Perjalanan hidup keluarga Pak Diharjo yang sehari harinya sebagai penyadap karet.
Keluarga pak diharjo adalah keluarga sederhana bahkan terkesan sangat sederhana, namun begitu cukup bahagia sebab anak anaknya rukun dan saling sayang.
Pak diharjo memiliki enam orang anak, satu laki laki lima perempuan.
Bu kinasih adalah istri Pak diharjo memiliki watak yang sabar dan penyayang walau pun sedikit cerewet.
Sabar terhadap suami, penyayang terhadap suami dan anak anaknya namun cerewet hanya kepada anak anaknya saja.
Adira adalah anak sulung Pak Diharjo dan Bu Kinasih memiliki watak yang keras pemberani tegas galak namun penyayang juga.
Dimas anak kedua Pak harjo dan Bu asih juga wataknya juga keras kepala pemberani namun sedikit kalem tidak ugal ugalan seperti anak anak remaja seusianya.
Dimas adik yang cukup perhatian pada kakaknya, suka dukanya sejak kecil slalu ia lalui berdua dengan sang kakak.
Namun kebahagiaan keluarga itu berubah sejak dimas memutuskan untuk menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syahn@87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Yang Tak Guna
Lo kenapa pulang adira, kan pelajaran baru mau mulai?, tanya bu tami guru adira.
Tadi ranti datang bu katanya ibu saya yang nyuruh ranti susul saya, kata ranti ibu keluar darah pas bantu ranti nyuci tadi terus ibu suruh saya jemputkan nek yuli buat periksa ibu saya bu., jelas adira pada wali kelasnya itu.
Bukannya ibu kamu lagi hamil ya Dira?, tanya bu tami lagi.
Iya bu, makanya minta saya jemput nek yuli., jawab adira.
Ohh ya sudah sana pergilah sekarang dan cepat dira, jangan belok belok kesana kemari langsung jemput nek yuli dan cepat pulang, ibumu pasti sudah sangat menunggu nek yuli., nasihat bu tami yang mendadak ikut khawatir.
Baik bu saya izin pergi., pamit adira.
Iya pergilah cepat., jawab bu tami.
Adira pun langsung membawa buku bukunya dan segera pergi, ia tak pulang kerumah dulu untuk berganti pakaian tapi ia langsung menuju rumah nek yuli, rumah nek yuli cukup jauh, untuk kerumahnya adira harus berjalan kaki selama 35 sampai 40menit.
Yuli adalah adik kandung kakek jana(ayah bu asih), oleh karna itu adira memanggilnya nenek.
Dan profesi nek yuli memang dukun bayi dan tukang urut, kalo bahasa kek jana nek yuli itu adalah paraji karna kerjaannya slalu membantu ibu ibu hamil memeriksa kandungannya memastikan kesehatan bayi dan ibunya juga membantu ibu ibu yang akan melahirkan anaknya.
Adira tak hiraukan rasa lelah dikakinya, ia terus berjalan ingin segera sampai dirumah nek yuli, walau cuaca hari itu panas terik tak ada mendung mendungnya sedikit pun tapi adira tak hiraukan meski rasa kepalanya seperti akan retak.
Sepanjang jalan adira sangat mencemaskan ibunya, ia teringat darah yang dikatakan ranti.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan tibalah adira dirumah nek yuli.
Mang mana nenek?, tanya adira pada pamannya yang kebetulan sedang duduk di teras rumah nek yuli, mang tarim adalah anak lelaki nek yuli.
Lah kamu ga sekolah dira kok malah kesini?, tanya mang tarim.
Aku sudah izin mang, aku butuh nenek buat periksa mamak, nenek dimana? cepat mang jangan banyak tanya lagi., ketus adira kesal mamangnya itu tak segera menjawab tanya nya sedang ia dalam keadaan cemas memikirkan ibunya.
Nenekmu sudah keladang dari pagi, mamang juga lagi nunggu teman ini mau kerja., jawab mamangnya.
Adira langsung tepuk jidat lemas, ia harus jalan kaki lagi dari rumah nek yuli nya itu keladang menempuh perjalanan 40menit lagi.
Belum lagi nanti dari ladang ke rumahnya 1jam perjalanan lagi, adira tak mau banyak berfikir lagi ia tak bisa buang buang waktu, ibunya sedang menunggu, keadaan darurat, itulah yang ia fikirkan.
Lo mau kemana dir?, tanya mang tarim.
Cari nenek., jawab adira sambil berlari.
Adira harus berjalan kaki mencari nek yuli, karna dizamannya belum ada yang punya banyak motor, hanya orang orang yang di anggap kaya saat itu yang punya kendaraan kuda besi itu.
