NovelToon NovelToon
Revolusi Di Ujung Senja

Revolusi Di Ujung Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Zoreyum

Perkumpulan lima sahabat yang awalnya mereka hanya seorang mahasiswa biasa dari kelas karyawan yang pada akhirnya terlibat dalam aksi bawah tanah, membentuk jaringan mahasiswa yang revolusioner, hingga aksi besar-besaran, dengan tujuan meruntuhkan rezim curang tersebut. Yang membuat mereka berlima menghadapi beragam kejadian berbahaya yang disebabkan oleh teror rezim curang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekuatan Baru di Balik Layar

Saat mereka berlima duduk di apartemen Luvi, mencoba menyusun langkah berikutnya setelah kehilangan pekerjaan dan dikecam masyarakat, pintu apartemen tiba-tiba diketuk. Luvi yang paling dekat dengan pintu, bangkit dengan rasa penasaran. “Siapa ya jam segini?” gumamnya sambil membuka pintu.

Di hadapan mereka, berdiri seorang perempuan muda dengan penampilan anggun namun penuh percaya diri. Dia mengenakan pakaian kasual yang elegan, dan di belakangnya terparkir mobil mewah. “Kalian pasti Haki, Luvi, Dito, Yudi, dan Mayuji, kan?” tanyanya dengan senyum kecil. Matanya menatap mereka penuh rasa penasaran dan tekad.

Haki berdiri, wajahnya tampak bingung. “Iya, benar. Dan lo siapa?”

Perempuan itu melangkah masuk ke dalam apartemen, tanpa ragu. “Nama gue Olivia,” katanya dengan nada percaya diri, sambil memandang mereka satu per satu. “Gue pemilik beberapa bisnis besar di kota ini. Mungkin kalian nggak kenal gue, tapi gue udah lama memperhatikan perjuangan kalian.”

Luvi menatap Olivia dengan penuh rasa ingin tahu. “Tunggu, lo nonton video-video gue?”

Olivia mengangguk. “Iya, gue salah satu viewer lo. Sejujurnya, gue penggemar konten-konten lo, Luvi. Gue udah ngikutin pergerakan kalian dari awal, dan gue bener-bener simpati dengan apa yang kalian alami.”

Yudi, yang selalu skeptis terhadap bantuan luar, bertanya langsung. “Oke, lo ngikutin kita. Terus apa maksud kedatangan lo ke sini?”

Olivia menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab dengan tegas. “Gue di sini karena gue mau bantu kalian. Gue tau kalian baru kehilangan pekerjaan, dan gue tau kalian pasti butuh dukungan finansial buat terus jalanin perjuangan ini. Gue punya sumber daya yang cukup buat bantu kalian, dan gue siap mensponsori perjuangan kalian.”

Ruangan itu langsung sunyi. Haki, Dito, dan yang lainnya tampak terkejut. Ini adalah bantuan tak terduga yang selama ini mereka butuhkan, terutama setelah kehilangan semua yang mereka miliki akibat kerusuhan dan tekanan dari masyarakat.

“Lo serius mau bantu kita?” tanya Haki, masih berusaha mencerna apa yang baru saja didengar. “Kenapa? Apa alasan lo ngelakuin ini?”

Olivia tersenyum tipis, kemudian menjawab dengan jujur. “Gue muak sama sistem ini. Gue udah lama benci dengan cara pemerintah memperlakukan rakyat kecil. Mereka cuma peduli sama diri mereka sendiri dan nggak pernah mikirin kita. Gue udah liat cukup banyak ketidakadilan, dan lo semua ngelakuin apa yang selama ini gue pengen lakuin tapi nggak pernah punya keberanian untuk memulai.”

Dito yang biasanya pendiam, akhirnya angkat bicara. “Tapi lo kan pemilik bisnis besar. Lo nggak takut kalau pemerintah tahu lo terlibat, terus bisnis lo kena dampaknya?”

Olivia mengangguk pelan, memahami kekhawatiran itu. “Itu alasan gue datang ke sini. Gue mau bantu kalian, tapi ada satu syarat. Kalian harus merahasiakan identitas gue dari semua orang. Gue nggak bisa terbuka soal ini karena gue punya ribuan karyawan yang bergantung pada bisnis gue. Kalau mereka tahu gue terlibat, gue takut pemerintah bakal menghancurkan semua yang gue bangun. Tapi gue siap ngasih lo semua yang kalian butuhin buat terus berjuang.”

