Dominica Sophia Raviola Dexter, gadis cantik berusia 16 tahun itu merasa hidupnya tidak tenang karena selalu dipertemukan oleh seorang pria bernama Alexander Kai Devinter, pria yang berusia 12 tahun jauh di atas dirinya.
Alexander Kai Devinter, laki-laki berusia 28 tahun, pria single yang dingin dan menutup hati setelah kepergian sang kekasih, hingga orang tuanya nyaris kehilangan harapan memiliki menantu, mulai bangkit kembali dan mulai mengejar gadis yang membuatnya jatuh hati. Setelah pertemuan malam hari di sebuah pesta itu.
Bagai terikat sebuah benang takdir, keduanya selalu dipertemukan secara tidak sengaja.
Akankah Sophia menerima takdir cintanya, atau justru membuat takdir cintanya sendiri?
Don't Boom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Claudia Diaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petaka Spaghetti Saus Kacang Bagian II
Kemarin di kala sore mulai menyapa, sekitar pukul 3. Sepasang suami-istri tengah beristirahat dengan nyaman di dalam burung besi pribadinya. Seorang wanita dengan paras yang amat jelita bak Dewi Aphrodite sedang memandang lepas gumpalan kapas di atas langit biru. Senyum rupawan tak pernah luntur dari wajahnya yang ayu.
“Oh, betapa bahagianya aku, dapat melihat senyuman malaikat surga yang tengah bersuka cita, sayang sayapnya telah patah karena ia memilih takdir cintanya yang selalu terikat padaku," sebuah suara membuyarkan lamunan sang wanita.
“Cukup, John. Kaupikir sudah berapa usiamu? Kita sudah tak lagi muda," kata sang istri mulai jengah dengan perilaku suaminya. Padahal pipi wanita itu sudah bersemu merah.
“Aku hanya mengagumi kecantikan istriku, apa aku salah?" tanya sang suami, “daripada mengagumi kecantikan istri orang?"
“Kau ... ingin mengagumi istri orang? Silakan lakukan saja, tetapi jangan salahkan aku jika pusakamu yang kau bangga-banggakan itu hilang tak berbekas!" ancam sang istri. Pria bernama John itu sontak bergidik ngeri tatapannya ia arahkan pada pusaka kebanggaannya itu. Rasa ngilu mulai menggerayangi tubuhnya. Padahal sang istri tengah terduduk di kursinya dengan anggun.
“Jika aku melakukan hal itu, aku adalah laki-laki paling bodoh di dunia, Sayang. Mengejar cintamu saja aku harus menyebrangi samudera, Kakek Kevin bahkan tak langsung memberikan restu padaku ketika aku meminta izin untuk mendekatimu, kau sendiri pun bersikap tak acuh kepadaku, aku harus bersaing dengan pria-pria sialan itu hanya untuk merebut hatimu, tak cukupkah semua itu?" tanya sang suami dengan tatapan mengiba.
“Cih! Memang nyatanya kau laki-laki bodoh, bukan? Buktinya jika aku tidak menyuruh para anak buahmu untuk bersekutu denganku, kau pasti sudah terjatuh dalam pelukan manusia siluman ular sepertinya, dan menjandakan diriku dalam keadaan saat aku hamil Kevin kecil kita," wanita itu hanya memandang remeh.
Jantung John seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika sang istri masih mengingat perbuatan bodohnya. Ini adalah sebuah aib dalam hidupnya. Di mana ia bertindak bodoh, karena terjerat oleh pesona wanita ular seperti mantan kekasih gelapnya dan bermain di belakang sang istri, hingga hampir menjandakan istrinya.
Namun, sang istri ternyata lebih cerdik dari dirinya, ia menemukan dirinya dan kekasih gelapnya tertidur di sebuah hotel dalam keadaan tak mengenakan sehelai benang pun. Saat terbangun John pun tak sadar apa yang telah terjadi pada dirinya. Beruntung istrinya, Janice dan beberapa anak buahnya menemukan bukti bahwa dirinya dijebak oleh wanita ular itu.
Tidak sampai disitu saja, setelah memergoki ia dan kekasih gelapnya di sebuah hotel. Janice pun menembak mati wanita ular itu di tempat kejadian. Di depan matanya langsung.