Bahkan sepeda pun jarang sekali yang punya, di zaman itu orang orang masih mengandalkan kaki untuk menuju suatu tempat sejauh apa pun itu tak terkecuali guru guru sekolahnya.
Belum 40menit adira berjalan diselingi berlari agar bisa cepat sampai diladang nek yuli nya itu masih jauh dihujung batas ladang nek yuli adira sudah berteriak teriak memanggil nek yuli.
Neekkkkk!!! nek yuliiiii!!!! neneeekkkkk!!!!!!, teriak adira sambil terus berlari mencari keberadaan nek yuli.
Nenek yuliiiiii!!!!!!!, teriak adira terus menerus.
Nek yuli yang sedang mencabuti rumput di sela sela tanaman bengkuang nya pun terkejut mendengar seperti ada suara yang memanggil.
Neeeekkkkkk!!!!!!, teriak adira sambil berlari menghampiri nya.
Kamu rupanya yang panggil panggil nenek dira?, sapa nek yuli.
Nek!, panggil dira lagi yang sudah didepan neneknya sambil membungkuk memegangi perutnya yang nyeri sambil ngos ngosan.
Ada apa dira? kamu kan harusnya sekolah bukan malah kesini? kamu ga lagi bolos sekolah kan?, selidik nek yuli keheranan.
Aku ga lagi bolos nek, ayo nek kita kerumahku mamak udah nungguin nenek dari tadi., pinta adira.
Kerumahmu ngapain?, tanya nek yuli bingung.
Tadi ranti bilang mamak keluar darah nek, mamak minta nenek periksa., jelas adira.
Ranti siapa?, tanya nek yuli sambil mengerutkan keningnya.
Ranti adik sepupuku nek anaknya bi lasmi, bi lasmi adiknya bapakku., jawab adira.
Ohh dia sedang main di rumahmu gitu?, tanya nek yuli lagi yang memang tidak tau kedatangan ranti dirumah adira, sebab ranti sendiri baru 2bulan tinggal dirumah adira, dan karna keluarga pak harjo tinggal dikampung sebelah yang cukup jauh dari kampungnya dan jarang sekali berkunjung ke kampung adira jadi nek yuli pun banyak yang tidak dikenalnya saudara saudara kandung pak harjo itu.
Iya nek, ranti tinggal sementara dirumah kita., jawab adira sambil berjalan mengikuti neneknya ke gubuk.
Nek yuli tak banyak bicara lagi, ia mengambil bekal yang ia bawa tadi dan gembolan baju ganti yang ia siapkan dari rumah tadi yang rencana awalnya ia akan mandi dan ganti baju dulu sore nanti sebelum pulang dari ladang seperti biasanya.
Tapi sekarang ia akan bawa semua itu ke rumah bu asih, mendengar pengaduan dari adira hati nek yuli cukup cemas, ia khawatir kandungan keponakan nya itu kenapa napa.
Setelah menyambar bekal dan gembolan nya nek yuli langsung melangkah melewati jalan setapak menuju rumah bu asih, ia dan adira harus menempuh sekitar 1jam perjalanan untuk sampai di rumah bu asih.
Nek yuli berusaha mempercepat langkahnya begitu pun dengan adira, walau sudah berputar putar mencari keberadaan nek yuli sejak tadi adira berusaha menepis rasa lelahnya.
Ia ingin cepat sampai ke rumah dan melihat langsung keadaan ibunya.
Kurang dari 1jam keduanya berjalan sampai juga keduanya dirumah bu asih, nek yuli tak banyak bicara, ia langsung menghampiri bu asih yang sedang meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.
Sedang adira langsung duduk di samping ibunya ia iba melihat keadaan sang ibu.
Adira masih ngos ngosan baru ia tumpahkan lelahnya setelah berjalan cukup jauh tanpa kenal takut walau yang ia lewati adalah semak belukar yang sepi, adira bingung ia harus apa lagi, ia tak tega melihat keadaan sang ibu yang sedang kesakitan.
Nek yuli memegang perut bu asih dan sedikit mengusap usapnya, lalu nek yuli memberi intruksi agar bu asih bersiap.
Ini anaknya sudah tak bernafas asih, kamu harus sabar, tarik nafas dalam dalam saya bantu agar anak mu keluar., ujar nek yuli.
Bu asih yang sudah menduga hal ini akan terjadi pun ia berusaha kuat dan mengikuti petunjuk dari nek yuli.
Setelah sekitar 60menit berjuang akhirnya bu asih berhasil melahirkan bayinya.
Sih kembar sih., ujar nek yuli.
