Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.
Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.
Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 PERJANJIAN LAMA
Kael melangkah maju dengan percaya diri, meskipun ia merasakan tatapan tajam dari para anggota Dewan Druid yang duduk melingkar di sekitar aula. Aula itu terasa seperti perpaduan antara alam dan sihir, dengan energi magis yang memenuhi udara. Kael berhenti di tengah ruangan, tepat di hadapan Pemimpin High Druid, Aranthal.
Aranthal menatapnya dengan mata magisnya, yang bersinar lembut keunguan seperti dua kristal hidup. "Utusan dari Lumoria," suara Aranthal terdengar rendah namun penuh kekuatan. "Dengan alasan apa kau dan rombonganmu melewati wilayah kami tanpa izin?"
Kael membungkuk hormat. "Salam, Pemimpin Aranthal. Saya Kael Myrion, ajudan kepercayaan Raja Zen Vessalius dari Lumoria. Kami tidak berniat melanggar wilayah kalian. Kami hanya lewat untuk menyampaikan surat perdamaian dari Kerajaan Lumoria kepada para pemimpin ras Beast dan Firlinione."
Aranthal menyipitkan mata. "Perdamaian, katamu? Dunia telah terlalu sering mendengar janji-janji perdamaian yang berujung pada pengkhianatan. Apa jaminan bahwa niat kalian tulus?"
Kael tetap tenang di bawah tekanan pertanyaan itu. "Kami memahami keraguan kalian. Namun, surat ini adalah tanda nyata dari itikad baik Raja Zen. Kami tidak membawa senjata terhadap kalian, hanya harapan untuk dialog demi menghindari konflik yang dapat merugikan semua pihak."
Aranthal melirik Kael dengan tajam, kemudian melambaikan tangannya. "Bawakan surat itu ke sini. Aku ingin melihat sendiri apa isi pesan dari rajamu."
Kael mengangguk dan perlahan membuka tas kecil di pinggangnya. Ia mengeluarkan surat resmi dari Lumoria, yang disegel dengan lambang kerajaan. Ia melangkah maju dan menyerahkan surat itu kepada salah satu penjaga Druid yang berdiri di dekat Aranthal. Penjaga itu membawa surat tersebut dengan hati-hati, menyerahkannya kepada Pemimpin High Druid.
Aranthal menerima surat itu dengan tenang. Ia memegangnya di tangannya dan memejamkan mata, seolah membaca lebih dari sekadar kata-kata yang tertulis. Matanya bersinar samar ketika ia menggunakan kekuatan magisnya untuk memeriksa keaslian surat tersebut. Setelah beberapa saat, ia membuka segel surat dan membaca isinya perlahan, keheningan menyelimuti aula.
Setelah selesai membaca, Aranthal menatap Kael kembali. "Surat ini memang mencerminkan niat baik, namun kejujuran kata-kata tidak menjamin kejujuran tindakan. Meski demikian, aku tidak akan menjadi penghalang dalam misi kalian. Namun, ingat ini: jika ada pengkhianatan, alam sendiri yang akan menghukum kalian."
Kael membungkuk lagi, kali ini lebih dalam. "Terima kasih atas kebijaksanaanmu, Pemimpin Aranthal. Kami tidak akan mengecewakan kepercayaan yang telah kalian berikan."
Aranthal menyerahkan surat itu kembali ke Kael melalui penjaganya. "Lanjutkan perjalananmu. Para pengintai kami akan memastikan kalian tidak keluar dari jalur."
Kael menerima surat itu dan menatap Pemimpin High Druid dengan rasa hormat. "Kami menghargai perlindungan kalian. Salam damai dari Kerajaan Lumoria."
Setelah itu, ia mundur perlahan sebelum berbalik dan keluar dari aula, diikuti oleh rombongannya.
Kael keluar dari aula dengan senyum lega yang merekah di wajahnya. Saat ia melangkah keluar, para prajurit dan ajudan yang menunggu di halaman segera menyambutnya dengan penuh harap. Ketegangan yang selama ini menggantung di udara kini mulai mereda.
