Gadis Desa Untuk Ceo
Bola mata bulat berwarna hitam terlihat berbinar, dipadukan dengan bulu mata lentik dan lebat, mempelihatkan kesan tersendiri untuk gadis manis bernama Aira. Bibir tipis dengan bawah dagu bulat, memperlihatkan kecantikan yang alami, dimana jika setiap lelaki yang melihatnya pasti akan terpesona.
Sayangnya kecantikannya itu tak pernah terekspos sama sekali, ia jarang terlihat oleh lelaki desa, karna sifatnya yang pemalu dan senang berada di dalam rumah.
Keseharian Aira yaitu membantu sang ibunda, dari memasak, mencuci pakaian. Karna ia menyadari karena sang ibunda yang sudah tua dan tak berdaya. Membuat pekerjaan rumah ia kerjakan semuanya.
"Ndo. Coba ambilkan baju di atas lemari kamar ibu. "
Wanita dengan tubuhnya yang terlihat bongkok menyuruh anak semata wayangnya, mengambilkan satu baju yang sudah sobek, untuk ia jahit. Agar terlihat rapi kembali.
Mempunyai tubuh tinggi semampai, membuat Aira mengambil baju di atas lemari yang biasa dipisahkan ibunya jika baju itu sudah terlihat sobek. Gadis manis berbulu mata lentik dengan sigapnya berjalan ke arah sang ibu, dengan langkah kakinya yang cepat. Membuat wanita paruh baya itu sangatlah kagum, Aira gadis penurut dan sigap di saat sang ibu menyuruhnya.
"Ini, bu. "
Siti Aminah, ialah ibu Aira. Mengambil baju dari tangan anaknya untuk segera ia jahit. "Terima kasih, Ndo. "
Gadis berambut panjang dengan ikal di ujungnya, tak pernah mengeluh dengan keadaan ibunya yang hanya seorang buruh cuci. Begitupun dengan sang bapak yang hanya seorang petani. Aira begitu mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan padanya.
Terlihat raut wajah Siti Aminah yang sudah mengkerut, membuat Aira perlahan duduk di atas teras, ia menatap sang ibu dengan begitu lekat. "Kamu ini kenapa? Lihatin ibu sampai segitunya. "
Siti Aminah kini mulai duduk di atas kursi yang biasa ia pakai, ia mulai menjahit perlahan lahan baju yang sudah sobek itu, walau pun Siti Aminah sudah tua, tapi ketajamannya dalam melihat bisa diacungi jempol. Ia wanita tua yang teliti dalam menjahit ataupun membersihkan sesuatu.
Percakapan mulai diawali oleh Siti Aminah, ia kini bertanya pada anak semata wayangnya yang duduk dengan sopan di atas lantai. " Ndo, umurmu yang delapan belas tahun ini, ibu rasa sudah cukup untuk kamu menikah. "
Perkataan sang ibunda membuat bibir mungil Aira mengkerut, perlahan ia memainkan jari tangannya dengan beradu. Membuat Aira seperti anak kecil yang baru berusia tahun.
"Umur delapan belas tahun, bukanya belum matang menikah ya, bu. "
Entah sejak kapan Aira bisa membalas perkataan sang ibu dengan sedikit terdengar bijak. Dimana Siti Aminah mengerutkan dahi dan Aira melanjutkan perkataannya. " Aira mencoba menjelaskan saja pada ibu, jika di umur delapan belas tahun itu, seorang wanita baru menikmati masa remajanya. Jadi, belum cukup umur untuk menikah."
Tangan yang sudah mengkerut kini perlahan mengusap rambut panjang Aira dengan perlahan, penuh pengertian. Gadis berbulu mata lentik dengan alis tebal hanya mengukir senyumnya, memperlihatkan kedua ujung bibir yang melebar.
"Memang benar. Ndo. Hanya saja ibu kuatir jika nanti ibu sudah tiada, ibu tidak bisa melihat kamu menikah dan mempunyai anak. Di hari tua ibu ini, ibu ingin melihat kamu segera menikah dengan lelaki pilihan kamu sendiri. Agar di saat ibu meninggal nanti, kamu sudah ada yang menjaga, ndo. "
Aira menitikkan air mata, ia tahu jika sang ibu begitu mengkhawatirkannya. " Ibu, ini ngomong apa? "
"Aira, ibu ini ngomong apa adanya. Kamu lihat tubuh ibu yang sudah rapuh ini, ibu sudah tua dan sebentar lagi mungkin akan menjadi santapan ulat ulat tanah yang akan menggerogoti ibu. Ibumu ini hanya tinggal menunggu ajal menjemput saja!" Perkataan sang ibu begitu terlalu menyakitkan untuk Aira, membuat gadis manis berbola mata bulat itu memeluk erat tubuh wanita yang melahirkannya.