Istrinya bahkan dengan bengis memotong tubuh selingkuhannya menjadi beberapa bagian dan memberikannya pada ikan-ikan di laut lepas sana.
“Aku tahu kebodohanku tidak dapat termaafkan ratuku, tetapi mulai dari hari itu, hingga sekarang dan selamanya, biarkan aku berusaha membuatmu bahagia. Tidak hanya dirimu, tetapi juga anak, serta cucu-cucu kita, aku akan menjadi pelindung mereka dan membahagiakan mereka, menjadi superhero bagi kedua cucu kita," ucap John dengan tulus.
Janice tersenyum lembut, “Terima kasih kau sudah menunjukkan kesungguhanmu bahwa kau telah berubah menjadi suami, ayah, serta kakek yang baik untuk keluarga besar kita. Kau tak pernah mengucapkan janji lagi sejak saat itu. Namun, kau hanya mengucapkan aku akan berusaha dan itu membuatku senang, John."
John membawa sang istri ke dalam pelukannya, tangan mereka saling bertautan satu sama lain. John memandang langit senja sembari berkata, “Kau tahu? Tuhan itu begitu baik. Aku memang bodoh, oleh karena itu Tuhan tetap membuatmu bertahan untuk hidup bersamaku dan menuntunku kembali ke jalan yang benar dan membangun keluarga yang bahagia hingga sekarang. Itu anugerah Tuhan yang patut aku syukuri seumur hidupku."
Janice tersenyum, suaminya ini semakin hari semakin manis saja, meski sudah hampir lanjut umurnya, tetapi ia masih mampu membuatnya tersipu, layaknya gadis remaja.
“Kau sudah menghubungi Hans dan Helen?" tanya Janice.
“Mereka bahkan berangkat tadi pagi, Sayang. Mungkin sebentar lagi mereka akan sampai," jawab John.
Di dalam sebuah burung besi, di bawah lembayung senja sepasang suami-istri sedang memadu kasih.
Hingga pagi menjelang pada waktu menunjukkan kurang lebih pukul 6 pagi, pesawat mereka sudah lepas landas di tempat tujuan.
“Honey, ayo bangun. Kita sudah sampai. Ayo kita berangkat, ke mansion kita," John mengusap lembut pipi sang istri.
Janice bangun dan segera bersiap menuju mansion pribadi mereka. Sebuah limousine datang menjemput mereka di bandara.
“Selamat datang, Tuan dan Nyonya Dexter," sambut supir pribadinya. John dan Janice mengangguk dan mereka berdua langsung masuk ke dalam limousine. Janice langsung beringsut ke dalam pelukan sang suami, karena masih merasa jetlag.
Hampir 90 menit lamanya, akhirnya mereka tiba di mansion. John dan Janice langsung masuk untuk mengistirahatkan diri sebelum nanti sore mereka bertandang ke mansion sang putra.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Soya, menunggangi motornya dengan kecepatan sedang, meski tangannya sedang cedera, tetapi skill-nya dalam mengendarai kuda besi patut diacungi jempol. Di belakangnya sudah ada Kai dengan mobil mewahnya, jantungnya berdegup kencang, khawatir akan jadi seperti apa masakannya nanti.
Hingga matahari hampir tenggelam, mereka berdua sudah sampai di kediaman Soya, pengawal membukakan gerbang untuk sang nona muda dan tamunya yang lain.
Kai menyerahkan kuncinya pada vallet begitu juga dengan Soya, agar mobil Kai motor Soya diparkirkan.
“Ayo, kita masuk! Sepertinya memang ada tamu," kata Soya sambil menggandeng tangan Kai.
Begitu mereka masuk, mereka disambut oleh Kepala Pelayan.
“Bibi, apa sungguhan ada tamu?" Soya bertanya pada kepala pelayannya.
“Benar Nona. Tamu spesial itu sudah menunggu Anda dan Tuan Muda Devinter," jawab Kepala Pelayan itu.
Kai dan Soya saling melemparkan pandangan bingung satu sama lain. Mereka menuju ke ruang tengah.
“Halo ... halo ... Soya in here, everybody!" teriak Soya dengan suara yang menggema.
