Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mereka Semua Mantannya
Pagi hari, Romi bangun dari tidurnya. Dia mendapati Vherolla tengah duduk di bibir ranjang. Dan di hadapannya terletak dua gelas cangkir berisi kopi dan teh manis yang masih mengepul.
"Mandi sana, Rom," lirih Vherolla yang menyadari kalau Romi sudah bangun.
Romi pun bergegas menuju kamar mandi. Tak lama dia terlihat segar. Kemudian Romi mendekati Vherolla dan mencium keningnya. Perlahan turun ke bibir Vherolla.
Romi melumat bibir Vherolla dengan lembut, ciumannya semakin dalam. Vherolla, yang semula masih merasa resah, perlahan mulai terbuai oleh sentuhan Romi. Semua kekhawatiran yang sempat memenuhi benaknya seolah menghilang dalam sekejap. Begitulah Romi selalu berhasil meredam kegelisahannya, membuatnya terperangkap dalam perasaan yang rumit antara cinta dan kecurigaan.
Tangan Romi bergerak ke belakang kepala Vherolla, menariknya lebih dekat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya. Ciuman itu terasa begitu intim, dan tanpa sadar Vherolla mendesah pelan.
Tangan Romi langsung bergerilya merogoh baju Vherolla, dan meremas gundukan kenyal, memainkan pucuknya memutarnya perlahan. Tanpa meminta persetujuan, Romi segera membuka kancing baju Vherolla dan langsung menyesap pucuk gundukan kenyal itu secara bergantian.
"Ah ...."
Desahan demi desahan kenikmatan terdengar memenuhi kamar kos Vherolla yang berukuran minimalis.
Adik kecil Romi pun mulai bangun, kemudian dia memasukkan adiknya ke dalam sarang milik Vherolla yang sudah basah sekali, dan mereka melakukan hubungan itu lagi!"
Permainan selesai, kedua insan terkulai lemas tak berdaya. Vherolla memeluk Romi seolah tidak ingin berpisah. Dan Romi membalas pelukan Vherolla.
Setelah beberapa lama, Romi melepas pelukannya dan memakai kembali pakaiannya lalu tersenyum, "Aku harus segera pulang. Terima kasih untuk semalam, sayang."
Vherolla hanya bisa tersenyum tipis, hatinya bergejolak di antara perasaan bahagia dan kesadaran bahwa ada sesuatu yang salah. “Iya, hati-hati di jalan ya.”
Romi bergegas membereskan barang-barangnya dan tak lama kemudian, dia melangkah keluar dari kosan Vherolla. Suara pintu yang tertutup terasa seperti akhir dari sebuah babak sementara bagi Vherolla. Kini, ia sendirian lagi, namun kali ini tidak ada kebingungan, melainkan tekad yang kuat untuk mencari tahu kebenaran.
Dengan cepat, Vherolla mengambil ponselnya dan mulai memeriksa screenshot daftar blokiran Romi yang telah ia simpan semalam. Ada sekitar sepuluh nama perempuan yang semuanya tampak asing baginya. Namun, ia tahu satu hal, mereka semua pasti memiliki cerita yang sama dengan dirinya, menjadi korban cinta Romi.
Satu per satu, ia mulai mengirim pesan kepada mereka, memulai percakapan dengan hati-hati. Ia tidak ingin terlihat menuduh, tetapi juga tidak bisa menahan rasa penasaran yang membakar di dalam dirinya. Butuh beberapa saat hingga salah satu dari mereka, perempuan bernama Karin, membalas pesan pertama.
Karin: "Oh, kamu pacarnya Romi ya? Aku sudah menduga dia akan punya korban baru."
Vherolla merasa jantungnya berdebar lebih cepat. "Maksudmu korban baru? Kamu siapa?"
Karin: "Aku mantan pacarnya. Awalnya dia baik banget, tapi setelah beberapa bulan, dia mulai pinjam uang terus. Dan setelah uangku habis, dia ngilang begitu aja. Terakhir aku lihat dia pakai uangku untuk beli gitar baru."
Vherolla merasakan sesuatu yang sangat familiar dengan cerita itu. Gitar baru? Bukankah itu yang dia lihat di kamar Romi? Perasaan dikhianati mulai tumbuh semakin kuat dalam dirinya. Dengan penuh rasa penasaran, ia melanjutkan percakapan dengan perempuan-perempuan lain di daftar blokiran Romi.