Salah satu prajurit, Ardyn, maju dengan langkah cepat. "Bagaimana hasilnya, Kael? Apa mereka mengizinkan kita lewat?" tanyanya dengan nada cemas.
Kael menepuk bahunya dengan ringan sambil tertawa kecil. "Tenang saja, semuanya berjalan lancar. Pemimpin High Druid telah memberikan izin kepada kita untuk melanjutkan perjalanan, dengan syarat kita tetap dalam jalur yang telah ditentukan. Mereka bahkan menyediakan pengawalan untuk memastikan kita tidak tersesat atau keluar dari batas wilayah mereka."
Sorak sorai kecil terdengar dari para prajurit, sementara prajurit lainnya, Eliana, menghela napas panjang dan tersenyum. "Itu berita terbaik yang bisa kita dengar hari ini. Aku benar-benar lega, Kael."
Kael mengangguk sambil menyeka sedikit keringat di dahinya. "Ya, tapi kita tidak boleh lengah. Pengawalan ini bukan hanya tanda kebaikan hati mereka, tapi juga cara mereka mengawasi kita. Jadi, tetaplah waspada."
Mendengar itu, semua orang mengangguk paham. Mereka segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Para prajurit dengan sigap memeriksa peralatan mereka, sementara ajudan lainnya membantu mengatur kembali barang-barang yang dibawa. Kuda-kuda mulai dipasang pelana, dan kereta yang membawa perbekalan diperiksa untuk memastikan semuanya dalam keadaan siap.
Ketika matahari mulai condong ke barat, rombongan itu akhirnya bergerak lagi. Di depan, Kael memimpin dengan penuh semangat, meskipun rasa tanggung jawab masih membebani bahunya. Di belakangnya, para prajurit dan ajudan mengikuti dengan langkah mantap, semangat mereka kembali berkobar setelah melewati rintangan pertama.
Kael melirik ke arah hutan di sekitarnya, di mana bayangan para pengintai High Druid tampak bergerak di antara pepohonan. Dia tahu bahwa perjalanan ini baru permulaan, dan masih banyak tantangan yang menanti di depan. Namun, untuk saat ini, ia merasa percaya diri. Lumoria telah menaruh kepercayaan padanya, dan ia bertekad untuk tidak mengecewakannya.
Di sisi lain, di dalam aula agung yang tenang, pemimpin High Druid, Theron Wildshade, duduk di atas takhta alami yang terbuat dari akar pohon kuno yang terus hidup dan berdenyut dengan energi hutan. Cahaya lembut dari lumut bercahaya memenuhi ruangan, memberikan suasana magis yang menyelimuti seluruh tempat itu.
Theron menatap surat yang baru saja diserahkan oleh Kael. Jemarinya yang panjang dan keriput dengan lembut menyentuh segel Lumoria, sebuah lambang yang telah dikenalnya selama berabad-abad. Ia menghela napas panjang, seolah membiarkan ingatan masa lalu menyelinap kembali ke pikirannya.
"Janji itu akhirnya tiba," gumam Theron dengan suara dalam yang penuh kebijaksanaan. Di sekelilingnya, beberapa penasihat High Druid mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu bahwa pemimpin mereka sedang berbicara tentang perjanjian lama yang dibuat dengan raja Lumoria terdahulu, perjanjian yang menetapkan dasar kepercayaan antara kedua ras.
"Raja Lumoria sebelumnya," lanjut Theron, "meminta kepercayaan kita untuk mempercayakan dunia ini kepada mereka yang disebut manusia. Mereka mengatakan bahwa manusia adalah entitas unik yang mampu membawa keseimbangan, meskipun rapuh dan penuh kekurangan. Kami menyetujui itu dengan syarat, menjaga keharmonisan hutan dan alam adalah tugas utama mereka."
Salah satu penasihat, Elowen, mengangguk pelan. "Dan kini, manusia yang disebut Zen Vessalius itu adalah pewaris perjanjian tersebut," katanya. "Apakah Anda percaya dia dapat memenuhi apa yang dijanjikan para leluhurnya, Theron?"