“Hello, Darling," sapa wanita berusia 60-an itu. Soya menoleh, matanya berbinar bahagia melihat siapa yang menyapanya.
“Grandmom!" Soya berlari ke arah wanita itu dan menerjangnya dengan pelukan.
“Hello, Baby. Kau merindukan Grandmom?" tanya Janice sambil membalas pelukan sang cucu.
“Ya, Soya rindu dengan Grandmom!" jawab Soya.
“Hanya dengan Grandmom, dengan Granddad tidak? Ya sudah Granddad pulang saja kalau begitu!" goda John pada cucu kecilnya.
“Granddad, Soya juga rindu. Jahat kenapa baru pulang?" rengek Soya.
“Granddad harus mengurus bisnis, Sayang," jawab John sambil mengelus surai Soya.
“Bagaimana dengan kami?" tanya seseorang yang lain yang berada di sana.
“Grandpa ... Grandma, ah, Soya rindu dengan kalian juga!" Soya berlari ke arah Hans dan Helen serta memeluk mereka.
“Kami juga merindukanmu, Sayang," jawab mereka berdua.
“Eh, siapa namamu, Nak?" Janice yang menyadari keberadaan Kai, menyapa lebih dulu.
“Halo, Tuan dan Nyonya. Perkenalkan saya Kai Devinter," Kai memperkenalkan diri.
John memandang tajam Kai yang pulang bersama cucunya, “Ada hubungan apa kau dengan cucuku?"
Kai menjawab dengan yakin, “Saya guru sekaligus kekasih Viola, cucu Anda."
“Kekasih?!" pekik para orang tua di sana.
“Oh, Baby Pinguin. Kau sudah memiliki kekasih, Sayang?!" Helena bertanya sedikit histeris dia belum rela cucunya yang menggemaskan itu memiliki kekasih.
“Kevin, kau mengetahuinya?" tanya John sambil menatap tajam sang putra.
“Dia sudah meminta izin sebelumnya, tetapi saat itu belum menjadi kekasih, Soya," jawab Kevin.
“Berapa usiamu?" tanya Hans kali ini.
“28 tahun, Tuan," jawab Kai dengan tegas.
Hal itu membuat para tetua mereka terkejut. Pasalnya Kai dan Soya memiliki jarak yang usia yang sangat jauh.
“Oh, ya ampun Honey. Cucu kita sudah dewasa," Janice berkata dengan raut wajah sendu.
Mereka berbincang sedikit dengan Kai. Kai sedikit gugup, tetapi ia berhasil menutupinya dengan baik. Bahkan mereka juga terlibat perjanjian, apabila Kai menyakiti cucu mereka, nyawa Kai yang menjadi taruhannya.
“John, hentikan. Kau membuat cucu kita takut!" Janice menentang suaminya.
“Ini sebagai salah satu upaya supaya cucuku tidak disakiti oleh bajingan-bajingan di luar sana, Sayang. Tidak hanya Kai, ini juga berlaku untuk Stephen," jawab John dengan santai.
“Hah ... suamimu masih seperti dulu, Janice," ujar Helena. Janice pun hanya tersenyum pasrah.
Saat tengah berbincang, Helena menyadari tangan sang cucu yang dibalut dengan perban.
“Baby, kenapa tanganmu?!" pekik Helena.
“Ini ... Soya bertengkar dengan Godzilla tadi pagi," Soya beralasan.
“Godzilla mana yang menyerangmu, Baby?" tanyanya pada Soya, tetapi matanya melirik ke arah Kai dengan tatapan dinginnya. Punggung Kai mendadak terasa dingin tiba-tiba.
“Baby, mandilah kita akan makan malam!" Helen menyuruh Soya untuk segera membersihkan diri. Sementara Zizi pamit dengan Kai sebentar karena mengidam ingin Spaghetti Saus Kacang dengan selai strawberry.
“Kau bisa memasak spaghetti, kan? Nah, Mommy sudah siapkan bahan-bahannya alatnya pun sudah tersedia, kau bisa mulai membuatnya sekarang!" ujar Zizi dengan nada perintah.
Oke, karena dia harus memasak sendiri dengan skill seadanya. Maka Kai benar-benar mengandalkan ponsel pintarnya saat ini untuk menonton video bagaimana cara membuat spaghetti dan bagaimana cara membuat saus kacang.
