Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berangkat
Keesokan harinya.
Cahaya membicarakan semuanya pada sang ibu, Dandi pula ikut mendengarkan dan merasa keberatan karena sang kakak bekerja demi dirinya. Euis mengusap tangan Cahaya lengkap dengan senyum tulusnya, ia mengizinkan Cahaya pergi asalkan tetap memberi kabar walau pun hanya satu menggu sekali. Cahaya pun mengangguk antusias begitu mendapat izin sang ibu, Dandi pun hanya bisa mengikuti keputusan ibunya.
"Jaga diri baik-baik ya, Neng. Meskipun mendadak banget perginya, tapi ibu pasti akan tetap mendoakan kemana pun langkah anak-anak ibu pergi, maafkan ibu ya gak bisa berbuat banyak." Ucap Euis.
"Doa ibu aja sudah cukup kok, bu." Ucap Cahaya.
"Buat ongkos di jalannya gimana, Neng? Ibu cuma punya pegangan sedikit, kamu bawa aja ya," Tanya Euis. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang yang sudah di kumpulkannya.
"Cahaya mau ke rumah bu Dina, bu. Enak aja dia bisa foya-foya sedangkan kita kesusahan, lumayan juga itu tabungan bisa buat ibu sama Dandi makan selama nunggu Cahaya gajian nanti." Ucap Cahaya memasang wajah kesal, dia memang sudah berniat mendatangi rumah Dina salah satu anggota nyinyir di kampungnya.
"YAYA..!"
Dari arah luar terdengar Erik berteriak memanggil Cahaya, sahabatnya itu datang untuk menemani Cahaya menemui Dina untuk menagih hutangnya.
Cahaya berpamitan kepada ibunya, dia dan Erik melenggang pergi ke tempat tujuannya.
Beberapa saat kemudian. Cahaya menyapa suami Dina yang sedang menyiram tanaman, kebetulan juga Dina keluar dari dalam rumah lengkap dengan nampan berisikan teh hangat dan juga makanan. Tak mau berbasa-basi lagi, Cahaya ikut duduk bersama suami Dina dan ia pun mengutarakan niatnya. Dina memainkan ujung bajunya gugup karena Cahaya benar-benar membeberkan semuanya, suami Dina pun syok karena ternyata uang yang selama ini ia berikan untuk bayar hutang tidak tersampaikan kepada pemilik uang tersebut.
"Begitu, Mang. Saya teh kesini ya memang sudah jauh dari tempo, terus saya juga sore ini mau berangkat ke luar kota, maklum lah mang saya teh bukan orang berada, pastinya uang segitu tuh gede buat Yaya mah." Ucap Cahaya.
"Iya, Yaya. Mamang teh ngerti. Maafin istri mamang ya, soalnya mamang serahin semua uangnya sama istri mamang, kirain mah bakal di bayarin. Tunggu sebentar ya. Mamang ambil uang dulu, kebetulan ada lemburan terus jadinya mamang bisa tabung." Ucap Suami Dina beranjak dari duduknya mengambil uang untuk membayar hutangnya.
Cahaya pun menganggukkan kepalanya, ia menatap Dina yang memasang wajah judes sekaligus jengkel akan kedatangan Cahaya.
Sambil masuk ke dalam rumah, suami Dina menyeret istrinya dan mengomelinya sepanjang jalan karena tak kuasa menahan malu di depan Cahaya.
Tak berselang lama, suami Dina membawa uang pecahan berwarna biru dan terlihat tebal. Cahaya tersenyum karena usahanya membuahkan hasil, ia tak perlu memakai tabungan ibunya untuk berangkat ke kota. Sambil beberapa kali minta maaf, suami Dina menyerahkan uang yang sudah di pinjamnya, Cahaya menerima uang tersebut dan membalas permintaan maaf suami Dina dengan lapang dada. Setelah itu, Cahaya dan Erik pun berpamitan pulang.
*
*
Sore hari.
Cahaya diantar menuju terminal oleh sahabat dan juga ibu serta adiknya, disana juga sudah ada Lela dan juga keluarganya yang ikut serta mengantar.
"Hati-hati ya, Neng. Kalau udah sampai, jangan lupa kabarin ibu." Pesan Euis.
"Pasti atuh, Bu." Ucap Cahaya.
"Cahaya, hayu atuh, busnya udah dateng." Ajak Lela menghampiri Cahaya.
Cahaya pun menganggukkan kepalanya seraya menatap bus yang sedang berhenti di hadapannya, ia menyalimi tangan ibunya dan berpamitan kepada yang lainnya. Euis pun mengusap air matanya menggunakan kerudung yang sedang di pakainya, Lela dan Cahaya meletakkan barang bawaannya ke bagasi bus, ada rasa berat hati namun Cahaya tetap menguatkan tekadnya. Keduanya pun naik ke atas dan memilih tempat duduk, semua orang yang mengantar pun melambaikan tangannya begitu melihat Cahaya dan Lela sudah duduk di dalam Bus.