Bu asih terkejut mendengar ucapan nek yuli, ia melirik lemah melihat kedua bayi yang dipegang nek yuli, kedua bayi itu terlihat sangat kecil kecil dan mungil, nek yuli bahkan bisa membaringkan bayi itu ditelapak tangannya.
Bu asih bangun dari baringnya, ia duduk memandangi kedua bayi itu dalam dalam.
Yang satu sangat mirip dengan suaminya sedang yang satu lagi lebih mancung.
Walau bayinya masih sangat kecil tapi keduanya sudah tercipta sempurna bentuk tubuhnya.
Bahkan jenis kelaminnya pun sudah bisa dilihat, keduanya laki laki.
Bu asih teringat ucapan suaminya pagi kemarin, seketika ia menangis pilu menyesali ucapan sang suami, ia tau bahwa kedua bayinya itu sudah tak bernafas lagi.
Sebab sejak bayinya lahir tak ada suara tangisan, sunyi sepi tak terdengar tanda tanda kehidupan dari sang bayi.
Bu asih semakin terisak.
Adira yang masih belum faham sepenuhnya ia hanya melihat bingung, adira hanya merasa aneh saja sebab saat ibunya melahirkan adik no 3nya dulu sang bayi begitu keluar langsung menangis kencang padahal cuma satu.
Lah ini lahir dua tapi tak ada suara, sepi sekali hingga tetangga yang begitu dekat rumahnya pun tak tau kalo ibunya sudah melahirkan.
Kandungan bu asih baru berusia 6bulan lebih, seharusnya belum waktunya lahiran, jadi tak ada yang menyangka jika bu asih sudah lahiran.
Kalo pun tetangga melihat ada nek yuli datang ke rumah bu asih itu bukan berarti akan ada lahiran sebab sudah biasa nek yuli akan diminta datang untuk mengurut ibu hamil dan mengecek kondisi kandungannya.
Dalam kebingungan adira ditegur oleh nek yuli.
Dira!!, panggil nek yuli.
Ya nek?, jawab adira.
Adduh kamu belum ganti baju dira., omel nek yuli.
Iya nek belum sempat., jawab adira.
Sudah sana ganti baju terus panggil bapak mu suruh pulang, bilang sama bapak mu ibumu sudah lahiran anak nya kembar laki laki tapi meninggal., jelas nek yuli.
Hahk!!! meninggal nek!!?, tanya adira kaget.
sedari tadi ia hanya begong saja tak sepenuhnya faham apa yang terjadi.
Iya, sana panggil bapak mu., perintah nek yuli.
Baik nek., jawab adira gegas pergi menuju ladang bahkan tak mengganti seragamnya dulu.
Kali ini adira harus berjalan kaki lagi selama sekitar 60menitan lagi masuk hutan yang cukup rimba, hutan muda namun masih rawan binatang liar termasuk binatang buas.
Sebab ladang yang sedang disadap karetnya oleh pak harjo ini ada ditengah hutan muda itu.
"Semasa usia kandungan bu asih masih sekitar 5bulanan sewaktu bu asih hendak keladang mengirim bekal untuk suaminya tepat ditengah perjalanan bu asih hampir bertabrakan dengan harimau besar, saat itu bu asih jalan menunduk fokus melihat jalan yang akan ia lalui dan harimau itu juga menunduk jalannya, setelah hampir 2meteran mereka bertemu keduanya sama-sama kaget, bu asih kaget melihat harimau, harimau nya pun kaget melihat bu asih.
Harimau itu langsung belok masuk hutan sebelah kanannya, si harimau berlari kencang menghindari bu asih, sedang bu asih sendiri yang ketakutan tak sempat merasa heran melihat tingkah harimau itu, justru bu asih terus berlari mengikuti jalan setapak menuju ladang untuk meminta perlindungan pada sang suami.
Tak lama setelah berlari lari bu asih pun sampai diladang karetnya dan memanggil manggil suaminya karna ketakutan, lalu ia mengadukan apa yang baru saja terjadi pada sang suami dan suaminya pun meminta nya menunggu agar nanti pulangnya bersama sebab suaminya takut bu asih kenapa napa."
Adira pun tau akan cerita sebulan yang lalu itu, dia juga ingat betul, tapi ia sama sekali tak merasa takut.
Tak menantang juga untuk bertemu harimau, hanya saja ia memang tak takut untuk kembali melewati jalan itu.
Bagi adira jika memang ia harus mati ditelan harimau ya berarti takdir hidupnya hanya sampai disitu, begitulah fikirnya.
Semangat ya buat othor. oiya Kapan2 mampir2 ya kak ke ceritaku juga. 'Psikiater, Psikopat dan Pengkhianatan' mksh