Dengan perlahan, tapi pasti. Kai mengikuti langkah demi langkah cara membuat spaghetti dan saus kacang, meski ada sedikit drama, antara lain, menumpahkan air, beberapa butir kacang berjatuhan, bahkan tangannya tak sengaja terkena panci panas. Semua ia lewati dengan hati yang besar.
Keadaan dapur kediaman Dexter? Jangan ditanya, sudah pasti memprihatinkan. Akhirnya setelah melewati perjuangan panjang memasak spaghetti, spaghetti tersebut berhasil dihidangkan di hadapan calon ibu mertua.
Soal rasa? Kai sendiri tidak bisa menjaminnya. Ini masakan paling aneh dari yang teraneh, yang pernah ia buat. Spaghetti-nya saja terlihat tidak menggugah selera. Kai sendiri merasa mual melihatnya.
Soya pun sudah selesai dengan ritual sorenya. Ia segera menuju ruang makan, melihat kondisi dapurnya yang tidak bisa di definisikan dengan kata-kata membuat Soya mengelus dada.
“Wow, dapurku rapi sekali seperti kapal pecah!" sindir Soya halus. Matanya melirik ke arah meja makan, terlihat makanan yang tidak layak makan terhidang di meja.
“Makanan macam apa itu?" tanya Soya dengan kening yang berkerut.
“Nah, karena spaghetti-nya sudah jadi. Sekarang, Mommy dan baby ingin melihat Kai makan hasil masakan sendiri," ujar Zizi.
Mata Kai mendelik tak percaya, apa calon ibu mertuanya itu tidak salah bicara? Bagaimana mungkin ia disuruh makan, makanan racun?
Soya sendiri bergidik ngeri, perutnya bergejolak, terasa ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.
Tak enak hati dengan sang calon mertua, Kai memberanikan diri untuk menyantap makanan racun tersebut, meskipun tak tahan dengan rasanya yang aneh, beberapa kali ia berusaha mati-matian agar makanan itu bisa diterima dengan baik oleh sistem pencernaan dalam dirinya.
Dengan segenap hati yang tangguh akhirnya Kai berhasil menghabiskan makanan racun tersebut. Hal itu membuat Zizi bertepuk tangan kegirangan.
“Akhirnya kau berhasil menghabiskannya, Kai. Terima kasih, ya. Mommy bangga padamu!" ucap Zizi.
Para orang tua dan semua orang yang melihat Kai merasa prihatin dengan keadaan pria itu.
Beberapa menit berlalu, perut Kai sudah menunjukkan tanda-tanda yang tak beres, secepat kilat ia pamit untuk permisi sebentar ke belakang dan memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya, dalam sekejap wajahnya berubah menjadi pucat seketika.
Soya yang merasa khawatir menyusulnya ke kamar mandi. Dia masih melihat Kai memuntahkan cairan yang bercampur dengan spaghetti tadi. Soya mendekat, tangannya terulur memijat tengkuk sang kekasih.
“Goblok! Kenapa kau tidak menolak permintaan tidak masuk akal itu, sih?" Soya merasa jengkel.
“Kasihan ... adik bayi yang ada di dalam ... perut mommy-mu ... hoek!" Kai mulai memuntahkan isi perutnya lagi.
Jawaban paling tidak masuk akal yang paling Soya benci. Dengan alasan kasihan adik bayi jika tidak dituruti.
“Jika suatu saat nanti aku hamil dan mengidam ingin melihatmu menenggak racun tikus, bagaimana. Kau akan melakukannya juga?" tanya Soya.
Kai menegakkan tubuhnya. Menatap sang kekasih, wajah pria itu terlihat sangat pucat dan keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.
“Kau ingin memiliki anak ... denganku?" Kai bertanya dengan suara lemahnya.
Tiba-tiba ....
Bruk!
“Daddy, Kak Stephen, tolong Soya!"
typ typ😝
tapi karya ini bagus.. alurnya agak lambat sih mnurutku, tapi ada kejutan di tiap bab nya, jadi mencegah bosan. terutama tokoh wanitanya, digambarkan sebagai wanita kuat, kuat dari semua sudut.