Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Pak Arga meletakan topinya di meja ruang tengah, sambil duduk. Dinar melihat mertuanya terlihat letih sekali, entah apa yang mertuanya itu habis lakukan. Dinar juga tidak tau. Dinar mendekatinya dan kemudian berinisiatif menawarinya minuman. Mungkin saja dia juga haus, fikir Dinar.
"Bapak mau Dinar bikinin kopi apa teh?"
"Kopi hitam kayak biasa, Din. Gulanya jangan banyak-banyak. Yang ada nanti bisa diabet Bapak."
Dinar tersenyum, "Iya Pak. Tunggu sebentar ya, Dinar buatin kopi hitamnya dulu."
Menunggu menantunya membuatkan kopi, Pak Arga termenung. Ada beberapa masalah yang harus dia selesaikan. Salah satunya adalah korupsi mandornya. Sialan sekali, pria yang tidak tau diuntung itu mengkhianatinya sampi rugi banyak. Hampir saja dia memukul tua bangka tidak tau diri itu jika saja pekerja lainnya tidak melerainya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dinar telah selesai membuat kopi, ke luar dari dapur. Melihat mertuanya yang termenung, dia mendekatinya. Dinar duduk di samping beliau, kemudian meletakan kopi di depan meja.
"Pak," Panggilnya pelan.
Dinar meletakan kopinya di meja, "Diminum, Pak."
"Makasih."
"Ada masalah? Nggak biasanya Bapak keliatan murung, kesal. Dinar perhatikan dari tadi juga Bapak gak fokus. Kenapa, Pak.?"
"Banyak kali permasalahan yang lagi terjadi. Kepala Bapak sampai mau pecah rasanya ini."
"Memangnya kalau Dinar boleh tau? Siapa tau Dinar bisa bantu nyelesaikan sama ngasi solusi buat Bapak."
Helaan napasnya ke luar dari bibir Pak Arga. "Mandor yang selama ini Bapak percaya ngelakuin korupsi. Dana yang dikorupsi gak dalam jumlah sedikit aja. Banyak, Din. Uang itu Bapak gunain buat nge'gaji para pekerja lainnya. Kalau gini caranya, bulan ini pasti minus pemasukan. Takutnya ngaruh untuk produksi bulan depan."
Dinar mendengarnya iba, "Dipolisikan aja Pak? Biar oknum yang kayak gitu ngerasa jera."
"Udah Bapak usut tuntas. Biar tau rasa itu mandor nggak tau diri."
Dinar menenangkan Bapak mertuanya yang emosi dengan memegang tangannya yang berada di atas paha. "Tenang Pak, jangan emosi. Bapak nanti malah yang ada sakit. Udah, serahkan aja semua sama pihak kepolisian. Biar mereka yang usut tuntas semuanya."
Dinar menangkap respon yang tidak biasa ketika tangan Pak Arga di genggamnya. Lelaki itu menatapnya dalam diam, cukup lama mereka salang tatap, membuat Dinar merasa canggung tiba-tiba.
Dinar sadar, akan kekeliruan yang dia lakukan, dia takut Pak Arga merasa marah. Ditariknya tangannya segera, karena Dinar sendiri tidak mau menimbulkan salah paham apalagi bersikap tidak sopan.
"Ah, maaf Pak. Dinar gak bermaksud. Silahkan kopinya di minum dulu, nanti malah kopinya keburu dingin, Pak. Kalau gitu Dinar ke dapur sebentar."
Dinar bangkit dan akan pergi ke dapur meninggalkan Pak Arga. Namun ketika dia akan bangkit, petir terdengar menyambar dengan begitu kuat di luar. Beberapa saat setelah itu, akhirnya listrik pun padam.
Sialnya malah Dinar tersandung meja dan keseimbangannya oleng. Dia menabrak mertuanya dan tidak sengaja jatuh berada di pangkuannya.
"Argh!" Kagetnya.
Pak Arga refleks menangkapnya di tengah-tengah kegelapan. Tangannya pas melingkar dipinggang Dinar, sementara tangan Dinar refleks berpengang pada bahunya erat.
Dinar melakukannya spontan karena merasa takut terjatuh. Dalam gelapnya, mereka masih bisa menatap satu sama lain. Siluet dari cahaya malam, masih menyorot ke sekitar.
"Se-sepertinya lampu mau padam," Kata Dinar tiba-tiba gugup.
"Bukan mau padam lagi, tapi memang udah pasti padam, Din."
Dinar masih tidak melepas kontak mata dengan mertuanya. Mereka saling menatap dalam siluet kegelapan. Posisi Dinar masih sama dalam pangkuan. Pak Arga memeluk pinggangnya erat, seakan takut Dinar terjatuh. Tubuh Dinar merapat ke dada bidangnya.
Jarak mereka membuat jantung Dinar mulai berdegub kencang, Dia akui memang mertuanya ini begitu tampan sama seperti Vano, tapi jangan sampai dia tergoda dan hal itu akan menjadi mimpi buruk ke depannya untuk Dinar. Tidak, Dinar tidak mau hal tidak masuk akal itu terjadi, tapi mau bagaimana-pun Dinar perempuan normal.
"Kamu sangat cantik bila berada sedekat ini," Ujar Pak Arga serius dengan suara parau.
"Ca-ca-cantik?" Rekfleks Dinar gagap.
Dengan tiba-tiba bibir Dinar yang terbuka sudah merasa hangat, merasa sesuatu yang lembut menempel di sana.
...BERSAMBUNG,...
Dinar sll membayangkan sentuhan lembut pak arga sll memabukan dan sll ketagihan sentuhan mertuanya...
Pak arga sll memperlakukan dinar sangat so sweet dan romantis bingit dan sll nyaman berada di dekat pak arga....
lanjut thor..