Aruni sudah sangat pasrah dengan hidupnya, berpikir dia tak akan memiliki masa depan lagi jadi terus bertahan di kehidupan yang menyakitkan.
"Dasar wanita bodoh, tidak berguna! mati saja kamu!" makian kejam itu bahkan keluar langsung dari mulut suami Aruni, diiringi oleh pukulan yang tak mampu Aruni hindari.
Padahal selama 20 tahun pernikahan mereka Arunilah sang tulang punggung keluarga. Tapi untuk apa bercerai? Aruni merasa dia sudah terlalu tua, usianya 45 tahun. Jadi daripada pergi lebih baik dia jalani saja hidup ini.
Sampai suatu ketika pertemuannya dengan seseorang dari masa lalu seperti menawarkan angin surga.
"Aku akan membantu mu untuk terlepas dari suamimu. Tapi setelah itu menikahlah denganku." Gionino.
"Maaf Gio, aku tidak bisa. Daripada menikah lagi, bukankah kematian lebih baik?" jawab Runi yang sudah begitu trauma.
"Kamu juga butuh seseorang untuk menguburkan mu Runi, ku pastikan kamu akan meninggal dalam keadaan yang baik."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LFTL Bab 26 - Satu-satunya Orang
"Kamu bohong," ucap Gio setelah beberapa saat butuh waktu untuk mengendalikan perasaannya sendiri. Tak ingin terlalu hanyut dalam rasa kecewa, sebab kini bukan lagi usianya untuk terus terus meratapi.
Gio justru menilai semuanya dengan pemikiran yang lebih jernih. "Aku sangat mengenalmu Aruni, kamu tidak akan semudah itu mencintai seseorang. Sementara saat menikah dengan Hendra, hubungan kita belum sepenuhnya berakhir," jelas Gionino.
Yang mengakhiri hubungan mereka adalah Aruni, sementara Gio tidak.
Gio menoleh dan menatap Aruni yang duduk di sampingnya, dilihatnya Aruni yang menurunkan pandangan, juga jarak yang tercipta diantara mereka berdua, jarak yang mungkin sekitar 2 jengkal tangan Gionino, namun rasanya jauh sekali.
Kursi kayu sederhana itu kini jadi salah satu tempat penuh makna bagi Gionino.
"Maaf tentang apa yang terjadi di masa lalu, aku pasti memiliki kesalahan padamu," ucap Gio, "Maaf juga karena aku tidak menyadarinya, tidak sadar jika menyakitimu," timpal Gionino lagi.
Seluas itu hatinya jika menyangkut tentang Aruni. Sampai sekarang Gio masih yakin betul bahwa dialah yang dikhianati, namun bukan hal sulit baginya untuk meminta maaf lebih dulu. Setidaknya untuk melebur semua kesalahpahaman yang selama ini tercipta.
Berharap sekarang hubungan mereka jadi lebih baik. Tak ada marah ataupun dendam yang berhubungan dengan masa lalu.
Namun semua ketulusan itu benar-benar tak mampu menembus hati Aruni. Sejak dulu hingga sekarang dia telah menutup hati dengan semua keluarga Abraham, termasuk Gionino.
Apalagi sekarang Aruni tidak sendiri, ada Adrian yang harus dia lindungi.
Aruni tak ingin keluarga itu menghancurkan Adrian seperti mereka telah menghancurkan hidupnya.
"Maafkan aku juga," ucap Aruni, lalu menghela nafasnya dengan kasar. Sampai Gionino pun mampu mendengar dengan jelas helaan nafas tersebut.
"Tapi sekarang aku benar-benar tidak ingin kita terhubung lagi, aku mohon hargai keputusan ku," pinta Aruni.
Gio sampai tak mampu berkata-kata, kenapa sekeras ini hati Aruni? padahal yang membuat hidupnya hancur adalah Hendra, tapi kenapa malah dia yang seolah dibenci?
"Tidak mau," balas Gio singkat, dia juga langsung bangkit dari duduknya dan berdiri menatap ke arah Aruni. "Kamu lakukan apapun yang kamu mau, aku juga akan melakukan apapun yang aku mau," timpal Gionino.
"Apa kamu tau Aruni? dulu aku menyesal karena tidak memperjuangkan mu dengan sekuat tenaga, sekarang aku tidak ingin menyesal lagi. Jika begitu sulit untuk mendekati kamu, aku akan mendekati Adrian," kata Gionino blak-blakan.
Gio mundur satu langkah namun dengan tatapan yang masih terus mengikat Aruni. "Hendra tidak mungkin menceraikanmu dengan mudah, hubungi aku jika kamu butuh bantuan," ucap Gionino lagi.
Dia lantas masuk ke dalam rumah dan menghabiskan teh miliknya.