Theron terdiam sejenak, matanya yang bercahaya kehijauan memandang ke arah jendela besar yang menampilkan hutan lebat di luar. "Dia adalah pahlawan dari dunia lain," katanya akhirnya. "Namun, kita tidak boleh menghakimi hanya berdasarkan asal usulnya. Hutan ini telah hidup selama ribuan tahun, dan begitu pula dengan kebijaksanaan kita. Aku percaya bahwa waktunya telah tiba untuk melihat apakah manusia itu memang layak seperti yang pernah dijanjikan."
Para penasihat terdiam, merenungkan kata-kata pemimpin mereka. Mereka tahu bahwa keputusan Theron untuk mengizinkan rombongan Lumoria melintas bukan hanya tentang menjaga perjanjian lama, tetapi juga tentang memberi kesempatan bagi dunia untuk menyaksikan apakah manusia benar-benar bisa menjadi penjaga keseimbangan.
Theron menghela napas lagi. Sebagai pemimpin High Druid, umur panjangnya bergantung pada kekuatan dan kesuburan hutan yang ia lindungi. Namun, ia tahu bahwa keseimbangan dunia ini tidak hanya terletak pada akar dan pohon, tetapi juga pada makhluk yang hidup berdampingan dengannya.
"Biarkan mereka melanjutkan perjalanan mereka," kata Theron akhirnya. "Namun, kita tetap akan mengawasi. Jika mereka menyimpang dari jalan yang telah kita sepakati, maka kita sendiri yang akan meluruskan mereka."
Para penasihat mengangguk, menyetujui keputusan pemimpin mereka. Cahaya di aula perlahan meredup, hanya menyisakan suara lembut dari pohon-pohon yang terus berdenyut dengan kehidupan, menandakan bahwa perjanjian lama itu masih hidup, dan kini diuji kembali oleh tangan-tangan manusia.
Setelah beristirahat semalam di desa High Druid, rombongan ajudan kembali melanjutkan perjalanan menuju wilayah Beast dan Firlinione. Para pengintai High Druid yang ditugaskan mengawal mereka berjalan di sisi kanan dan kiri rombongan, selalu waspada terhadap potensi bahaya di sepanjang perjalanan. Meski demikian, suasana perjalanan terasa lebih ringan dibandingkan sebelumnya.
Salah satu pengintai, seorang High Druid muda bernama Faelar, mendekati Kael yang berada di barisan depan rombongan. Dengan suara lembut namun penuh rasa ingin tahu, ia berkata, "Tuan ajudan, izinkan saya berbicara jujur. Kami, kaum High Druid, tidak pernah benar-benar membenci ras Lumoria. Kami hanya... berhati-hati, terutama dengan kehadiran raja baru kalian."
Kael melirik Faelar dengan rasa ingin tahu. "Mengapa begitu? Apakah Zen telah melakukan sesuatu yang membuat kalian merasa harus waspada?"
Faelar menggeleng. "Bukan tindakan, tetapi asal-usulnya. Dia adalah manusia dari dunia lain, sesuatu yang sangat jarang, bahkan bagi kami yang hidup lama. Kami menganggap manusia sebagai makhluk yang menarik, penuh potensi, namun juga berbahaya. Sejarah pernah menunjukkan bagaimana manusia bisa membawa kehancuran, tetapi juga keajaiban. Zen membawa kekuatan besar, dan dengan kekuatan besar itu datang pula tanggung jawab besar."
Kael mengangguk perlahan, merenungkan kata-kata Faelar. "Raja Zen mungkin berasal dari dunia lain, tetapi aku bisa menjamin bahwa ia adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan berhati mulia. Dia telah melalui banyak hal untuk sampai ke titik ini, dan aku percaya dia hanya menginginkan perdamaian."
Salah satu prajurit lainnya, Lirien, mendengar pembicaraan itu dan bergabung. "Setiap pemimpin yang kuat selalu membawa keraguan dari mereka yang tidak mengenalnya," katanya. "Namun, itu tugas kita untuk membuktikan bahwa kepercayaan mereka tidak salah."
