Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Kelakuan Dwinda.
Dwinda melihat Aira mendekat dengan kedua tangan mengepal membuat ia meninju tembok yang berada di samping Dwinda.
Brukkk.
Suara pukulan Aira terdengar keras, membuat Dwinda tentu saja terdiam. Wajah mereka kini begitu dekat. " Anda anggap semua yang aku katakan lelucon. Bisa tidak anda jaga mulut anda ini, agar tidak buat orang marah. "
Dwinda mendorong tubuh Aira, dan berkata. " dasar pereman kampung. "
Pergi begitu saja, terlihat wajah ketakutan dari Dwinda. Padahal wanita yang menjadi istri Ellad itu selalu bisa membuat orang takut padanya, tapi malah dia yang takut pada Aira.
Dengan berjalan lebih cepat dari sebelumnya, Dwinda kini sampai di dalam kamar, ia berjalan ke sana kemari. Memikirkan Aira yang semakin hari semakin menjadi jadi. "sial, menggagalkan pernikahan gadis desa dan juga Edric benar benar susah bukan main. "
"Sayang, kamu kenapa? "
"Aku tidak kenapa kenapa, hanya tak enak badan saja! "
Dwinda terlihat gelisa, dengan apa yang dikatakan Aira. Hari harinya seakan tak menentu. Ellad yang melihat perubahan istrinya tentu saja merasa aneh.
Biasanya sang istri tak pernah cuek, dia selalu melayani Ellad dan juga berkata lembut padanya. Tapi sekarang Dwinda banyak mengabaikannya.
******
Edric yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, melihat pada cermin. kedua pipi lelaki berparas tampan seperti bule itu memerah. Apa yang dilakukannya itu diluar kendali, Edric merasa senang bisa melihat dan berdekatan dengan sosok wanita polos seperti Aira.
Kedua kaki yang lumpuh, tidak menyulitkan keperjakaan Edric mengeras. Ia tak pernah sesenang ini. Walau pun dia lumpuh ternyata dirinya adalah lelaki normal. Padahal sudah berulang kali, Edric dekat dengan wanita wanita seksi. Hanya untuk mengetes apa masih berpungsi tidaknya sang penjelajah yang masih perjaka bersembunyi.
Ternyata sang pejaka tidak suka dengan wanita munafik, ia lebih suka dengan wanita seperti Aira. Polos, lugu dan juga baik.
Senyum sinis terlukis dari ujung bibir Edric, ia kembali memutar kursi rodanya.
Hingga tanpa Edric sadari, Dwinda ternyata sudah masuk ke dalam kamarnya.
"Dwinda. Ngapain kamu di sini? "
Dwinda tersenyum menggoda di depan Edric, ia tiba tiba saja membuka kain yang menempel pada tubuhnya. Melepaskan perlahan, hingga tak tersisa. Edric menarik selimut, meleparkan pada ibu tirinya.
"Jangan gila kamu! "
Sang pemilik bola mata coklat itu kini menghepaskan selimut, keatas kasur. Ia berjalan berlenggak lenggok, duduk di lahunana Edric anak tirinya.
"Gila, kamu. Menyingkir. "
Edric mendorong tubuh Dwinda tanpa busana ke atas lantai, membuat wanita berambut panjang lurus itu meringis kesakitan. Edric masih dengan kekesalanya, menarik selimut kembali meleparkan pada Dwinda hingga selimut itu menutupi tubuh Dwinda.
"Aku jijik, lihat wanita berpendidikan tapi merendahkan harga diri. " Pekik Edric. Dwinda hanya menatap tajam pada lelaki yang memakai kursi roda itu. Dengan sigap Edric keluar dari kamarnya.
"Terkunci. Sialan. "
Dwinda malah tertawa dengan nyaring, ia tak mempedulikan suaminya yang masih berada di rumah. Edric membelakangi tubuh Dwinda tanpa helai busana sedikitpun
"Dwinda. Apa kamu gila, aku sudah ingatkan beberapa kali pada kamu. Atau kamu akan tahu akibatnya. " Teriak Edric. Tak membuat rasa takut pada ibu tirinya itu, Dwinda tetap berjalan menuju kursi roda yang diduduki Edric.
"Aku bisa saja membunuhmu, kamu paham itu. " Ancam Edric.
Dwinda malah semakin tertantang dengan amarah Edric, ia malah membuat Edric dengan terpaksa mengambil pistol.