Brukk ….
Ditengah dialog sang gadis dan juga wanita tua, membuat mereka terkejut karna suara pintu ditendang dengan keras. Membuat pintu rumah terbuka lebar.
"Siapa ya, bu. Nggak sopan sekali."
Aira mulai berdiri untuk menghampiri siapa yang menendang pintu rumahnya, tapi tangan Siti Aminah yang menahan, membuat gadis berbibir mungil itu menatap kearah sang ibu.
"Biar ibu saja, kamu tunggu saja di dalam kamar. " Perintah Siti Aminah tak bisa ditolak oleh Aira, ia hanya bisa menurut. Membalikan badan dan pergi untuk masuk ke dalam kamar tidur.
Siti mulai berjalan dengan tubuhnya yang bongkok itu, ia menghampiri pintu depan rumah, dimana teriakan demi teriakan terdengar nyaring.
Kedua mata wanita paruh baya itu membulat, ia terkejut dengan apa yang ia lihat, sosok lelaki yang menjadi suaminya di sered paksa masuk ke dalam rumah Siti, oleh segerombolan para lelaki berjas hitam. Seperti orang kantoran.
Betapa menyedihkannya lelaki bernama Sodikin itu. Kedua tanganya dipegang erat seperti tahanan. Tubuh terduduk di atas lantai dengan darah terlihat bercucuran di bagaian bibir sedikit sedikit, mengenai lantai bercorak putih.
"Bapak?"
Siti mulai menghampiri sang suami, ia menatap lekat kearah wajah Sodikin.
Hingga dimana kata kata, " BERHENTI." Betak lelaki berjas hitam dengan kedua mata yang ditutup oleh kaca mata tebal.
Siti yang merasa heran kini bertanya dengan nada sedikit terdengar meninggi. " Ada apa ini? Kenapa suami saya ditahan? Apa alasan kalian menahan suami saya?"
Lelaki dengan tubuhnya yang tegap mulai melepaskan kaca mata tebalnya dan manjawab!" Suami ibu mempunyai hutang pada bos kami. "
"Hutang?"
Kedua mata mulai melirik ke arah sang suami kembali, terlihat raut wajah Sodikin sudah basah dengan air mata.
"Hutang apa? Bukanya kita itu hidup seadanya, untuk apa bapak berhutang? "
Pertanyaan mulai dilontarkan kembali oleh Siti, wanita tua dengan tubuhnya yang bongkok itu. Lelaki berbadan kekar kini mulai mendekat ke arah Siti, kedua matanya tak lepas dari pandangan dimana ia mencari seseorang.
"Apa yang sedang kamu cari, HAH. " Suara Siti mulai meninggi, membuat lelaki berotot dengan tubuhnya yang kekar. Kini mendorong tubuh rapuh Siti. "Kemana anak ibu, cepat serahkan dia pada kami. Kami tidak ada waktu meladeni wanita peot seperti anda." Sergah sang lelaki dengan wajah memerah mengeluarkan amarah.
Sodikin kini mulai meminta maaf dengan wajah memelasnya. " maafkan bapak, bu. Bapak terpaksa menyerahkan Aira kepada mereka, karna bapak tidak bisa membayar hutang bapak yang sudah mencapai puluhan juta. "
"TIDAK AKAN, PAK. " Suara meninggi itu semakin jelas terdengar membuat kedua lelaki berotot semakin murka. Mereka mencoba menahan hanya dengan mengepalkan kedua tangan.
"Sebaiknya kalian pergi dari sini, CEPAT PERGI. " Mengusir dengan berteriak itulah yang dilakukan Siti, agar mereka pergi dan tak menganggu kenyamanan Siti dan anaknya.
****** Di saat seperti ini, apa Aira akan keluar dari kamarnya?*******
...***************...
.... Salam hangat .......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Meili Mekel
lanjut
2022-11-19
0
Rahma Che Geminie
pnsrannn crta ny
2022-09-29
0
bobo
bguz crity
2022-09-14
0