Mereka berlima terdiam, mencerna tawaran ini. Ini adalah kesempatan besar, tapi mereka juga tahu risikonya. Olivia bisa menjadi penyokong yang sangat penting, tapi mereka harus menjaga rahasia ini dari masyarakat, media, dan bahkan teman-teman terdekat mereka.

“Gue bisa kasih kalian tempat tinggal yang aman, dan gue juga bakal kasih lo semua uang yang kalian butuhin untuk hidup tanpa harus khawatir soal keuangan lagi,” lanjut Olivia. “Lo nggak perlu lagi khawatir soal bayar sewa atau makan. Lo bisa fokus sepenuhnya buat ngejalanin misi lo, buat ngegulingin rezim ini.”

Yudi menatap Olivia dengan tatapan serius. “Lo nggak takut kehilangan semua ini?”

Olivia menggeleng. “Yang gue takutkan adalah terus hidup di bawah sistem yang curang ini tanpa bisa ngelakuin apa-apa. Gue punya kekuatan, dan sekarang gue pilih buat gunain itu di tempat yang tepat—bersama kalian.”

Hati Haki berdebar mendengar tawaran itu. Dia tahu ini adalah titik balik yang mereka butuhkan. Selama ini, mereka berjuang sendirian dengan keterbatasan sumber daya, tetapi sekarang mereka punya seseorang yang memiliki pengaruh dan kekuatan yang nyata di belakang mereka.

Mayuji, yang selalu berhati-hati, akhirnya angkat bicara. “Olivia, kita hargai tawaran lo, tapi kita harus pastiin kalau semua ini nggak bakal bahaya buat lo. Kita nggak mau lo kehilangan bisnis atau orang-orang yang lo lindungi.”

Olivia tersenyum, tampak tenang. “Itu sebabnya gue butuh lo merahasiakan identitas gue. Lo semua yang bakal jadi wajah perlawanan ini, sementara gue ada di belakang layar. Lo nggak perlu khawatir soal gue. Gue siap ambil risiko ini.”

Luvi tersenyum kecil, lalu berkata, “Gue nggak tau apa yang harus gue bilang, tapi... Terima kasih. Lo bener-bener datang di waktu yang tepat.”

Olivia mengangguk. “Gue percaya sama kalian. Dan sekarang, kita bisa bergerak lebih cepat dan lebih kuat. Kita nggak bisa berhenti sampai kita lihat perubahan yang kita mau.”

Mereka berlima saling berpandangan. Ini adalah dukungan yang tidak mereka duga, tetapi ini juga adalah kesempatan untuk melangkah maju lebih jauh dalam perjuangan mereka. Dengan dukungan Olivia, mereka tidak hanya bisa fokus sepenuhnya pada misi mereka, tetapi juga bisa merencanakan langkah-langkah yang lebih besar tanpa harus memikirkan masalah finansial lagi.

Malam itu, mereka berlima setuju untuk menerima tawaran Olivia dengan syarat bahwa identitasnya akan tetap menjadi rahasia. Dukungan ini menjadi titik balik penting dalam perjuangan mereka, membawa harapan baru di tengah kegelapan yang mereka hadapi selama ini.

---

Hari-hari setelah pertemuan mereka dengan Olivia dipenuhi dengan semangat baru. Meskipun harus merahasiakan identitas Olivia, kehadirannya sebagai penyokong finansial dan strategis memberi mereka kebebasan untuk fokus sepenuhnya pada perjuangan mereka. Kini, mereka memiliki tempat tinggal yang lebih aman dan cukup dana untuk melanjutkan misi mereka tanpa takut kehilangan sumber penghidupan.

Di apartemen baru yang disediakan Olivia, mereka kembali berkumpul, merancang strategi yang lebih matang. Olivia duduk bersama mereka, bukan hanya sebagai penyokong, tetapi juga sebagai otak di balik beberapa rencana yang mereka buat.

“Kita harus mulai berpikir lebih besar,” kata Olivia sambil menatap peta kota yang terbentang di meja. “Kalian nggak bisa terus-terusan cuma di kampus ini. Kalian harus mulai merangkul kampus-kampus lain di seluruh negeri. Kalau kalian mau ngegulingin rezim ini, kalian butuh kekuatan dari ribuan mahasiswa, bukan cuma ratusan.”

