Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidaknyamanan
“Pasti dia mau pansos,” batin Camila saat Sinta sampai di tempatnya. “Aku harus bagaimana ini?” Camila membuang napas kasar.
Kehadiran Sinta dan Aminah berhasil mengubah suasana tongkrongan ibu-ibu menjadi canggung. Mereka bingung harus membahas apa karena takut jika salah bicara. Mengingat, Aminah cukup disegani di sana karena menjadi salah satu pemimpin majlis ta'lim para ibu-ibu di desa.
“Eh, Mbak Sinta, sekarang sedang hamil berapa bulan?” Akhirnya Anik memecah kecanggungan yang terasa di sana.
“Baru dua bulan, Mbak,” jawab Sinta dengan diiringi senyum kalem.
“Masih terlalu muda nih. Ngidam aneh-aneh gak, Mbak? Mungkin mual atau sampai sakit begitu?” tanya Anik lagi.
“Iya, saya mual di awal aja, tetapi gak parah seperti hamil anak pertama, Mbak.” Sinta mengubah posisinya menghadap Anik.
“Alhamdulilah kalau begitu. Semoga tidak ada kendala sampai lahiran ya, Mbak. Semua sehat,” pungkas Anik.
Topik pembahasan mengenai kehamilan akhirnya dibahas di sana. Tentu hal ini membuat Camila diam seribu bahasa. Dia merasa terpojok karena hanya dia saja yang belum pernah hamil. Camila hanya bisa menyimak pembicaraan sambil mengamati Zafi yang sedang bermain.
“Tapi ya, Mbak. Meskipun rasanya hamil itu gak nyaman dan terkadang bikin sakit, tetapi saya sangat menikmati momen ini loh. Saya sangat bersyukur karena gak terlalu lama menunggu anak pertama dan kedua. Alhamdulillah sekali meski rasanya melahirkan itu sakit banget,” ucap Sinta dengan nada bicara yang sangat halus.
Anik dan beberapa ibu-ibu di sana seketika bungkam seraya melirik Camila. Mereka tidak menyangka jika Sinta akan mengatakan hal ini. Entah dia sengaja atau lupa jika keadaan adik iparnya justru berbanding terbalik.
“Setelah ini Mila sama Arman pasti menyusul kamu, Sin. Ah ibu tidak sabar ingin menggendong anaknya Arman,” sahut Aminah dengan diiringi senyum tipis. Harapan besar terlihat jelas dari sorot matanya.
“Tuh, Dek Mila, Ibu udah pengen gendong anaknya Arman. Jangan ditunda-tunda lagi,” ujar Sinta dengan entengnya. Dia tersenyum lebar tanpa beban.
Sementara Camila hanya tersenyum tipis mendengar ocehan kakak ipar dan mertuanya. Bola matanya mulai berembun karena segala ucapan Sinta. Dia tahu jika Sinta hanya ingin menjatuhkan mental di hadapan semua orang.
“Santai, Mil. Nikmati saja masa-masa pacaran sama Arman. Gak usah terlalu diambil pusing. Jangan sampai setres. Lagipula punya anak itu bukan ajang perlombaan, Mil. Jadi kamu jangan khawatir,” ujar wanita berhijab bernama Eva. Dia merasa risi saja mendengar penuturan Sinta, mengingat dia sendiri pernah ada di posisi Camila.
“Iya, Mbak. Saya pasrahkan semuanya kepada Allah. Saya pun sedang menyiapkan mental agar benar-benar siap menjadi seorang ibu,” balas Camila seraya melirik Sinta sekilas.
Seketika senyum manis Sinta pudar dari wajah cantiknya. Dia merasa tersindir dengan jawaban Camila. Ingin membalas tetapi Zafi tiba-tiba memanggilnya karena ingin membeli jajan seperti anak-anak yang lain.
“Bu, berhubung mbak Sinta sudah di sini, saya mau pulang dulu. Saya belum sempat menata kamar,” pamit Camila setelah ada kesempatan menjauh dari ipar dan mertuanya.
“Iya. Nanti sekalian buatkan kopi bapakmu ya, Nduk,” ucap Aminah sebelum Camila pergi.
Camila hanya menganggukkan kepala sebelum pergi dari sana. Dia mempercepat langkah agar lebih cepat sampai di rumah. Bulir air mata lolos begitu saja setelah Camila berada di dalam rumah. Dia duduk di kursi yang ada di dapur dengan kepala tertunduk. Suara isak tangisnya terdengar di sana.
“Mbak Sinta itu benar-benar keterlaluan!” gerutunya sambil menghapus air matanya. “Sok kalem, sok paling benar, sok ramah. Padahal, hatinya busuk banget!” Camila beranjak dari tempatnya. Dia bergegas menyiapkan kopi untuk ayah mertuanya.
Rasa tidak nyaman mulai membebani kehidupan rumah tangga Camila. Sebelum Sinta datang ke rumah ini, dia baik-baik saja meski harus mendengar ocehan Aminah. Kecerewetan mertua dan saudara-saudaranya hanya dianggap angin lalu. Akan tetapi, tidak untuk saat ini. Sinta benar-benar membuat suasana di rumah ini berubah.
“Eh, Dek Mila. Sekalian nitip buatkan susunya Zafi ya? Mumpung ada air panas kan itu?”
Suara Sinta tiba-tiba terdengar di dapur hingga membuat Camila terkejut bukan main. Dia hanya menganggukkan kepala sebelum Sinta pergi dari sana. Camila heran saja kenapa Sinta pun ikut pulang.
“Memang dia pikir aku ini pembantu di rumah ini? Dasar manusia tidak tahu diri!” umpat Camila dengan suara lirih. Kekesalannya kepada Sintapun semakin bertambah.
...🌹TBC🌹...
Arman mana tau,,berangkat pagi pulang sore
terimakasih
Anak sekarang benar2 bikin tepok jidat
Lagi musim orang sakit..
Fokus sama usahanya biar makin lancar..
Goprutnya ntar sampai hafal sama Mila 😀😀
Camila harus lebih tegas lagi
Yg g boleh itu jadi pengadu domba
Fokus saja sama keluarga dan usaha biar sukses