**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Tak terasa, hukuman Rosalin tinggal dua hari lagi. Dengan penuh semangat, ia membersihkan debu-debu yang menempel di sudut-sudut sulit jangkauan. Untuk mencapai tempat yang tinggi, ia naik ke atas bangku agar dapat membersihkan debu dengan lebih mudah.
"Rosalin? Apa yang sedang kau lakukan? Hati-hati!" terdengar suara yang familiar.
Rosalin menoleh dengan tergesa-gesa, tetapi gerakannya malah membuat pijakannya goyah. Dalam sekejap, ia kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Namun, Wiliam dengan sigap menangkapnya, membuat Rosalin terjatuh tepat di atasnya. Pada saat bersamaan, Kilian muncul di lorong dan menyaksikan kejadian itu, meski hanya sekilas.
Begitu menyadari posisinya, Rosalin buru-buru bangkit dan membersihkan bajunya. Wajahnya bersemu merah karena malu. “Astaga! Pangeran Wiliam, maafkan kecerobohanku. Anda baik-baik saja?” tanyanya, mencoba terdengar tenang.
Wiliam tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Rosalin. Aku justru khawatir padamu. Kau baik-baik saja, kan? Dan... pakaian itu, apa yang sedang kau lakukan dengan pakaian seperti itu?”
Rosalin menunduk sedikit malu. “Ah, tidak ada yang istimewa, Pangeran. Aku hanya… mencoba hal baru,” jawabnya canggung sambil membantu Wiliam bangkit dan membersihkan debu dari pakaiannya.
Seluruh gerak-gerik mereka tak luput dari perhatian Kilian, yang berdiri tak jauh dari sana, memperhatikan dengan tatapan tak terbaca. Namun, Rosalin yang masih fokus pada Wiliam, sama sekali tidak menyadari kehadiran Kilian.
Barulah setelah selesai merapikan diri, Rosalin menoleh dan matanya bertemu dengan tatapan Kilian yang tajam dan dingin.
“Ah, Pangeran Kilian… saya lupa, apakah ada yang bisa saya bantu?” Rosalin bertanya, berusaha menghilangkan kegugupan yang muncul tiba-tiba.
Kilian hanya menatapnya tanpa bicara, tatapannya seperti menyimpan emosi yang sulit dijelaskan. Rosalin merasakan ketegangan itu, menyadari bahwa situasi ini bisa menjadi masalah yang lebih besar dari sekadar insiden kecil.
Kilian melangkah mendekat dengan tatapan tajam yang tertuju pada Rosalin dan Wiliam. Wiliam yang menyadari keberadaan Kilian, tersenyum tipis, seolah tak terpengaruh oleh atmosfir tegang yang Kilian ciptakan.
“Kau rupanya sudah ada di sini, Kak. Sepertinya aku tidak perlu mencari-cari lagi,” ucap Wiliam santai, sambil merapikan pakaiannya.
Kilian memandang mereka dengan sorot mata dingin yang menusuk. "Sepertinya kau cukup sibuk, Wiliam. Sangat sibuk hingga punya waktu untuk bermain-main dengan pelayan pribadiku," ujarnya dengan nada tajam, pandangan matanya beralih pada Rosalin yang berdiri kikuk di antara mereka.
Rosalin menunduk, merasa canggung dan bingung harus berkata apa. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara, dan tak tahu bagaimana cara untuk mengatasi situasi ini. Wiliam hanya tersenyum samar, tetap tenang menghadapi kakaknya.
“Oh? Aku hanya membantu karena kebetulan dia membutuhkan,” jawab Wiliam dengan tenang, seolah-olah menyadari bahwa Kilian tak menyukai kejadian tadi. “Lagi pula, aku tidak bisa membiarkan seorang wanita jatuh tanpa menolong, bukan?”
Kilian mengerutkan kening, nada tak senangnya semakin kentara. “Memang,” katanya singkat, “tapi mungkin lain kali kau bisa fokus pada urusanmu sendiri, Wiliam.”
Merasa situasi semakin tegang, Rosalin memberanikan diri bicara. “Maaf, Yang Mulia… ini semua hanya kesalahanku. Saya tidak sengaja terjatuh, dan Pangeran Wiliam hanya menolong saya,” ucapnya dengan suara pelan, berusaha meredakan ketegangan di antara kedua pangeran.
Kilian hanya menatap Rosalin sejenak, tatapannya seolah mencari-cari sesuatu dalam dirinya. "Baiklah," ujarnya akhirnya, meski wajahnya masih menunjukkan ketidaksenangan. “Kau boleh kembali bekerja.”
Wiliam tertawa kecil. “Kau terlalu tegang, Kak. Ini hanya masalah kecil.”
Tanpa membalas, Kilian hanya memberi isyarat agar Rosalin pergi. Rosalin menundukkan kepalanya dengan hormat, bergegas meninggalkan mereka. Namun, saat melangkah pergi, ia bisa mendengar Wiliam menambahkan dengan nada mengejek yang samar, “Terkadang, terlalu menjaga sesuatu malah membuatnya pergi, Kak.”
Rosalin menelan ludah. Kata-kata Wiliam terasa seperti sindiran tajam yang ditujukan kepada Kilian, dan ia merasa menjadi pusat dari ketegangan yang belum sepenuhnya ia pahami. Terburu-buru, ia mempercepat langkahnya, meninggalkan kedua pangeran yang masih berdiri saling berhadapan dengan intensitas yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
semoga ceritanya sering update