Dito yang duduk di sampingnya, mengangguk setuju. “Gue setuju. Selama ini kita terlalu fokus di satu kampus. Kalau kita bisa gabung sama mahasiswa dari kota lain, kita bisa buat gerakan ini nggak cuma lokal, tapi nasional.”

Mayuji, yang selalu berpikir ke depan, menambahkan, “Dan nggak cuma mahasiswa. Kalau kita bisa dapet dukungan dari aktivis hak asasi manusia, serikat pekerja, dan bahkan pengacara yang punya pengaruh, kita bisa dapet kekuatan tambahan.”

Olivia tersenyum, senang mendengar pemikiran mereka yang sudah semakin luas. “Gue punya beberapa koneksi di dunia bisnis dan hukum. Gue bisa bantu kenalin kalian ke beberapa orang penting yang bisa kasih dukungan, tapi kalian harus hati-hati. Kalian harus pastiin kalau mereka bener-bener bisa dipercaya.”

Haki yang sejak tadi mendengarkan dengan seksama, akhirnya berbicara. “Gue setuju. Tapi kita juga harus tetap fokus ke tujuan awal kita. Pemerintah nggak akan diem aja. Mereka bakal terus nyoba ngehancurin kita, dan kita harus lebih cerdik dari mereka.”

Mereka semua setuju bahwa strategi mereka harus berkembang. Olivia tidak hanya memberikan mereka kekuatan finansial, tetapi juga wawasan baru tentang cara bermain di level yang lebih tinggi. Ia mengajarkan mereka untuk bergerak di balik layar dengan lebih hati-hati, menggunakan jalur-jalur yang tidak terlalu mencolok namun sangat efektif.

“Kita mulai dengan gerakan bawah tanah yang lebih terkoordinasi,” kata Olivia sambil menggambar jalur-jalur komunikasi di peta. “Kita bikin jaringan mahasiswa di seluruh kampus yang bisa bergerak diam-diam. Mereka nggak perlu tahu semuanya, cuma bagian yang penting. Tapi mereka harus paham bahwa ini adalah pergerakan besar yang bisa bikin perubahan.”

Yudi, yang biasa memimpin mahasiswa Teknik, tersenyum. “Gue bisa mulai dari sini. Anak-anak Teknik biasanya solid, mereka nggak suka terlibat politik, tapi kalau gue yang ngomong, gue yakin mereka mau dengar.”

Luvi menambahkan dengan antusias, “Dan gue bakal terus bikin konten, tapi gue bakal lebih berhati-hati. Kita bisa mulai bikin konten yang nyindir pemerintah tanpa keliatan terlalu frontal. Kita buat orang-orang mikir tanpa bikin mereka langsung sadar kalau kita yang di baliknya.”

Dito mengangguk, sudah siap dengan rencana digitalnya. “Gue bakal jaga sistem IT kita tetap aman. Kita bisa terus nyebarin pesan lewat jalur-jalur yang lebih tersembunyi.”

Dengan dukungan Olivia, mereka bukan hanya mahasiswa pemberontak yang berjuang sendirian lagi. Mereka kini memiliki akses ke sumber daya yang lebih besar, strategi yang lebih matang, dan kemampuan untuk bergerak di luar kampus mereka. Dan di balik itu semua, Olivia tetap menjadi sosok yang diam-diam menggerakkan roda perjuangan mereka.

Malam itu, mereka menyepakati rencana baru: memperluas jaringan mahasiswa ke kampus-kampus lain, membangun aliansi dengan kelompok-kelompok lain di seluruh negeri, dan mempersiapkan aksi besar-besaran yang lebih terkoordinasi. Namun, mereka juga tahu bahwa semakin besar gerakan mereka, semakin besar pula risiko yang harus mereka hadapi.

“Gue tau ini nggak akan gampang,” kata Olivia sambil menatap mereka satu per satu. “Tapi gue percaya sama kalian. Dan sekarang, kita nggak bisa mundur lagi.”

Dengan semangat baru, mereka semua setuju bahwa perjuangan ini baru saja memasuki babak baru. Mereka tidak lagi sekadar lima mahasiswa yang melawan sistem, tetapi kini mereka memiliki kekuatan dan strategi untuk benar-benar mengguncang rezim yang korup.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!