Silhoute Of Love
Rosalin tiba di depan rumah kecil mereka saat senja mulai turun. Langit kemerahan di ufuk barat mulai meredup, pertanda malam segera tiba. Nafasnya tersengal, pakaian kerjanya masih kotor oleh debu dan keringat. Meski tubuhnya terasa berat oleh kelelahan, dia memasang senyum, berharap bisa menyembunyikan rasa letih di hadapan ibu mertuanya.
Pintu kayu berderit saat ia membukanya. Udara dalam rumah terasa pengap dan dingin, seolah tak ada kehangatan di dalamnya. Rosalin melangkah masuk dengan lembut, berharap tak ada yang menyadari betapa lelah dirinya.
"Aku pulang," katanya dengan nada ceria yang dipaksakan.
Matanya langsung bertemu dengan tatapan tajam ibu mertuanya yang duduk di kursi kayu di sudut ruangan. Sejak Rosalin menikah dengan putranya, rumah ini selalu dipenuhi oleh ketegangan yang tak berujung.
"Kenapa baru pulang?" suara ibu mertuanya menggema, menusuk telinga. "Apa kamu ingin kita mati kelaparan?"
Rosalin menggigit bibirnya, mencoba menahan kata-kata yang ingin meluncur. Suaminya, seperti biasa, duduk di sudut meja, tatapannya kosong ke arah dinding. Tak ada satu kata pun keluar dari mulutnya untuk membela Rosalin. Ia hanya membiarkan ibunya berbicara.
“Aku mandi dulu sebentar, Bu,” Rosalin berkata sambil melepaskan tas kerjanya. “Aku habis membersihkan gedung tadi.”
Namun, jawabannya disambut dengan cemooh.
“Mungkin sudah waktunya aku mati. Kenapa susah sekali aku makan tepat waktu di rumah ini?” suara ibu mertuanya terdengar ketus, penuh penghinaan.
Rosalin menunduk, kedua tangannya gemetar saat dia berusaha membuka tasnya dan menyimpannya di sudut ruangan. Lantai kayu terasa dingin di bawah kakinya, membuat rasa lelah semakin menghimpit. Dia menghela nafas panjang, menyadari bahwa harapannya untuk istirahat setelah bekerja keras sepanjang hari tak akan terkabul.
"Aku mau simpan tas dulu," katanya pelan.
"Haruskah aku bersujud di hadapanmu agar kau cepat menyiapkan makanan untuk kami?!" nada ibu mertuanya semakin meninggi, seperti pisau yang menusuk langsung ke hatinya.
Rosalin tahu bahwa suaminya tidak akan mengatakan apa-apa. Dia juga tahu bahwa tak ada gunanya melawan atau menjelaskan. Jadi dia hanya menelan amarah dan sakitnya dalam diam. Setelah mencuci tangan dengan cepat, dia menuju dapur yang sempit. Jantungnya berdegup kencang saat dia menyalakan api kompor. Tangannya gemetar ketika dia mulai menyiapkan makan malam, suara ibu mertuanya terus memburu dari belakang.
“Apa yang dia makan di luar? Lihatlah badannya. Dia bukan manusia, tapi binatang! Dia pasti makan di luar, makanya tidak lapar.”
Rosalin merasakan kata-kata itu seperti beban yang ditambahkan ke punggungnya yang sudah lelah. Dia tahu tubuhnya berubah setelah menikah, berat badannya bertambah, membuatnya tampak lebih besar dari sebelumnya. Orang mungkin berpikir dia selalu makan enak di luar, padahal setiap suap makanan yang didapatkannya adalah hasil dari kerja keras dan pengorbanan.
Mata Rosalin mulai memanas, tapi dia menolak menangis. Di ruangan sempit itu, di bawah cahaya redup lampu minyak, dia menyiapkan makanan untuk keluarga yang tampaknya tak pernah menganggapnya cukup.
Rosalin duduk di tepi ranjang, ruangan kamar mereka terasa sempit dan pengap. Dinding-dinding kusam seakan menjadi saksi bisu kehidupan yang tak kunjung berubah. Di tangannya, ia memegang amplop gajinya yang tipis—terlalu tipis untuk menopang kebutuhan hidup mereka selama sebulan.
Suaminya, yang bersandar malas di kursi dekat jendela, melontarkan pertanyaan tanpa peduli.
“Gajiku sepertinya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan kita selama satu bulan,” kata Rosalin dengan suara yang mulai pecah oleh kelelahan. “Bagaimana? Apa sudah ada pekerjaan baru untukmu?”
Suaminya mendengus, tak berusaha menatapnya. Tatapannya tetap terpaku keluar jendela, melihat ke kegelapan malam yang hanya diterangi sedikit cahaya lampu jalan.
“Kau pikir mudah mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang? Pakai saja tabunganmu untuk keperluan kita. Apa susahnya? Jangan terlalu pelit kepadaku dan ibu,” balasnya dengan nada acuh, seolah permintaan itu bukan masalah besar.
Rosalin meremas amplop di tangannya, hatinya semakin berat. Tabungan yang dia kumpulkan dengan susah payah itu bukan untuk dirinya. Itu adalah uang cadangan, jaring pengaman bagi masa depan anak mereka kelak. Di dalam amplop itu, tersimpan harapannya agar anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka—bebas dari kekurangan.
Dia menatap suaminya yang masih sehat, yang seharusnya mampu bekerja dan berkontribusi. Namun, rasa tanggung jawab itu sepertinya sudah lama terkubur.
“Ini semua terjadi karena dirimu,” suaminya melanjutkan dengan nada tajam. “Jika saja kau tidak hamil waktu kita masih sekolah, mungkin aku bisa berkuliah dan mendapatkan pekerjaan yang bagus.”
Rosalin tersentak mendengar kata-kata itu. Selalu ada penyesalan di setiap ucapannya, seolah-olah semuanya adalah kesalahan Rosalin semata. Dia merasa sakit di dadanya, tetapi mencoba menahan diri agar tidak meledak.
“Kenapa kau hanya menyalahkan aku?” Rosalin berusaha membalas, suaranya mulai bergetar. “Waktu itu, kau juga menginginkannya. Kau lupa? Bahkan kau memaksa dan terus memberikanku kata-kata manismu.”
Suaminya tertawa sinis. “Hah, itu karena aku tahu kau wanita yang gampang tergoda. Jadi jangan salahkan aku. Itu salahmu sendiri, kenapa menjadi wanita yang murahan.”
Kata-kata itu menghantamnya lebih keras daripada tamparan. Mata Rosalin mulai berkaca-kaca. Lidahnya kelu, tak ada pembelaan yang tersisa dalam dirinya. Ia ingin berteriak, ingin memaki, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk melawan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menahan air mata dan merasakan kepedihan yang menggigit hati.
Suaminya bangkit, lalu keluar dari kamar tanpa sepatah kata lagi, meninggalkan Rosalin sendirian di ruangan yang semakin gelap dan sunyi. Hanya suara napasnya yang terdengar, berat dan tertahan. Di sudut kamar, amplop yang tadi ia genggam jatuh ke lantai. Isinya tak berarti dibandingkan rasa hancur yang kini menguasai dirinya.
...***...
Dukungan dari kalian sangat penting bagi saya
Terimakasih karena telah menjadi pembaca di cerita silhoute of love ❤️
Semoga cerita ini sesuai selera dan ekspektasi kalian
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
CaH KangKung,
👣👣
2024-12-04
1