Sekarang kan, Roni sudah bekerja. Ia bekerja di kantoran dan mobil itu fasilitas dari perusahaan tempat dia bekerja." jelas ibu kost sesuai apa kata Roni. Ia juga merasa senang dengan kemajuan anak kost-nya itu.
Cici jadi penasaran dengan pekerjaan pria itu. Bisa bawa pulang mobil, mungkin saja pria itu bekerja sebagai supir pribadi.
"Sudah, kamu sama Roni saja. Mama setuju kok kamu menikah dengannya. Walaupun duda, dia itu pria baik dan bertanggung jawab." ibu kost merasakan jika Roni adalah pria baik.
Ibu kost setuju saja jika putrinya mau menikah dengan Roni. Tapi putrinya yang tidak mau karena menganggap pria itu tidak selevel. Dan Roni juga terlihat tidak peduli pada wanita.
Kost-an miliknya campur antar pria dan wanita. Dan tidak pernah melihat Roni mengobrol atau akrab dengan anak kost wanita. Bahkan jika berpapasan dengan mereka, pria itu pura-pura tidak melihat.
"Ma, yang benar saja. Aku tidak mau dengan duda itu!" tolak Cici. Ia punya tipenya tersendiri.
Wanita itu tiba-tiba terpesona sesaat. Terlihat seorang pria berpakaian rapi berjalan dengan gagah dan berwibawa. Tampak begitu keren sekali di matanya.
"Ibu, saya pergi dulu." ucap Roni berpamitan, karena melihat ibu kost berdiri di depan rumah.
"Hati-hati di jalan ya." jawab ibu kost. Penampilan Roni sekarang sudah berubah.
Cici menyadarkan dirinya, ia malah terpesona pada pria duda itu. Saat pria itu berpenampilan begitu, sangat berbeda sekali. Mungkin karena tidak pernah melihat duda itu seperti itu, makanya ia hanya kagum sesaat.
"Kamu sama Roni saja!" tawar mamanya.
"Mama saja yang sama dia!" ucap Cici lalu kembali masuk ke rumah.
"Salahnya mama sudah tua. Kalau masih muda, mama juga mau!" ledek ibu kost pada putrinya yang berwajah cemberut.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Roni mengendarai mobil membelah jalanan di pagi yang cerah. Ia senang karena kini sudah mengemudikan mobil lagi.
Setelah resign, fasilitas mobil dikembalikan. Dan ia ke mana-mana selalu naik sepeda motor.
Sekarang ia mengemudikan mobil kembali. Ia mendapatkan fasilitas dari tempatnya bekerja.
Roni memarkirkan mobilnya di parkiran. Ia pun berjalan menuju lobi kantor.
Langkah Roni tampak lebar, ia berjalan tergesa-gesa. Sudah masuk jam kerja, ia terlambat.
Tadi ia berangkat ke kantor seperti biasa. Mungkin karena mengendarai mobil jadi terlalu lama di jalan. Belum lagi terjebak macet. Biasanya jika naik sepeda motor ia tidak terlambat walau macet, karena bisa nyalip-nyalip kenderaan lain.
Sepertinya besok ia harus lebih cepat berangkat ke kantor, untuk menghindari macet di jalanan.
"Aww!" teriak seorang wanita saat bahunya ditabrak seseorang. Berkas yang dibawanya berhamburan.
"Maafkan saya." ucap Roni meminta maaf. Ia tidak sengaja karena terburu-buru.
Pria itu mengutipi berkas tersebut dan menyerahkan pada wanita yang berdiri sambil berkacak pinggang. Tampak sombong dan angkuh sekali gayanya.
"Ini berkasnya. Maafkan saya karena terburu-buru." Roni mengaku salah. Ia memang bergegas dan tidak melihat sekitar.
Maudy menerima berkas tersebut dan menatap pria di hadapannya. Sekarang sudah masuk jam kerja dan masih berkeliaran. Memanglah karyawannya kebanyakan mengular.