Satu demi satu, mereka menceritakan hal yang sama. Semua mantan Romi diperas uangnya. Romi selalu memulai hubungan dengan sangat manis, penuh perhatian, tapi begitu dia mulai meminjam uang, semuanya berubah. Saat perempuan-perempuan itu sudah tidak bisa memberikan apa-apa lagi, Romi memutuskan hubungan dan memblokir mereka tanpa penjelasan. Vherolla kini sadar bahwa ia bukan satu-satunya yang telah ditipu.
Setiap percakapan yang ia lakukan semakin membuka mata Vherolla. Romi tidak hanya memanfaatkannya, tetapi juga sudah melakukannya kepada banyak perempuan lain sebelumnya. Hubungan mereka selama ini hanyalah bagian dari pola yang sama, yaitu Romi yang selalu mencari mangsa baru untuk memanfaatkan.
Setelah menyelesaikan percakapannya dengan beberapa mantan Romi, Vherolla meletakkan ponselnya dengan gemetar. Rasa marah, kecewa, dan terluka bercampur menjadi satu. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar melihat Romi apa adanya, seorang pembohong dan manipulator yang hanya memikirkan dirinya sendiri.
Vherolla menatap ke luar jendela, matanya berkaca-kaca. Ia harus melakukan sesuatu. Kali ini, dia tidak akan membiarkan Romi terus mempermainkannya.
Setelah menutup percakapan terakhir dengan salah satu mantan Romi, Vherolla merasakan dadanya semakin sesak. Air mata yang tadinya hanya berkaca-kaca kini mulai mengalir deras di pipinya. Bukan hanya perasaan marah dan dikhianati, tetapi juga rasa malu pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin selama ini ia begitu terbutakan oleh cinta kepada seseorang yang terus-menerus mempermainkan perasaannya?
"Bagaimana aku bisa sebodoh ini?" gumamnya pelan, berusaha menenangkan dirinya di tengah rasa sesak yang tak tertahankan. Ia berdiri dari tempat tidur dan berjalan mondar-mandir di kamar, berusaha mencari ketenangan, namun pikirannya semakin kacau.
Vherolla mengambil ponselnya kembali, kali ini bukan untuk mengirim pesan, melainkan untuk menatap foto Romi yang masih tersimpan di galerinya. Ia memandangi wajah Romi yang tampak begitu polos dan penuh kasih di foto itu, tetapi sekarang yang ia lihat hanyalah kebohongan di balik senyuman itu. Dia merasa terjebak dalam hubungan yang begitu rumit, di mana setiap kali Romi menyentuhnya atau memberikan kata-kata manis, hatinya seolah-olah tidak bisa menolak.
Namun, kali ini Vherolla tahu bahwa ia harus bertindak. Dia tidak bisa terus membiarkan dirinya terperangkap dalam permainan Romi. Dengan perasaan campur aduk, Vherolla membuka aplikasi biru di ponselnya dan mengecek lagi daftar perempuan yang diblokir oleh Romi. Semua percakapan yang ia lakukan sebelumnya membuatnya sadar, Romi tidak akan berubah. Romi hanya akan mencari korban baru lagi dan terus mengulangi siklus yang sama.
Vherolla menarik napas panjang. Dalam kepalanya, ia sudah mulai merencanakan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Pertama-tama, ia akan menyelesaikan masalah ini dengan Romi. Meskipun sulit, Vherolla sadar bahwa ia tidak bisa lagi berdiam diri dan membiarkan Romi mengontrol hidupnya. Sudah saatnya untuk bersikap tegas.
"Harus berakhir," katanya pada dirinya sendiri dengan tekad yang semakin kuat. Vherolla mengambil ponselnya lagi, kali ini bukan untuk mengecek aplikasi atau menghubungi orang lain, melainkan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi konfrontasi dengan Romi. Dia tahu, ini bukan hal yang mudah, tetapi demi kebahagiaannya, dia harus melakukannya.
Perlahan, Vherolla menulis pesan untuk Romi, sebuah pesan yang akan menjadi titik awal dari akhir hubungan mereka.
“Romi, kita perlu bicara. Ada banyak hal yang harus dijelaskan, dan aku butuh kamu untuk jujur kali ini.”
Tangannya sedikit gemetar saat mengetik, tapi ia yakin bahwa ini adalah langkah yang harus diambil. Dia tidak bisa lagi berdiam diri dan membiarkan Romi terus mempermainkannya. Setelah pesan itu terkirim, Vherolla menatap layar ponselnya, menunggu balasan dari Romi dengan hati yang berdebar.