"Pak, benar tidak mau makan?" tawar Adrian, dia baru saja selesai makan. Makanan yang dibawa sang ibu tadi enak sekali, ingin juga tuan Gionino mencicipinya. Sesaat lupa bahwa makanan yang dibawa ibu juga berasal dari rumah beliau.
"Tidak Adrian, bujuk ibumu untuk tinggal di paviliun," bisik Gionino.
Adrian terkekeh, rasanya ingin berteriak saking senangnya. Bersama tuan Gio, Adrian benar-benar merasa mendapatkan sosok ayah. Bekerja sama untuk mendapatkan hati ibunya.
"Papamu pasti akan terus mencari kalian berdua, tinggal bersama ibumu di sana adalah tempat yang paling aman," ucap Gio lagi dan Adrian mengangguk paham.
Ketika Aruni mulai mendekat, Gionino langsung diam seribu bahasa. "Aku pamit sekarang," ucap Gio kemudian.
Aruni mengangguk saja, sementara Adrian ikut keluar untuk mengantarkan tuan Gionino sampai ke dekat mobil.
Di saat Aruni hendak membereskan gelas teh milik Gio, ponsel miliknya berdering ada panggilan masuk.
Aruni jadi lebih dulu mengambil ponselnya yang berada di kamar, takut jika yang menghubungi adalah bibi Jema. Mungkin ada permintaan mendesak dan memintanya untuk datang lebih awal sore ini.
Tapi ternyata bukan, ternyata panggilan itu dari pihak catatan sipil.
"Halo," jawab Aruni.
"Selamat siang ibu Aruni, saya ingin memberi kabar bahwa pak Hendra menolak untuk menandatangani surat perceraiannya. Kata pak Hendra, beliau akan membuat anda mencabut gugatan ini."
Kemudian dijelaskan pula bagaimana kedepannya nanti jika perceraian ini tak kunjung menemukan kesepakatan. Di pengadilan jelas akan ada perseteruan diantara pihak suami dan istri, pihak yang satu memojokkan pihak yang lainnya.
Aruni tertegun, kenapa tiba-tiba jadi susah lagi. Sementara keinginannya berpisah dengan Hendra sudah bulat. Keputusan yang juga sangat disetujui oleh sang anak.
"Ada apa Bu?" tanya Adrian, dia baru kembali dan melihat ibunya yang nampak cemas.
"Hanya itu yang ingin saya sampaikan, Bu."
"Terima kasih, Pak." jawab Aruni dan panggilan ini berakhir.
Aruni lantas menatap Adrian yang berdiri di hadapannya. "Dari pihak catatan sipil Nak. Papa menolak untuk menandatangani surat perceraiannya," jelas Aruni apa adanya.
"Sudah ku duga, papa tidak mungkin semudah itu menceraikan ibu. Tanpa ibu, papa tidak bisa apa-apa," jawab Adrian, sedikitpun dia tidak merasa terkejut dengan pemberitahuan dari ibunya tersebut.
"Pasti karena itulah tadi papa ingin menemui kita, papa pasti ingin tahu tempat kita tinggal sekarang," jelas Adrian, "Jika papa tahu, dia pasti akan kembali memukul Ibu," timpalnya yang juga sudah merasa lelah.
Aruni lantas mengelus lengan sang anak dengan lembut. Meski dia yang mendapatkan pukulan, tapi Aruni tahu Adrian juga merasa terluka.
Dan jika masalah perceraian ini semakin berkepanjangan, jelas Adrian yang lagi-lagi akan jadi korban.
Diantara semua masalah itu sialnya Aruni malah teringat ucapan Gionino. 'Hendra tidak mungkin menceraikanmu dengan mudah, hubungi aku jika kamu butuh bantuan.'
'Ya Tuhan,' lirih Aruni di dalam hati. Kenapa dari banyaknya manusia di dunia ini, hanya Gio seolah satu-satunya orang yang bisa membantunya.
"Bu, bagaimana jika kita tinggal di paviliun saja? Papa tidak mungkin menemukan kita di sana," ucap Adrian, membujuk sang ibu sesuai kesepakatannya dengan tuan Gionino.
Dilihat oleh Adrian sang ibu yang menganggukkan kepalanya kecil.
Aruni juga tidak memiliki pilihan lain tentang hal ini. Bertahan di sini hanya seperti menunggu Hendra menemukan mereka.
"Sore ini ikut ibu ke tempat kerja, kita temui bibi Jema lebih dulu," jawab Aruni.
Adrian tak mampu mengendalikan kebahagiaannya, dia sampai tersenyum lebar sekali mendengar ucapan ibunya tersebut. Akhirnya dia akan berkunjung ke rumah tuan Gionino.
'Tenang Adrian, tenangkan dirimu. Jangan sampai ibu tahu,' batin Adrian, dia mengigit bibir bawahnya sendiri agar tidak lagi tersenyum lebar.
lagi dong...
semoga gio mengikuti andrian td saat keluar rmh🤲
belum puas nih kak😢