"Ini pertama dan terakhir saya melihat kamu terlambat!" ucap Maudy dengan tegas. Hari ini ia akan mentolerir, karena ia baru selesai cuti, jadi tidak akan marah-marah.
"Maafkan saya, Bu." ucap Roni kembali. Sepertinya wanita itu salah satu petinggi di perusahaan ini. Ia belum mengenal para atasannya.
"Bu? kamu bilang apa tadi?" telinga Maudy mendadak panas. Ia dipanggil Bu.
"Jangan panggil saya ibu, kapan saya menikah sama bapakmu?!" ucap Maudy dengan nada mencibir dan memasang wajah sinis.
Roni jadi mengingat perkataan Satria tentang atasan mereka. Ia jadi berpikiran jika wanita ini adalah wakil direktur itu. Wanita yang selalu dipanggil dengan sebutan nona.
"Awas kalau saya dengar kamu bicara begitu lagi! Saya pecat kamu!" Maudy pun mengancam.
"Dasar menyebalkan!" gerutu Maudy lalu segera berlalu pergi meninggalkan pria itu.
Melihat wanita itu pergi, Roni pun kembali bergegas melangkah. Sambil melangkah sambil mengingat-ingat di mana pernah bertemu dengan wanita itu.
Ia merasa tidak asing dengan wanita itu. Sebelumnya mereka pernah bertemu. Tapi, di mana ya?
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jeri sudah kembali masuk sekolah setelah liburan dengan mamanya.
Bocah kecil itu terlihat sedang mengikuti perkataan guru. Murid-murid sedang diajarkan cara membaca.
Saat istirahat, para anak memakan bersama bekal bawaan mereka.
Dari semua anak yang membawa bekal. Bekal bawaan Jeri yang sangat lucu dan menarik.
Maudy memasak sendiri dan membuat bekal lucu itu untuk anak kesayangannya. Membentuk makanan itu dengan bentuk karakter. Dilakukannya agar sang anak makan dengan lahap.
Meski bentuk makanan dalam bekal itu lucu, tapi tetap mengutamakan kesehatan dan gizinya. Maudy betul-betul menjaga asupan sang anak. Ia ingin Jeri selalu sehat dan tidak gampang sakit.
Pernah saat Jeri sakit, rasanya dunia Maudy hancur berantakan.
"Jeri, bekalmu lucu sekali." ucap bocah perempuan melihat bekal bawaan temannya itu. Berbeda dengan bekalnya yang asal dibuat saja.
"Mamaku yang buat!" ucap Jeri dengan bangga. Mama Maudy selalu bangun pagi-pagi untuk membuatkan bekal. Setiap bekal yang dibawa pasti bentuknya lucu-lucu.
Tak jauh dari Jeri, Nanda melihati Jeri saja. Ia tidak berani mengganggu Jeri lagi, mamanya Jeri sangat menakutkan.
Terus juga, mamanya sudah menasehati jika tidak boleh bicara buruk tentang Jeri. Nanda jadi menurut, kalau tidak menurut nanti papa tidak akan menyayanginya lagi.
Saat pulang sekolah, Maudy yang menjemput Jeri. Sengaja menjemput untuk melihat Nanda. Apa bocah kecil itu masih mengganggu anaknya?
"Mama!" teriak Jeri sambil berlari menghampiri mamanya. Ia merentangkan tangan dan Maudy langsung menangkapnya. Lalu menggendong tubuh mungil itu.
"Apa Nanda hari ini ada mengganggu Jeri?" tanya Maudy ingin tahu. Jika masih berani menganggu anaknya, benar-benar akan digodanya suami si Angel itu.
"Tidak, ma." jawab Jeri sambil menggeleng. Nanda tidak ada bicara padanya, cuma melihati saja.
"Kalau nanti Nanda berani mengganggu Jeri lagi, akan mama goreng dia!" ucap Maudy sambil tertawa-tawa.
Sementara dari balik tembok, seorang anak kecil wajahnya sudah ketakutan. Bahkan celana yang dipakainya sampai basah.
"Mama." Nanda pun menangis. Ia tidak mau digoreng mamanya Jeri.
.
.
.