"Kalau mau nangis, nangis aja kok. Ceu Lela juga waktu pertama kayak gitu, namanya juga kita ada tujuan ya berarti harus ada yang di korbankan." Ucap Lela.
"Cahaya mah gak mau keliatan sedih di depan ibu, biar nanti ibu gak kepikiran terus." Ucap Cahaya menahan ari matanya yang sudah menganak, senyum yang ia tampilkan pula ialah senyum palsu.
Bus pun melaju meninggalkan tempat kelahiran Cahaya, saat itu juga Cahaya menangis dan di kuatkan oleh Lela.
Di sepanjang perjalanan, Cahaya menatap kearah luar mobil Bus yang tinggi melihat setiap jalur yang di lewati.
"Doakan anakmu ini ya, Bu. Semoga Cahaya bisa menaklukkan anak calon majikan Cahaya, biar bisa sekolahin Dandi dan juga biar bisa renovasi rumah Ibu." Batin Cahaya.
4 jam kemudian.
Cahaya dan Lela sudah sampai di kota tujuan, mereka menaiki taksi menuju rumah majikan Lela yang letaknya di sebuah perumahan elit.
Cahaya begitu takjub begitu melewati rumah-rumah gedong tinggi menjulang, bahkan desainnya begitu mewah dan elegan. Meskipun mereka tiba pada waktu malam, Cahaya tetap bisa melihat keindahan yang ia pandang saat ini.
Hanya selang 15 menit, keduanya pun sampai di depan gerbang tinggi bercat emas. Lela memanggil penjaga rumah untuk membukakan pintu gerbang.
Keduanya pun masuk, Cahaya melongo melihat betapa besarnya rumah tersebut. Di dalam hatinya ia berandai-andai kalau dirinya juga memiliki rumah yang sama besarnya. Tak terasa kakinya berhenti melangkah, dia berdiri di depan pintu utama yang terbuka lebar.
"Ayo..!" Lela menarik tangan Cahaya masuk kedalam rumah.
"Woooaaahhh...!"
Cahaya membuka mulutnya dengan lebar, isi rumahnya sangat amat luar biasa. Namun, siapa sangka ada kejadian yang tak terduga di dapatinya.
ZIUUUSSSS...
HAP.....!
Sebuah pesawat kecil masuk ke mulut Cahaya, tentunya Cahaya tersentak kaget sampai membulatkan matanya. Tetapi matanya beralih begitu mendengar suara tawa renyah anak kecil yang tak jauh darinya, ia melepaskan pesawat dari mulutnya dan beralih menatap bocah yang sudah di ceritakan oleh Lela.
"Astagfirullah..! Baru masuk udah dapat kejutan aja, yang sabar ya Cahaya, ini baru permulaan." Lela hanya mampu mengelus dadanya, ia beralih mengusap punggung Cahaya.
"Hm, menarik." Ucap Cahaya menyunggingkan senyumnya, tatapannya tak beralih sedikit pun dari anak kecil yang di taksir umurnya baru menginjak 6 tahun tersebut.
"RADEN BIMA MAHARDIKA..!" Suara bariton menggema yang berasal dari arah tangga.
Cahaya dan Lela menatap ke atas, mereka berdua melihat raut wajah dingin dari pemilik rumah yang tengah berdiri memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Bocah kecil yang di panggil lengkap namanya itu memutar bola matanya malas, ia segera berlari entah kemana membuat mata sang ayah semakin menajam.
Derap langkah terdengar menyusuri satu persatu anak tangga. Lela menarik tangan Cahaya untuk menghampiri pemilik rumah.
"Selamat malam, Tuan." Ucap Lela menundukkan kepalanya diikuti oleh Cahaya.
"Selamat malam, maaf atas kejadian tadi." Balas Sagara dengan nada dingin khasnya menatap kearah Cahaya.
"Tidak masalah, Tuan. Saya memakluminya." Ucap Cahaya.
"Apa dia yang akan menggantikanmu, Lela?" Tanya Sagara.
"Benar, Tuan. Seperti yang sudah saya jelaskan di telpon siang tadi, Cahaya yang akan menggantikan saya." Jawab Lela.
"Baiklah, berikan dia arahan." Ucap Sagara, tak banyak bertanya lagi karena Sagara sudah menyerahkan semuanya pada Lela untuk mengurus pekerja baru di rumahnya.
Sagara pergi begitu saja, dia mencari anak semata wayangnya yang baru saja membuat kenakalan. Anak itu menyambut kedatangan Cahaya dengan sebuah pesawat yang landing di mulut pembantu barunya.
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.