Faelar tersenyum kecil. "Kami High Druid akan terus mengamati. Jika Zen dapat membawa keseimbangan dan kedamaian, maka kami akan menjadi sekutunya. Tetapi jika tidak, maka kami tidak akan ragu untuk bertindak."
Percakapan mereka berhenti sejenak ketika rombongan tiba di sebuah bukit kecil. Dari atas bukit itu, mereka dapat melihat hamparan hutan dan padang luas yang membentang menuju wilayah Beast. Matahari pagi bersinar hangat, menyoroti pemandangan yang indah namun penuh dengan tantangan di depan mereka.
"Perjalanan masih panjang," kata Kael dengan suara tegas. "Namun, aku yakin ini adalah awal dari sesuatu yang besar. Kita akan membawa pesan perdamaian ini dengan keyakinan penuh."
Ketika rombongan ajudan tiba di perbatasan wilayah High Druid, para pengintai menghentikan langkah mereka. Faelar, yang telah berbicara banyak dengan Kael selama perjalanan, mendekatinya untuk memberikan sebuah kantong kecil yang berisi batu-batu kristal bercahaya. Kristal-kristal itu memancarkan sinar lembut, nyaris seperti bernapas, menandakan energi sihir yang terkandung di dalamnya.
"Kami tidak dapat melanjutkan perjalanan lebih jauh," kata Faelar dengan nada serius. "Namun, kami memberikan ini sebagai bentuk dukungan. Kristal-kristal ini mengandung energi pelindung. Jika kalian menghadapi bahaya atau serangan, hancurkan salah satu kristal ini, dan penghalang pelindung akan terbentuk di sekitar kalian untuk waktu yang singkat."
Kael menerima kantong itu dengan rasa hormat. "Terima kasih, Faelar, dan juga kepada pemimpin kalian. Bantuan ini sangat berarti bagi kami."
Faelar mengangguk pelan. "Gunakan dengan bijaksana. Kristal-kristal ini bukan hanya senjata, tetapi juga simbol kepercayaan yang kami berikan. Meski perjalanan kalian selanjutnya akan berat, kami percaya kalian dapat membawa pesan perdamaian ini dengan selamat."
Salah satu prajurit, melihat kristal-kristal itu dengan rasa kagum. "Ini luar biasa. Energi sihir yang terpancar dari kristal ini terasa begitu kuat dan murni. Terima kasih atas kepercayaan kalian."
Faelar tersenyum kecil. "Jangan terlalu memuji. Itu hanyalah alat, hasil dari keharmonisan kami dengan alam. Ingatlah, tugas kalian tidak mudah, dan dunia di luar wilayah kami tidak seindah ini."
Setelah berpamitan, rombongan ajudan melanjutkan perjalanan mereka, meninggalkan wilayah High Druid yang tenang dan subur. Suasana berubah drastis saat mereka melangkah lebih jauh ke perbatasan. Hutan lebat perlahan berubah menjadi padang liar dengan sedikit tanda kehidupan. Angin terasa lebih tajam, membawa kesan bahwa wilayah yang mereka masuki dipenuhi dengan tantangan baru.
Kael menyimpan kantong kristal itu dengan hati-hati, memastikan ia mudah dijangkau jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Di dalam hati, ia merasa lebih yakin bahwa misi ini tidak hanya membawa harapan bagi Lumoria, tetapi juga bagi hubungan antar ras yang rapuh selama ini.
"Perjalanan kita semakin sulit, tapi kita tidak sendiri," kata Kael kepada rekan-rekannya. "Kita punya kekuatan, tekad, dan sekarang sedikit bantuan dari High Druid. Mari kita pastikan misi ini berhasil."
Semua anggota rombongan mengangguk serempak. Dengan semangat yang diperbarui, mereka melanjutkan perjalanan, memasuki wilayah yang penuh misteri dan tantangan, tetapi juga harapan akan masa depan yang lebih damai.
Bersambung!