Seketika Dwinda melangkah mundur, setelah melihat Edric memperlihatkan sebuah pistol yang ia acungkan ke atas.
"Jika kamu tidak memakai bajumu yang berserakan itu, aku pastikan kamu mati di tanganku saat ini juga. Aku tak peduli jika aku masuk ke dalam penjara hanya karena membunuh wanita rend*han seperti kamu. "
"Edric. Aku hany .... "
"CEPAT ATAU AKU AKAN MENEMBAKAN PELURU INI KEBADANMU. " Edric bukan main main, ia membentak Dwinda dengan sungguh sungguh.
Hingga dimana Dwinda ketakutan dan memungut helai baju yang berserakan di atas lantai. Karena kelicikanya, Dwinda menaruh ****** ***** di bawah kasur Edric dengan sengaja.
Tersenyum sinis, akhirnya Dwinda sudah memakai baju yang ia lepas dengan sengaja. "Aku sudah memakai baju. "
"Bagus, kembalikan kunci kamarku. "
Pistol masih di tangan Edric, membuat Dwinda sedikit takut.
Perlahan Dwinda, memberikan kunci kamar pada Edric. Meraih dengan tangan kekar, membuka pintu kamar. Edric ketakutan jika sang ayah sudah berada di luar kamarnya. Dan melihat Dwinda istrinya berada di dalam kamarnya.
Menarik napas, dan benar saja. Ellad berada di depan pintu, menatap ke arah Dwinda yang berdiri di dalam kamar sang anak.
"Dad, ada di sini. "
Terdengar suara gugup Edric membuat suasana menegang, apa yang harus ia katakan saat sang ayah sudah berdiri di hadapanya. Ellad tersenyum dengan menyapa anaknya.
"Edric."
"Iya, Dad. "
Dwinda mendekat ke arah sang suami. Mengelua berewok yang sudah memutih, membuat Ellad nyaman.
"Sayang, kamu ke sini? "
"Iya, sayang. Hanya mau melihat pengobatan kamu kepada Edric! "
Terlihat Dwinda menampilkan wajah santai tanpa kepanikan, ia seakan menyusun rencana yang sudah terjadi, membuat drama di depan lelaki yang baru tiga tahun menjadi suaminya.
"Seperti biasa, pengobatan berjalan lancar. Aku sudah memberikan obat dan juga mau menterapi Edric. Tapi Edric sepetinya lagi malas, jadi dilanjutkan besok saja. " Lidah tak bertulang, apapun yang dikatakan Dwinda adalah kebohongan besar.
Edric ingin sekali melayangkan sebuah tembakan di wajah Dwinda, tapi ia urungkan niatnya, karena melihat wajah tua sang ayah. Yang masih butuh belaian Dwinda.
Edric mencoba kuat dari kelakuan Dwinda yang berulang kali. Ingin melakukan hal tak senono.
Ellad terlihat menatap pistol yang dipegang oleh Edric. Membuat lelaki paruh baya itu merasa heran.
"Kenapa Edric memegang pistol. Apa dia dalam bahaya." Kecurigaan mulai dirasakan Ellad tentang istrinya. Ia menatap wajah Edric dengan mengerutu dalam hati.
"Sayang, kita ke kamar yuk." Ajak Dwinda pada sang suami. Wanita berbandan seperti gitar sepayol itu menarik tangan sang suami. Berpamitan kepada Edric dengan tersenyum kecil. Sembari melabaikan tangan dari arah berlakang.
Edric yang melihat kelakuan Dwinda, tentu saja kesal. Menghelap napas, mengeluarkan secara perlahan. Lelaki berbola mata biru itu, mulai menutup kamarnya. Menenangkan pikiran yang sudah kacau akibat ulah ibu tirinya, "Ahk, Dwinda dasar wanita mur*han. Benar benar tidak tahu diri, sudah mendapatkan ayahku, dasar perempuan licik. "
Amarah semakin tak terkendalil, membuat Edric memecahkan barang yang berada di dalam kamarnya.
"Awas saja Dwinda. aku akan membuat kamu mengakui kesalahanmu dan juga membuat kamu menyesal karena lancang menggoda dan merayuku. "
Mengacak rambut, Dwinda benar benar membuat Edric frustasi, ia ingin mengatakan semuanya pada sang ayah. Tapi itu tak mungkin karena tak ada bukti, setiap kali Dwinda masuk ke dalam kamar dia pintar mematikkan cctv yang sudah Edric pasang.
crrita carlos ma welly terus